MUSLIMAH

Menuju Insan yang Shalihah

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

MUTIARA DAKWAH

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

22 Juli 2012

Pelajaran mengenai Puasa, Tarawih, dan Zakat


Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, berkata: 
"Sesungguhnya segala puji bagi Allah, kami memuji-Nya, meminta pertolongan dan memohon ampun kepada-Nya. Dan kami berlindung kepada-Nya dari kejahatan diri-diri kami dan kejahatan perbuatan kami. Barangsiapa yang ditunjuki oleh Allah, tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa disesatkan-Nya, tidak ada yang dapat menunjukinya. Saya bersaksi bahwa tidak ada yang patut diibadahi kecuali Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah Hamba dan Rasul-Nya. Semoga shalawat dan salam tercurah kepadanya, keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikuti mereka dalam kebaikan, sampai hari kemudian. Amma ba’du.

Dalam kesempatan ini dengan dekatnya kedatangan bulan Ramadhan yang diberkahi, kami ingin mempersembahkan kepada saudara-saudara Muslimin pelajaran-pelajaran berikut ini, memohon kepada Allah agar Dia menjadikan amalan ini ikhlas hanya untuk-Nya semata dan sesuai dengan ketetapan syariatnya, demikian juga sebagai sumber kemanfaatan bagi makhluk-Nya. Seungguhnya, Dialah Yang Maha Memberi lagi Maha Pemurah."

Buku (ebook) ini berisi 8 pelajaran, yaitu:


1. Hukum Puasa

Download kitab:
Pelajaran mengenai Puasa, Tarawih, dan Zakat karya Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Tabarruj

Wanita adalah makhluk yang kerap menjadi korban komoditi dan mode. Beragam kosmetik, parfum bermerek, hingga model pakaian yang lagi tren, dengan mudah menjajah tubuh mereka. Malangnya, dengan segala yang dikenakan itu, mereka tampil di jalan-jalan, mal-mal, atau ruang publik lainnya. Alhasil, bukan pesona yang mereka tebar tapi justru fitnah.

Pernah dengar kata tabarruj? Apa sih maknanya?
Allah Subhanahu wa Ta’ala menyinggung kata ini dalam firman-Nya:
Janganlah kalian (wahai istri-istri Nabi) bertabarruj sebagaimana tabarruj orang-orang jahiliah yang awal.” (Al-Ahzab: 33)

Dan perempuan-perempuan tua yang terhenti dari haid dan mengandung, yang tidak memiliki keinginan untuk menikah lagi, maka tidak ada dosa bagi mereka untuk menanggalkan pakaian luar1 mereka dengan tidak bermaksud tabarruj dengan perhiasan yang dikenakan … .” (An-Nur: 60)

Az-Zajjaj Abu Ishaq Ibrahim bin As-Sirri rahimahullahu berkata:
Tabarruj adalah menampakkan perhiasan dan segala yang dapat mengundang syahwat laki-laki.”

Mujahid rahimahullahu berkata:
Seorang wanita berjalan di hadapan orang-orang, itulah yang dinamakan tabarruj jahiliah.”
Qatadah rahimahullahu menambahkan bahwa wanita yang bertabarruj adalah wanita yang keluar rumah dengan berjalan lenggak-lenggok dan genit. (Tafsir Ath-Thabari, 10/294)

Ibnul Atsir rahimahullahu berkata:
“Tabarruj adalah menampakkan perhiasan kepada laki-laki yang bukan mahram (ajnabi). Perbuatan seperti ini jelas tercela. Adapun menampakkan perhiasan kepada suami, tidaklah tercela. Inilah makna dari lafaz hadits, ‘(menampakkan perhiasan) tidak pada tempatnya’.” (An-Nihayah fi Gharibil Hadits)

Dengan keterangan di atas insya Allah menjadi jelas bagi kita apa yang dimaukan dengan tabarruj. Hukumnya pun tampak bagi kita, yakni seorang muslimah dilarang keluar rumah dengan tabarruj.
Namun sangat disesalkan kenyataan yang kita dapatkan di sekitar kita. Berseliwerannya wanita dengan dandanan aduhai, ditambah wangi yang semerbak di jalan-jalan dan pusat keramaian, sudah dianggap sesuatu yang lazim di negeri ini. Bahkan kita akan dianggap aneh ketika mengingkarinya.

Tidak usahlah kita membicarakan para wanita yang berpakaian “telanjang” di jalan-jalan, karena keadaan mereka sudah sangat parah, membuat orang yang takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan hari akhir bergidik dan terus beristighfar. Cukup yang kita tuju para muslimah yang masih punya kesadaran berislam walaupun mungkin setipis kulit ari, hingga mereka menutup rambut mereka dengan kerudung dan membalut tubuh mereka dengan pakaian sampai mata kaki dengan berbagai model. Sangat disesalkan para muslimah yang berkerudung ini ikut berlomba-lomba memperindah penampilannya di depan umum dengan model ‘busana muslimah’ terkini dan kerudung ‘gaul’ yang penuh pernak-pernik, pendek, dan transparan.

Berbusana yang sejatinya bertujuan menutup aurat dan keindahan seorang muslimah di hadapan lelaki selain mahramnya, malah justru menonjolkan keindahan. Belum lagi wajah dan bibir yang dipoles warna-warni, serta parfum yang dioleskan ke tubuh dan pakaian. Semuanya dipersembahkan di hadapan umum, seolah si wanita berkata, “Lihatlah aku, pandangilah aku…”. Wallahul musta’an…

Semua ini jelas merupakan perbuatan tabarruj yang dilarang dalam Al-Qur`anul Karim. Namun betapa jauhnya manusia dari bimbingan Al-Qur`an!!! Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang para wanita bertabarruj. Namun mereka justru bangga melakukannya, mungkin karena ketidaktahuan atau memang tidak mau tahu.

Bisa jadi ada yang menganggap bahwa larangan tabarruj ini hanya ditujukan kepada istri-istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam karena mereka yang menjadi sasaran pembicaraan dalam ayat 33 dari surat Al-Ahzab di atas. Jawabannya sederhana saja. Bila wanita-wanita shalihah, wanita-wanita yang diberitakan nantinya akan tetap mendampingi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di surga, para Ummahatul Mukminin yang suci itu dilarang ber-tabarruj sementara mereka jauh sekali dari perbuatan demikian, apatah lagi wanita-wanita selain mereka yang hatinya dipenuhi syahwat dunia. Siapakah yang lebih suci, istri-istri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ataukah mereka? Bila istri-istri Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang merupakan cerminan shalihah bagi wanita-wanita yang bertakwa itu diperintah untuk menjaga diri, jangan sampai jatuh ke dalam fitnah dan membuat fitnah, apalagi wanita-wanita yang lain…

Kalau ada yang menganggap larangan tabarruj itu hukumnya khusus bagi istri-istri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam karena mereka adalah pendamping manusia pilihan, kekasih Allah Subhanahu wa Ta’ala, sementara wanita-wanita selain mereka tidak memiliki keistimewaan demikian, maka kita tanyakan: Dari sisi mana penetapan hukum khusus tersebut, sementara alasan dilarangnya tabarruj karena akan menimbulkan fitnah bagi laki-laki?

Laki-laki yang memang diciptakan punya ketertarikan terhadap wanita, tentunya akan tergoda melihat si wanita keluar dengan keindahannya. Bila tidak ada iman yang menahannya dari kenistaan, niscaya ia akan berpikir macam-macam yang pada akhirnya akan menyeretnya dan menyeret si wanita pada kekejian. Bila tabarruj dilarang karena alasan seperti ini, lalu apa manfaatnya hukum larangan tersebut hanya khusus bagi para istri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam? Apakah bisa diterima kalau dikatakan para istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dilarang tabarruj karena mereka wanita mulia yang harus dijaga, tidak boleh menimbulkan fitnah, sementara wanita selain mereka tidak perlu dijaga dan kalaupun bertabarruj tidak akan membuat fitnah??? Di manakah orang-orang yang katanya berakal itu meletakkan pikirannya? Wallahul musta’an.


Wanita yang keluar rumah dengan tabarruj hendaknya berhati-hati dengan ancaman yang dinyatakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya berikut ini:
Ada dua golongan dari penduduk neraka yang keduanya belum pernah aku lihat, pertama: satu kaum yang memiliki cemeti-cemeti seperti ekor sapi yang dengannya mereka memukul manusia. Kedua: para wanita yang berpakaian tapi telanjang, mereka menyimpangkan lagi menyelewengkan orang dari kebenaran. Kepala-kepala mereka seperti punuk unta yang miring/condong. Mereka ini tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium wanginya surga padahal wanginya surga sudah tercium dari jarak perjalanan sejauh ini dan itu.” (HR. Muslim no. 5547)

Kata Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullahu:
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mencirikan wanita ahlun nar itu dengan (كَاسِيَاتٌ) maksudnya mereka mengenakan pakaian, akan tetapi mereka itu (َعَارِيَاتٌ) “telanjang”, karena pakaian yang mereka kenakan tidaklah menutupi aurat mereka dengan semestinya. Bisa jadi karena pakaian itu tipis, ketat, atau pendek. Mereka itu مَائِلاَتٌ menyimpang dari jalan yang benar, مُمِيْلاَتٌ menyimpangkan orang lain dari kebenaran karena fitnah yang dimunculkan dari mereka.
رُؤُوسُهُنَّ كَأَسْنَمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ “rambut/kepala mereka seperti punuk unta yang miring”, karena rambut mereka ditinggikan hingga menyerupai punuk unta yang miring.” (Taujihat lil Mu`minat Haulat Tabarruj was Sufur, hal. 18)
Kedua golongan di atas belum ada di zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun sekarang telah kita dapatkan. Hal ini termasuk mukjizat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, di mana apa yang beliau kabarkan pasti terjadi. (Al-Minhaj, 14/336)

Yang perlu diingat, tidaklah satu dosa diancam dengan keras melainkan menunjukkan bahwa dosa tersebut termasuk dosa besar. Sementara wanita yang keluar rumah dengan berpakaian namun hakikatnya telanjang, yang bertabarruj, berjalan berlenggak lenggok di hadapan kaum lelaki hingga menjatuhkan mereka ke dalam fitnah, dinyatakan tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium bau surga.



Sumber: http://qurandansunnah.wordpress.com


Anda Begitu Berharga



Sesungguhnya dunia seluruhnya adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita sholehah.” (HR. Muslim)

Tak bisa dipungkiri saat ini keadaan sebagian besar wanita sudah jauh dari ajaran Islam. Betapa banyak wanita yang menjadi tunasusila. Berapa banyak wanita yang suka hura-hura di diskotik dan menenggak minuman keras. Berapa banyak wanita yang berjalan berlenggak-lenggok menebar syahwat. Berapa banyak wanita yang memakai jilbab tetapi hakikatnya mereka telanjang. Berapa banyak wanita yang hamil sedang ia belum bersuami.

Tiada aku meninggalkan suatu fitnah sesudahku lebih berbahaya terhadap kaum pria daripada godaan wanita.” (Mutafaq'alaih)

Ketahuilah, peradaban zaman ini di tangan kaum wanita. Siapakah yang melahirkan Umar bin Khathab. Siapakah yang melahirkan Shalahudin Al-Ayubi. Siapakah yang melahirkan George Whasington. Siapakah yang melahirkan Hittler. Siapakah yang melahirkan George Bush. Dari rahim wanitalah setiap pemimpin dunia dilahirkan. Wanitalah cikal bakal pembentuk peradaban, apakah menjadi baik atau buruk. Anak-anak dari para wanita kelak akan menjadi pengusung keberanan atau pengusung kebatilan.

Seorang laki-laki datang kepada Nabi dan bertanya: “Wahai Rasulullah! Siapa yang harus saya perlakukan dengan baik?” Rasulullah menjawab, “Ibumu”. Saya bertanya lagi, “Siapa yang harus saya perlakukan dengan baik?” Rasulullah menjawab, “Ibumu” Lalu saya bertanya, “Siapa yang harus saya perlakukan dengan baik?" Rasulullah menjawab, “Ibumu”. Saya bertanya, “Siapa yang harus saya perlakukan dengan baik?” Rasulullah menjawab, “Bapakmu, kemudian kerabat yang terdekat, lalu kerabat yang terdekat.” (HR Ahmad dan Abu Dawud)

Subhanallah, begitu tingginya Islam memuliakan seorang ibu, seorang wanita.

Sesungguhnya Anda sangat berharga. Melalui didikan kasih Anda akan tercetak generasi sesuai harapan Anda. Anda bisa mendidik anak Anda agar menjadi pembela Islam atau sebaliknya. Anak-anak Palestina mendapat didikan dari ibu dengan baik sehingga menjadilah mereka anak-anak yang tangguh berjuang membela agama mereka dengan darah.

Jadilah wanita yang mulia. Lahirkan dan didiklah anak Anda agar menjadi para da’i dan mujahid. Maka, mulai sekarang carilah ilmu agama sebanyak-banyaknya dan amalkan. Sesungguhnya masa muda adalah masa yang akan dimintai pertanggungjawaban di Hari Pengadilan. Dengan ilmu agama yang cukup Anda bisa mencetak anak-anak yang dapat dibanggakan umat ini.

Sesungguhnya Anda tetap dalam kejahilan (kebodohan) meskipun Anda sudah sarjana ataupun doktor. Meskipun Anda menjadi seorang professor dan menjadi rujukan dalam salah satu bidang ilmu pengetahuan, tetapi Anda masih bodoh kalau tidak mempelajari ilmu agama. Ilmu agama yang akan mengangkat kedudukan Anda dan memuliakan Anda di dunia dan akhirat, insya Allah.

Barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah untuk memperoleh kebaikan, maka Allah membuat ia menjadi paham dalam hal keagamaan.” (Muttafaq 'alaih)


PERMATA ATAU KERIKIL
Emas,
Di manakah kamu bisa mendapatkannya,
Jauh ke dalam perut bumi yang sulit terjamah.
Permata,
Di manakah kamu bisa mendapatkannya,
Jauh di dalam tanah menutup diri bersama keindahannya.
Mutiara,
Di manakah kamu bisa mendapatkannya,
Jauh di dasar lautan terlindung kulit kerang yang keras.
Keindahan, selalu terlindung dan terjaga.

Lihatlah kerikil
Yang berserakan di jalanan,
Adakah orang memperhatikannya,
Adakah orang memujanya,
Adakah orang melihat keindahan padanya


Anda mau menjadi permata atau menjadi kerikil?!
Peliharalah “perhiasan” Anda. Pakailah jilbab yang sebenar-benarnya jilbab.


HIJAB WANITA MUSLIMAH

1) Meliputi seluruh badan selain yang dikecualikan (wajah dan telapak tangan)
2) Bukan sebagai perhiasan
3) Kainnya tidak transparan
4) Harus longgar (tidak ketat) sehingga tidak dapat menggambarkan sesuatu dari tubuhnya
5) Tidak diberi wewangian atau parfum
6) Tidak menyerupai pakaian laki-laki
7) Tidak menyerupai pakaian wanita-wanita kafir
8) Bukan pakaian syuhrah (untuk mencari popularitas)
( Jilbab al-Mar’ah al-Muslimah fil Kitabi was Sunnah, karya Syaikh Al-Albani)


Cinta Butuh Pembuktian


Saudariku, apa pendapat Anda tentang pernyataan-pernyataan berikut ini.

Ada seorang laki-laki yang mengaku sangat mencintai seorang wanita. Untuk membuktikan perkataan itu, wanita tersebut meminta laki-laki itu untuk menikahinya. Namun, si laki-laki tidak mau menikahinya dengan mengutarakan alasan bahwa cinta tidak harus diwujudkan dengan pernikahan. Wanita itu mengatakan bahwa pengakuan cinta laki-laki itu adalah bohong belaka. Si laki-laki beralasan bahwa yang penting hatinya tulus mencintai.

Seorang suami mengaku sangat mencintai istrinya, namun laki-laki itu tidak mau memberinya nafkah meskipun ia mampu. Si istri menuntut haknya untuk diberi nafkah, tetapi si suami tetap tidak mau memberikan nafkah. Si istri mengatakan bahwa suaminya tidak mencintainya lagi. Si suami mengatakan kepada istrinya bahwa ia masih mencintainya.

Saudariku,
Yang ingin saya katakan adalah bahwa cinta itu membutuhkan pembuktian. Cinta tidak hanya diucapkan saja. Cinta haruslah terwujud dalam tindakan. Orang yang mencintai akan mau membuktikan cintanya. Ia akan berkorban untuk orang yang dicintainya. Ia akan menanggun beban untuk kekasihnya. Ia akan berusaha memenuhi keinginan orang yang dicintainya. Ibaratnya, gunung tinggi akan dilalui dan samudera luas akan diseberangi. Itulah pengakuan cinta yang benar. Itulah cinta yang sesungguhnya.

Lalu bagaimana dengan orang yang mengaku mencintai namun tidak mau memenuhi keinginan kekasihnya. Bagaimana orang yang mengaku mencintai tetapi tidak mau berkorban untuk orang yang dicintainya. Maka, pengakuan cinta orang ini adalah bohong belaka.

Saudariku, apakah Anda mencintai Allah?

Saya yakin Anda akan menjawab bahwa Anda mencintai Allah. Seorang muslim pasti mengaku mencintai Allah. Perlu buktikah pengakuan cinta kepada Allah. Kita ketahui bahwa Allah Maha Mengetahui, Allah mengetahui hati hambanya. Allah mengetahui bahwa seseorang itu jujur mengaku mencintai Allah atau hanya pengakuan di bibir saja tetapi hatinya mengingkari. Maka, perlu buktikah pengakuan cinta kita kepada Allah?

Nabi Muhammad sebaik-baik hamba Allah dan orang yang paling bertakwa senantiasa beribadah kepada Allah. Dosa beliau yang lalu dan yang akan datang diampuni oleh Allah. Namun beliau masih tetap, beribadah kepada Allah. Bahkan beliau shalat malam sampai kakinya bengkak. Itulah bukti kecintaan beliau kepada Allah. 

Abu Bakar As-Sidiq, umat Nabi Muhammad yang terbaik dan mendapat jaminan masuk surga, beliau senantiasa beribadah kepada Allah. Beliau senantiasa melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Bahkan susu yang sudah diminumnya berusaha ia muntahkan setelah mengetahui bahwa minuman itu berasal dari jalan yang tidak halal. Beliau mengatakan bahwa seandainya susu itu hanya bisa keluar jika dibarengi dengan keluarnya nyawa beliau dari jasadnya, niscaya itu lebih beliau pilih. Itulah bukti cinta Abu Bakar kepada Allah dengan menjauhi larangan Allah berupa memakan barang haram.

Begitu juga para sahabat dan orang-orang shalih setelahnya. Allah mengetahui bahwa mereka adalah orang-orang yang jujur dalam pengakuan cintanya kepada Allah. Namun, mereka tetap dituntut untuk membuktikan pengakuan cinta mereka dan mereka dengan suka hati membuktikan cinta mereka kepada Allah. 

Lalu jika Allah memerintahkan hambanya yang wanita untuk menutupi auratnya, mengenakan hijab sehingga ia dikenali sebagai seorang muslimah, bagaimanakah seharusnya sikap seorang wanita yang mengaku cinta kepada Allah. Apakah ia cukup dengan mengatakan cinta di bibirnya dan ia tidak mau mengenakan hijab, ia tidak mau melaksanakan perintah Allah. Kemudian ia beralasan bahwa yang penting hatinya merasa cinta kepada Allah. 

Sungguh, ini adalah pengakuan cinta yang dusta. Karena sesungguhnya cinta itu membutuhkan pembuktian.


Kesuksesan Karir Bukan Jaminan Kebahagiaan



Seorang dokter wanita berteriak, “Ambillah ijazahku dan berilah aku suami.”

Kisah ini adalah kisah seorang wanita yang sukses menggapai karirnya sebagai dokter sebagaimana yang dimuat dalam kitab Thariq Sa’adah. Setelah perjuangannya yang berat dalam mendaki puncak karirnya tersebut, wanita ini merasakan bahwa ia tidak merasakan kebahagiaan. Ia merasa hidup ini sempit. 


Saat ia memasuki kantornya, ia menggambarkan bahwa kantornya ibarat kuburan atau penjara yang menyengsarakannya. Pakaian jaket khas dokter yang ia kenakan diibaratkan sebagai pakaian besi yang mengukungnya dalam kenestapaan. Dan stetoskop yang mengalungi lehernya ia ibaratkan sebagai tali yang membelit lehernya. Wanita ini berada pada puncak karirnya, tetapi ia belum mendapatkan seorang suami. Nalurinya sebagai wanita terusik. Ia ingin mendapatkan kebahagiaan sejati. Bukan ketenaran, bukan kesuksesan karir, bukan harta yang melimpah.

Akhirnya ia berteriak, “Ambillah ijazahku, jaketku, dan semua referensiku. Ambillah kebahagiaan palsu, dan perdengarkan kepadaku kalimat, ’Mama…’”

Renungkanlah wahai saudariku,

Ambillah pelajaran dari kisah di atas. Juga ambillah pelajaran dari perkataan artis dunia yang mencapai kesuksesan karir dan bergelimangan kemewahan, Marilyn Monroe. Marilyn Monroe, yang pada masanya banyak dipuja kaum laki-laki maupun kaum wanita, pernah berkata, 
“Waspadalah kepada ketenaran dan kepada setiap orang yang memberimu fasilitas mewah untuk menjadi bintang. Sesungguhnya saya adalah wanita yang paling sengsara di muka bumi ini karena tidak bisa menjadi seorang ibu. Sebenarnya saya ingin menjadi wanita yang mengurus rumah tangga dan keluarga. Kebahagiaan wanita hakiki adalah pada kehidupan keluarga yang terhormat dan suci. Semua orang telah merusak hidup saya. Bekerja di sinema hanya membuat harga seorang wanita menjadi murah dan tidak berguna walaupun kelihatannya terkenal.” 

Pada masa sekarang banyak wanita yang lebih mementingkan karir daripada memenuhi kebutuhan nalurinya sebagai seorang wanita yang mendambakan seorang suami dan mendambakan seorang bayi mungil yang memanggilnya, “Mama…”. Perkembangan zaman mempengaruhi para wanita untuk meninggalkan rumah dan mengejar karirnya. Banyak yang berpikiran wanita karir yang sukses akan mendapatkan kebahagiaan. 

Ingatlah wahai saudariku, naluri Anda sebagai wanita tidak akan pernah bisa dibendung dalam waktu lama. Anda mempunyai keinginan untuk membina rumah tangga dengan seorang laki-laki yang Anda cintai dan ia pun mencintai Anda. Kemudian Anda mendambakan memilik seorang “malaikat kecil” yang akan selalu kau jaga dan sayangi. Itulah fitrah wanita. Jadi, jangan sampai karir Anda mengambil kebahagiaan hidup Anda dan menggantinya dengan kenestapaan. 


Harta Bukan Jaminan Kebahagiaan


Saudariku, mungkin Anda mengangankan untuk mempunyai harta yang banyak. Anda memimpikan mempunyai rumah yang megah dan kendaraan yang mewah. Anda berharap menjadi wanita cantik yang dikagumi dan dipuja orang. Anda mungkin berangan-angan untuk mendapatkan kenikmatan dunia. Dan dengan begitu Anda mengira akan mendapatkan kebahagiaan.

Ketahuilah wahai saudariku,
Dunia tidaklah dapat mendatangkan kebahagiaan. Orang bijak mengatakan bahwa dunia adalah pengkhianat yang paling khianat. Dunia adalah penipu yang paling ulung. Jika Anda mencintai harta dunia, maka dunia akan menghancurkan dan meninggalkan Anda dalam keadaan sengsara. Simaklah sebuah kisah seorang wanita yang dilimpahkan nikmat dunia kepadanya. Wanita ini adalah wanita yang terkenal, dikaguni, dan mempunyai banyak harta. Ahmad Farid memuat kisah ini dalam kitabnya Thariq Sa’adah.

Wanita ini bernama Christina Onasis. Ia mempunyai harta yang melimpah. Ia memiliki kapal pesiar besar, pulau-pulau, dan perusahaan kapal terbang. Semua orang tentu menginginkan kebahagiaan. Begitu juga Chirstina juga mengejar kebahagiaan. Ia menikah dengan seorang laki-laki Amerika. Namun, pernikahannya ini hanya bertahan selama beberapa bulan saja. Kemudian ia menikah dengan seorang laki-laki Yunani. Namun, pernikahannya ini juga hanya bertahan beberapa bulan saja. 


Setelah itu ia menikah dengan seorang komunis Rusia. Ketika ia menikahi seorang komunis, para wartawan merasa heran sehingga menanyainya, “Anda adalah lambang kapitalisme, bagaimana bisa menikah dengan seorang komunis?”
Ketika itu ia menjawab, “Saya mencari kebahagiaan.”

Pernikahannya dengan laki-laki Rusia ini hanya bertahan selama setahun. Ia minta diceriakan. Kemudian ia menikah lagi dengan seorang laki-laki Perancis. Ketika di sebuah pesta di Perancis, para wartawan menanyainya, “Apakah Anda wanita terkaya?” ia menjawab, “Ya, saya wanita terkaya. Akan tetapi, saya adalah orang yang paling menderita.”

Perhatikanlah wahai saudariku,

Harta yang melimpah bukanlah jaminan untuk mendatangkan kebahagiaan. Jika begitu, masihkah kita mengangankan mendapatkan limpahan harta? Masihkah kita berambisi mengumpulkan harta? Sesungguhnya kenikmatan dunia ini hanyalah kenikmatan yang semu dan menipu. 


Jika Anda memiliki harta yang berlebih, sebaiknya Anda tabung di bank akhirat, niscaya harta Anda akan menjadi berlipat ganda. Anda pasti akan meninggalkan dunia ini dan akan menuju akhirat. Maka, siapkan bekal Anda, investasikan harta Anda di kampung akhirat. Bangunlah rumah Anda di akhirat.


Jilbabku Adalah Nilaiku



Allah berfirman,
Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang shalihh, dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?" (Qs. Al-Fushshilat: 33)

Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz berkata dalam kitabnya Ad-Da’watu ilallâh wa Akhlâqud Du’ât, “Seorang mukmin yang berdakwah kepada Allah adalah orang yang kuat imannya, yang memahami perintah Allah dan menerangkan hak Allah, antusias di dalam dakwah ke jalan Allah dan mengamalkan apa yang ia dakwahkan serta memperingatkan segala yang dilarang Allah. Ia adalah orang yang paling bersegera (mengamalkan) apa yang ia dakwahkan dan orang yang paling jauh dari segala yang dilarang.”

Jika Anda sudah melakukan sebuah kebaikan, maka ajaklah orang lain untuk melakukannya juga. Maka, Anda berada di jalan orang-orang yang bersegera dalam melaksanakan amal ketaatan dan menyeru kepada manusia pada jalan itu. Jika Anda sudah mengenakan jilbab, maka ajaklah saudari Anda untuk mengenakannya. Anda pasti sudah merasakan nikmatnya mengenakan jilbab karena setiap ibadah yang dilaksanakan dengan ikhlas dan benar pasti mendatangkan kenikmatan. Ajaklah saudari-saudari Anda kaum muslimah untuk mengenakan jilbab hingga mereka bisa ikut merasakan kenikmatan ketaatan ini.

Rasulullah bersabda, ”Barangsiapa yang menunjukkan suatu kebaikan, maka baginya pahala yang sepadan dengan pelakunya.” (HR Muslim). Beliau juga bersabda, ”Maka demi Allah! Sekiranya Allah memberikan petunjuk melalui perantaraanmu kepada seorang lelaki adalah lebih baik bagimu daripada unta merah.”

Anda bisa mengajak orang untuk taat kepada Allah melalui berbagai cara. Cara yang paling utama adalah keteladanan, yakni dengan Anda mengenakan jilbab maka itu menjadi teladan yang baik bagi muslimah lainnya. Anda juga bisa mengajak orang lain dengan menasehatinya secara langsung. Anda juga bisa membuat tulisan berisi nasehat untuk disebarluaskan dan dibaca muslimah yang lain.

Seorang muslimah, bernama Kiptiah, mengajak muslimah lain dan mengingatkan mereka arti penting jilbabnya melalui tulisan. Ia memuat tulisannya tersebut dalam blog-nya (www.rainkelana.blogspot.com) sehingga dapat diakses dan dibaca oleh orang lain. Berikut ini tulisan Kiptiah yang berjudul “Jilbab adalah Nilaiku” dengan sedikit penyesuaian redaksional.


Berjilbab sesuai syariat dan berakhlaq baik adalah suatu kesempurnaan bagi seorang muslimah. Dengan jilbab akan membedakan wanita muslim dengan wanita kafir. Jilbab yang menjadi nilai bagi seorang muslimah sebagai lambang penghormatan kepada dirinya sendiri. Ia memilih berjilbab, berarti ia menginginkan keridhaan Allah dan sangat mengetahui betapa berharga tubuhnya jika hanya untuk dipamerkan kepada yang bukan mahram-nya, betapa tubuhnya yang terbuka dapat menjadi penyebab timbulnya fitnah.

Kecantikan bukan dilihat dari keindahan tubuh yang terbuka, bukan itu. Itu hanya sementara. Jika tujuannya ingin dilihat menarik oleh lawan jenis dengan pakaian yang terbuka, yakinlah itu hanya sementara. Saat ini kau berjuang keras mempercantik diri untuk menarik hati lawan jenis atau untuk hal-hal duniawi, maka hatimu akan kecewa. Mengapa? Karena ternyata wanita-wanita lain akan melakukan hal yang sama. Dan kau pun akan kelelahan menampilkan kecantikan-kecantikan semu dalam dirimu.

Baiklah, jika ada yang berkata, “Mau berjilbab atau tidak, itu adalah hak saya”, tetapi tubuh kita bukan hak kita. Status kita hanya dipinjamkan. Milik kita hanya roh yang ditiupkan ke dalam jasad yang Allah pinjamkan. Bahkan roh itu sendiri berada dalam genggaman-Nya. Jika barang yang kita pinjamkan ke orang lain, kemudian orang tersebut merusaknya maka tentu kita akan marah. Allah bebas melakukan apapun terhadap ciptaan-Nya. Jika amanah yang Dia berikan tidak dijaga dengan semestinya sesuai dengan perintahNya tentu Allah murka.

Sebab jilbabku adalah nilaiku, lambang kepatuhan kita kepada perintah Allah. Penilaian hakiki hanya dari Allah, akan terpuaskan kita akan penilaian-Nya. Allah tidak akan pilih kasih kepada hamba-Nya. Bukan Allah tidak sayang karena memerintahkan kita menutup aurat, padahal perempuan adalah makhluk yang indah. Karena keindahan tidak selalu bisa dilihat secara gratis. Biar saja ada hinaan di sekeliling kita karena ke-istiqomah-an kita menutup aurat. Karena kita adalah berlian mahal yang tidak mudah terjamah oleh sembarang orang dan bukan batu kerikil yang banyak bertebaran di jalan-jalan dan mudah di pegang.

Sebab jilbabku adalah nilaiku, lambang keshalihahan, insya Allah. Yang karenanya kita akan berusaha untuk meluruskan prilaku kita yang sebelumnya bengok. Yang karenanya semoga kita mampu menghilangkan gaya hidup Barat yang kini makin merajalela. Yang karenanya kita akan terlindungi dari segala keburukan yang ditimbulkan akibat perbuatan kita sendiri (membuka aurat). Yang karenanya kita bisa menampilkan kenyamanan dalam berbusana (bukan pengekangan) sebagai contoh kepada mereka yang sinis terhadap jilbab. 

Kita adalah hal terindah dan akan tetap menjadi hal yang terindah jika kita mampu menjaga keindahan itu hanya untuk yang berhak memilikinya. Insya Allah.


Berani Tampil Shalihah

Mengapa berjilbab?
“Karena saya adalah muslimah, dan Al-Quran memerintahkan muslimah untuk berjilbab. Itu saja, tak ada alasan lain,” jawab Wiwit dalam bahasa Inggris yang sangat fasih.

Wiwit adalah muslimah Indonesia yang tinggal di Kanada. Sebagimana dikisahkan oleh Heru Susetyo dalam bukunya The Journal of A Muslim Traveler, Wiwit yang kelahiran Bandung tahun 1981 ini sedang menjalani studinya di program undergraduate (setara S1) Departemen of Electrical Enginerring, Carleton University. 

Muslimah bernama lengkap Sawitri Mardhiyani ini telah mengenakan jilbab sejak berusia sepuluh tahun. Wiwit senantiasa berjilbab dengan gamis yang panjang jika bepergian ke kampus atau ke tempat lainnya. Ia tidak merasa sungkan ataupun malu di tengah masyarakat yang tidak banyak mengenal Islam. Jilbab tidak menghalanginya untuk beraktifitas. Wiwit aktif sebagai bendahara di Muslim Student Association (MSA) di kampusnya. Ia juga menjadi pembina di Girl’s Guide (semacam Pramuka).

Saudariku, Jilbab merupakan perintah Allah. Jilbab juga merupakan identitas seorang muslimah. Kita ambil pelajaran dari seorang muslimah di atas yang teguh memegang keyakinan dan mengamalkan keyakinannya di tengah masyarakat yang tidak mempunyai keyakinan yang sama dengannya. Justru ia semakin semangat menunjukkan bahwa dirinya adalah seorang muslimah.

Terkadang dengan adanya rintangan membuat kita semakin gigih memperjuangkan keyakinan kita. Begitupun sebaliknya, kadang dengan tiadanya rintangan dan tantangan dapat melemahkan keyakinan kita. Allah senantiasa menguji seorang hamba. Semakin besar iman seorang hamba semakin berat pula ujian yang ditimpakan kepadanya. Maka, para nabi dan orang-orang shalih, ujian yang menimpa mereka lebih berat karena kadar iman mereka yang besar. 

Jika Anda ditimpa ujian, dihadang rintangan, dan disambut tantangan ketika mengamalkan perintah Allah, ketahuilah bahwa Allah sedang menguji Anda. Maka, sikap Anda yang paling baik adalah istiqomah di jalan-Nya dan tawakal kepada-Nya. Jangan sekali-kali Anda merasa bahwa perintah Allah terlalu berat untuk dilaksanakan. Karena sesungguhnya Allah menurunkan perintah yang dapat dilaksanakan oleh seorang hamba. Dan tidaklah Allah membebani seorang hamba kecuali sesuai dengan kemampuannya. 



13 Juli 2012

Walimatul ‘Urs (Pesta Perkawinan)


Walimah asalnya berarti sempurnanya sesuatu dan berkumpulnya sesuatu. Dikatakan أولم الرجل (Awlamar Rajulu) jika terkumpul padanya akhlak dan kecerdasannya. Kemudian makna ini dipakai untuk penamaan acara makan-makan dalam resepsi pernikahan disebabkan berkumpulnya mempelai laki-laki dan perempuan dalam ikatan perkawinan. Dan tidak dinamakan walimah untuk selain resepsi pernikahan dari segi bahasa dan istilah fuqoha (para ulama). Padahal ada banyak jenis acara makan-makan yang dibuat dengan sebab-sebab tertentu, tetapi masing-masing memiliki penamaan tersendiri.

Hukum walimatul ‘urs adalah sunnah menurut jumhur ulama. Sebagian ulama mewajibkan walimah karena adanya perintah Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam dan wajibnya memenuhi undangan walimah. 

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada ‘Abdurrahman bin ‘Auf radiyallahu ‘anhu ketika dia mengkhabarkan bahwa dia telah menikah,  “Adakanlah walimah walaupun hanya dengan menyembelih seekor kambing” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dan juga Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam mengadakan walimah ketika menikah dengan Zainab, Sofiyyah, dan Maimunah binti Al-Harits.

Mengenai ukuran atau kadar dari pesta perkawinan, sebagian ahli ilmu berperdapat bahwa tidak kurang dari satu ekor kambing dan yang lebih utama adalah lebih dari itu. Seperti yang difahami dari hadits Abdurrahman bin ‘Auf di atas: “Adakanlah walimah walaupun hanya dengan menyembelih seekor kambing” (HR. Bukhari dan Muslim). 

Dan ini jika diberi kelebihan rezeki oleh Allah kepadanya. Dan jika tidak mampu maka sesuai dengan kadar kemampuannya.

Rasulullah juga mengadakan walimah ketika menikah dengan Sofiyyah berupa makanan khais yaitu tepung, mentega dan keju yang dicampur kemudian diletakkan diatas nampan. Hal ini menunjukkan bolehnya mengadakan walimah tanpa menyembelih kambing dan juga boleh mengadakannya walaupun dengan yang lebih sederhana dari itu.

Tidak boleh berlebih-lebihan (isrof) dalam walimatul ‘urs seperti yang terjadi pada zaman sekarang, misalnya dengan menyembelih banyak kambing, unta dan meyediakan banyak makanan untuk bermewahmewahan dan berlebih-lebihan padahal tidak termakan semuanya, akhirnya makanan-makanan tersebut dibuang di tempat-tempat sampah. Ini termasuk hal yang dilarang oleh syari’at dan akal yang sehat tidak akan pernah membolehkan hal tersebut. Dan dikhawatirkan bagi pelakunya dan orang yang setuju dengan perbuatan tersebut akan mendapat hukuman dari Allah dan dicabutnya nikmat.

Disamping hal itu, walimah yang seperti di atas tidak lepas dari kejelekan dan kesombongan serta berkumpulnya orang-orang yang biasanya tidak lepas dari kemungkaran. Terkadang walimah ini dilakukan di hotel-hotel yang menyebabkan para wanita tidak menghiraukan lagi pakaian yan menutup aurat, hilangnya rasa malu, bercampurnya wanita dengan laki-laki yang bisa jadi hal ini sebagai penyebab turunnya azab yang besar dari Allah.

Terkadang juga diselingi dalam pesta tersebut musik dan nyanyian yang menyenangkan para seniman, juga fotografer untuk memotret para wanita dan kedua mempelai, disamping menghabiskan harta yang banyak tanpa faedah bahkan dengan cara yang rusak dan menyebabkan kerusakan. Maka bertaqwalah kepada Allah wahai orang-orang yang seperti ini dan takutlah terhadap azab Allah.

Allah berfirman:
“Dan berapa banyaknya (penduduk) negeri yang telah Kami binasakan, yang sudah bersenang-senang dalam kehidupannya” (QS. Al-Qoshosh: 58)

“Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan” (Al-A’rof: 31)

“Makan dan minumlah rezeki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan” (Al-Baqoroh: 60)
Dan ayat-ayat yang berkaitan dengan ini sangat banyak dan jelas.

Wajib bagi yang diundang untuk menghadiri walimatul ‘urs apabila terpenuhi syarat-syarat berikut ini:
1. Walimah tersebut adalah walimah yang pertama jika walimahnya dilakukan berulang  kali. Dan tidak wajib datang untuk walimah yang selanjutnya, berdasarkan sabda Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam: “Walimah pertama adalah hak (sesuai dengan syari’at, pent), walimah kedua adalah baik, dan walimah yang ketiga adalah riya’ dan sum’ah” (HR. Abu Dawud dan yang lainnya).

Syaikh Taqiyuddin berkata: “Diharamkan makan dan menyembelih yang melebihi batas pada hari berikutnya meskipun sudah menjadi kebiasaan masyarakat atau untuk membahagiakan keluarganya, dan pelakunya harus diberi hukuman”

2. Yang mengundang adalah seorang muslim

3. Yang mengundang bukan termasuk ahli maksiat yang terang-terangan melakukan kemaksiatannya, yang mereka itu wajib dijauhi.

4. Undangannya tertuju kepadanya secara khusus, bukan undangan umum.

5. Tidak ada kemungkaran dalam walimah tersebut seperti adanya khamr (minuman keras), musik, nyanyian dan biduan, seperti yang banyak terjadi dalam acara walimah sekarang.  

Apabila terpenuhi syarat-syarat tersebut, maka wajib memenuhi undangan walimah, sebagaimana sabda Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam :
“Sejelek-jelek makanan adalah hidangan walimah yang orang-orang miskin tidak diundang tetapi orang-orang yang kaya diundang. (Meskipun demikian) barangsiapa yang tidak memenuhi undangan walimah berarti dia durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya”. (HR. Muslim).

Dan disunnahkan untuk mengumumkan pernikahan dan menampakkannya sebagaimana sabda Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam: “Umumkanlah acara pernikahan”. Dan dalam riwayat lain: “Tampakkanlah acara pernikahan” (HR. Ibnu Majah)

Disunnahkan pula menabuh rebana sebagaimana sabda Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Pembeda antara nyanyian serta musik yang halal dan yang haram adalah nyanyian dan rebana dalam acara pernikahan” (HR. Nasa’i, Ahmad dan Tirmidzi. Dan Tirmidzi menghasankannya).


Dikutip dari:

Akad Nikah, Rukun, dan Syarat-Syaratnya



Disunnahkan ketika hendak akad nikah, memulai dengan khutbah sebelumnya yang disebut khutbah Ibnu Mas’ud (khutbatul hajjah, pent) yang disampaikan oleh calon mempelai pria atau orang lain diantara para hadirin. Dan lafadznya sebagai berikut :

إن الحمد لله، نحمده، ونستعينه، ونستغفره، ونتوب إليه، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا وسيئات أعمالنا، من يهده الله؛ فلا مضل له، ومن يضلل، فلا هادي له، وأشهد أن لا إله إلا الله، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله
 “Sesungguhnya segala puji bagi Allah. Kami memuji-Nya, memohon pertolongan dan ampunan-Nya, serta kami berlindung kepada Allah dari kejahatan diri kami dan keburukan amal usaha kami. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya dan barangsiapa yang disesatkan oleh Allah, maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk. Aku bersaksi bahwa tidak yang berhak diibadahi melainkan Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya”. (HR. Imam yang lima dan Tirmidzi menghasankan hadits ini).

Setelah itu membaca tiga ayat Al-Qur’an berikut ini:
QS. Ali ‘Imran: 102:
“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam”. . 
QS. An Nisaa’: 1:
“Hai sekalian manusia bertakwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya, dan daripada keduanya Allah mengembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”. 

QS. Al-Ahzab: 70-71:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar”. 
Adapun rukun-rukun akad nikah ada 3, yaitu:
1. Adanya 2 calon pengantin yang terbebas dari penghalang-penghalang sahnya nikah, misalnya: wanita tersebut bukan termasuk orang yang diharamkan untuk dinikahi (mahram) baik karena senasab, sepersusuan atau karena sedang dalam masa ‘iddah, atau sebab lain. Juga tidak boleh jika calon mempelai laki-lakinya kafir sedangkan mempelai wanita seorang muslimah. Dan sebab-sebab lain dari penghalang-penghalang syar’i.

2. Adanya ijab yaitu lafadz yang diucapkan oleh wali atau yang menggantikannya dengan mengatakan kepada calon mempelai pria: “Saya nikahkan kamu dengan Fulanah”.

3. Adanya qobul yaitu lafadz yang diucapkan oleh calon mempelai pria atau orang yang telah diberi ijin untuk mewakilinya dengan mengucapkan : “Saya terima nikahnya”.

Syaikhul islam Ibnu Taymiah dan muridnya, Ibnul Qoyyim, menguatkan pendapat bahwa nikah itu sah dengan segala lafadz yang menunjukkan arti nikah, tidak terbatas hanya dengan lafadz Ankahtuka atau Jawwaztuka.

Orang yang membatasi lafadz nikah dengan Ankahtuka atau Jawwaztuka karena dua lafadz ini terdapat dalam Al Qur’an. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:

“Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia” (QS. Al-Ahzab: 37)

Dan firman-Nya yang lain:
“Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu” (QS. An-Nisa’:22)

Akan tetapi kejadian yang disebutkan dalam ayat tersebut tidak berarti pembatasan dengan lafadz tersebut (tazwij atau nikah). Wallahu a’lam. Dan akad nikah bagi orang yang bisu bisa dengan tulisan atau isyarat yang dapat difahami. Apabila terjadi ijab dan qobul, maka sah-lah akad nikah tersebut walaupun diucapkan dengan senda gurau tanpa bermaksud menikah (Jika terpenuhi syarat dan tidak ada penghalang sah-nya akad, pent). Karena Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ada 3 hal yang apabila dilakukan dengan main-main maka jadinya sungguhan dan jika dilakukan dengan sungguh-sungguh maka jadinya pun sungguhan. Yaitu: talak, nikah dan ruju’” (HR. Tirmidzi, no. 1184).

Adapun syarat-syarat sahnya nikah ada 4, yaitu:
1. Menyebutkan secara jelas (ta’yin) masing-masing kedua mempelai dan tidak cukup hanya mengatakan: “Saya nikahkan kamu dengan anak saya” apabila mempunyai lebih dari satu anak perempuan. Atau dengan mengatakan: “ Saya nikahkan anak perempuan saya dengan anak laki-laki anda” padahal ada lebih dari satu anak lakilakinya.
Ta’yin bisa dilakukan dengan menunjuk langsung kepada calon mempelai, atau menyebutkan namanya, atau sifatnya yang dengan sifat itu bisa dibedakan dengan yang lainnya.

2. Kerelaan kedua calon mempelai. Maka tidak sah jika salah satu dari keduanya dipaksa untuk menikah, sebagaimana hadits Abu Hurairah: “Janda tidak boleh dinikahkan sehingga dia diminta perintahnya, dan gadis tidak dinikahkan sehingga diminta ijinnya.” 
Mereka bertanya: “Wahai Rasulullah, bagaimana ijinnya?”. 
Beliau mmenjawab: “Bila ia diam”. (HR. Bukhari dan Muslim).

Kecuali jika mempelai wanita masih kecil yang belum baligh maka walinya boleh menikahkan dia tanpa seijinnya.

3. Yang menikahkan mempelai wanita adalah walinya. Berdasarkan sabda Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam: “Tidak sah pernikahan kecuali dengan adanya wali” (HR. Imam yang lima kecuali Nasa’i).

Apabila seorang wanita menikahkan dirinya sendiri tanpa wali maka nikahnya tidak sah. Di antara hikmahnya, karena hal itu merupakan penyebab terjadinya perzinahan dan wanita biasanya dangkal dalam berfikir untuk memilih sesuatu yang paling maslahat bagi dirinya. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an tentang masalah pernikahan, ditujukan kepada para wali:
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu” (QS. An-Nuur: 32)
“Maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka” (QS. Al-Baqoroh: 232)

Dan ayat-ayat yang lainnya. Wali bagi wanita adalah: bapaknya, kemudian yang diserahi tugas oleh bapaknya, kemudian ayah dari bapak terus ke atas, kemudian anaknya yang laki-laki kemudian cucu laki-laki dari anak lakilakinya terus ke bawah, lalu saudara laki-laki sekandung, kemudian saudara laki-laki sebapak, kemudian keponakan laki-laki dari saudara laki-laki sekandung kemudian sebapak, lalu pamannya yang sekandung dengan bapaknya, kemudian pamannya yang sebapak dengan bapaknya, kemudian anaknya paman, lalu kerabat-kerabat yang dekat keturunan nasabnya seperti ahli waris, kemudian orang yang memerdekakannya (jika dulu ia seorang budak, pent), kemudian baru hakim sebagai walinya.

4. Adanya saksi dalam akad nikah, sebagaimana hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Jabir:
"Tidak sah suatu pernikahan tanpa seorang wali dan dua orang saksi yang adil (baik agamanya, pent)." (HR. Al-Baihaqi dari Imran dan dari Aisyah, shahih, lihat Shahih Al-Jamius Shaghir oleh Syaikh Al-Albani no. 7557).

Maka tidak sah pernikahan kecuali dengan adanya dua orang saksi yang adil. Imam Tirmidzi berkata: “Itulah yang difahami oleh para sahabat Nabi dan para Tabi’in, dan para ulama setelah mereka. Mereka berkata: “Tidak sah menikah tanpa ada saksi”. Dan tidak ada perselisihan dalam masalah ini diantara mereka. Kecuali dari kalangan ahlu ilmi Muta’akhirin (belakangan)”.


Khitbah (Meminang)



Rasulullah bersabda:
“Apabila seorang diantara kalian mengkhitbah (meminang) seorang wanita, maka jika dia bisa
melihat apa yang mendorongnya untuk menikahinya maka lakukanlah” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

Dalam hadits lain: “Lihatlah dia, sebab itu lebih patut untuk melanggengkan diantara kalian berdua” (HR. At-Tirmidzi, 1087)

Hadits tersebut menunjukkan bolehnya melihat apa yang lazimnya nampak pada wanita yang dipinang tanpa sepengetahuannya dan tanpa berkhalwat (berduaan) dengannya.

Para ulama berkata: “Dibolehkan bagi orang yang hendak meminang seorang wanita yang kemungkinan besar pinangannya diterima, untuk melihat apa yang lazimnya nampak dengan tidak berkholwat (berduaan) jika aman dari fitnah”.

Dalam hadits Jabir, dia berkata: “Aku (berkeinginan) melamar seorang gadis lalu aku bersembunyi untuk melihatnya sehingga aku bisa melihat darinya apa yang mendorongku untuk menikahinya, lalu aku menikahinya” (HR. Abu Dawud, no. 2082).

Hadits ini menunjukkan bahwa Jabir tidak berduaan dengan wanita tersebut dan si wanita tidak mengetahui kalau dia dilihat oleh Jabir. Dan tidaklah terlihat dari wanita tersebut kecuali yang biasa terlihat dari tubuhnya. Hal ini rukhsoh (keringanan) khusus bagi orang yang kemungkinan besar pinangannya diterima. Jika kesulitan untuk melihatnya, bisa mengutus wanita yang dipercaya untuk melihat wanita yang dipinang kemudian menceritakan kondisi wanita yang akan dipinang.

Berdasarkan apa yang diriwayatkan bahwa Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Ummu Sulaim untuk melihat seorang wanita (HR. Ahmad).

Barangsiapa yang diminta untuk menjelaskan kondisi peminang atau yang dipinang, wajib baginya untuk menyebutkan apa yang ada padanya dari kekurangan atau hal lainnya, dan itu bukan termasuk ghibah.

Dan diharamkan meminang dengan ungkapan yang jelas (tashrih) kepada wanita yang sedang dalam masa ‘iddah (masa tunggu, yang tidak bisa diruju’ oleh suami atau ditinggal mati suaminya, pent). Seperti ungkapan: “Saya ingin menikahi Anda”.

Berdasarkan firman Allah Ta’ala:
“Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran” (QS. 2: 235)
 
Dan dibolehkan sindiran dalam meminang wanita yang sedang dalam masa ‘iddah. Misalnya dengan ungkapan: “Sungguh aku sangat tertarik dengan wanita yang seperti anda” atau “Dirimu selalu ada dalam jiwaku”.

Ayat tersebut menunjukkan haramnya tashrih, seperti ungkapan: “Saya ingin menikahi anda” karena tashrih tidak ada kemungkinan lain kecuali nikah. Maka tidak boleh memberi harapan penuh sebelum habis masa ‘iddahnya.

Diharamkan meminang wanita pinangan saudara muslim lainnya. Barangsiapa yang meminang seorang wanita dan diterima pinangannya, maka diharamkan bagi orang lain untuk meminang wanita tersebut sampai dia diijinkan atau telah ditinggalkan.

Berdasarkan sabda Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam: “Janganlah seorang laki-laki meminang wanita yang telah dipinang saudaranya hingga dia menikah atau telah meninggalkannya” (HR. Bukhari dan Nasa’i).

Dalam riwayat Muslim: “Tidak halal seorang mukmin meminang wanita yang telah dipinang saudaranya hingga dia meninggalkannya”. 
Dalam hadits Ibnu Umar: “Janganlah kalian meminang wanita yang telah dipinang saudaranya” (Muttafaqun ‘alaih). 
Dalam riwayat Bukhari: “Janganlah seorang laki-laki  meminang di atas pinangan laki-laki lain hingga peminang sebelumnya meninggalkannya atau dengan seijinnya”.

Hadits-hadits tersebut menunjukkan atas haramnya pinangan seorang muslim di atas pinangan
saudaranya, karena hal itu menyakiti peminang yang pertama dan menyebabkan permusuhan diantara manusia dan melanggar hak-hak mereka. Jika peminang pertama sudah ditolak atau peminang kedua diijinkan atau dia sudah meninggalkan wanita tersebut, maka boleh bagi peminang kedua untuk meminang wanita tersebut. 

Sesuai dengan sabda Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam: “Hingga dia diijinkan atau telah ditinggalkan”. Dan ini termasuk kehormatan seorang muslim dan haram untuk merusak kehormatannya.

Sebagian orang tidak peduli dengan hal ini, dia maju untuk meminang seorang wanita padahal dia mengetahui sudah ada yang mendahului meminangnya dan telah diterima oleh wanita tersebut. Kemudian dia melanggar hak saudaranya dan merusak pinangan saudaranya yang telah diterima. 

Hal ini adalah perbuatan yang sangat diharamkan dan pantas bagi orang yang maju untuk mengkhitbah wanita yang telah didahului oleh saudaranya ini untuk tidak diterima dan dihukum, juga mendapat dosa yang sangat besar. Maka wajib bagi seorang muslim untuk memperhatikan masalah ini dan menjaga hak saudaranya sesama muslim. 
Sesungguhnya sangat besar hak seorang muslim atas saudara muslim lainnya. Janganlah meminang wanita yang sudah dipinang saudaranya dan jangan membeli barang yang dalam tawaran saudaranya dan jangan menyakiti saudaranya dengan segala bentuk hal yang menyakitkan.


Manfaat Menikah





Nikah mempunyai manfaat yang sangat besar di antaranya:

1. Tetap terjaganya keturunan manusia, memperbanyak jumlah kaum muslimin dan menggetarkan orang kafir dengan adanya generasi yang berjuang di jalan Allah dan membela
agamanya.

2. Menjaga kehormatan dan kemaluan dari berbuat zina yang diharamkan yang merusak masyarakat.

3. Terlaksananya kepemimpinan suami atas istri dalam memberikan nafkah dan penjagaan kepadanya.
Allah berfirman:
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita)” (4: 34)

4. Mendapatkan ketenangan dan kelembutan hati
bagi suami dan istri serta ketenteraman jiwa
mereka.

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya
diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir” (QS. Ar-Ruum:21).

5. Menjaga masyarakat dari akhlak yang keji (zina, pent) yang menghancurkan moral serta menghilangkan kehormatan.

6. Terjaganya nasab dan ikatan kekerabatan antara yang satu dengan yang lainnya serta terbentuknya keluarga yang mulia yang penuh kasih sayang, ikatan yang kuat dan tolong-menolong dalam kebenaran.

7. Mengangkat derajat manusia dari kehidupan ala binatang menjadi kehidupan insan yang mulia.

Dan masih banyak manfaat besar lainnya dengan adanya pernikahan yang syar’i, mulia dan bersih yang tegak berlandaskan Al Qur’an dan As Sunnah. Menikah adalah ikatan syar’i yang menghalalkan hubungan antara laki-laki dan perempuan.
Sebagaimana sabda Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Berwasiatlah tentang kebaikan kepada para wanita, sesungguhnya mereka bagaikan tawanan di sisi kalian. Kalian telah menghalalkan kemaluan mereka dengan kalimat Allah (akad nikah, pent)”
Akad nikah adalah ikatan yang kuat antara suami dan istri.

Allah berfirman:
“Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat”.(QS.4:21)
Yaitu akad (perjanjian) yang mengharuskan bagi pasangan suami istri untuk melaksanakan janjinya.

Allah berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu”. (QS. Al-Maidah:1)


Dikutip dari:


Bekal-bekal Pernikahan (Download Ebook)





Islam adalah agama yang syumul (universal). Agama yang mencakup semua sisi kehidupan. Tidak ada  suatu masalah pun, dalam kehidupan ini, yang tidak dijelaskan. Dan tidak ada satu pun masalah yang tidak disentuh nilai Islam, walau masalah tersebut nampak kecil dan sepele. Itulah Islam, agama yang memberi rahmat bagi sekalian alam.

Dalam masalah perkawinan, Islam telah berbicara banyak. Dari mulai bagaimana mencari kriteria bakal calon pendamping hidup, hingga bagaimana memperlakukannya kala resmi menjadi sang penyejuk hati. Islam menuntunnya. Begitu pula Islam mengajarkan bagaimana mewujudkan sebuah pesta pernikahan yang meriah, namun tetap mendapatkan berkah dan tidak melanggar tuntunan sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, begitu pula dengan pernikahan yang sederhana namun tetap penuh dengan pesona. Islam mengajarkannya.

Dalam buku ini dibahas tentang: 

Semoga kita bisa mengambil manfaat dari pembahasan-pembahasan tersebut.

Download ebook Bekal-bekal Pernikahan
DOWNLOAD


Zakat Fitri

Puasa Ramadhan
Zakat fitri adalah kewajiban yang Rasulullah wajibkan di akhir Ramadhan (yakni pada hari Idul Fitri). Abdullah bin Umar meriwayatkan:
 “Rasulullah mewajibkan zakat fitr di bulan Ramadhan atas setiap budak, orang-orang yang merdeka, laki-laki, perempuan, anak-anak dan orang dewasa dari kaum Muslimin.” (Mutafaqun alaihi).

Zakat fitr terdiri dari satu sa’ makanan, khususnya jenis bahan makanan yang diusahakan manusia dari hasil bumi. Abu Said al-Khudri meriwayatkan:
“Di masa Nabi kami biasa mengeluarkan satu sha’ makanan di hari Fitr. (Yakni hari Id). Dan makanan kami (saat itu) gandum, susu kering, kismis dan dan kurma.” (HR Bukhari)

Maka tidaklah terhitung sebagai Zakat dalam bentuk uang, selimut, pakaian, makanan, daging, dan sebagainya, karena hal ini bertentangan dengan apa yang diperintahkan oleh Nabi . Dan Nabi berkata:
“Barangsiapa yang melakukan amalan yang tidak ada dasarnya dari kami, maka dia tertolak,” yang berarti bahwa amalan itu kembali kepada dirinya. Berat satu sha’ adalah dua kilo empat puluh gram dari gandum yang baik. Ini adalah ukuran berat nabawiyah 1 sha’ yang Nabi tentukan untuk memberikan Zakat Fitr.
Adalah menjadi kewajiban untuk mengeluarkan Zakat FItr sebelum shalat Id. Lebih disukai untuk memberikan pada hari Id sebelum shalat. Juga diperbolehkan memberikannya sebelum hari Id satu atau dua hari sebelumnya, dan tidak sah memberikannya setelah shalat Id. Ini berdasarkan hadits Ibnu Abbas bahwa Nabi “mewajibkan Zakat Fitr sebagai alat untuk membersihkan puasa seseorang dari perkataan yang sia-sia, perbuatan tercela dan sebagai jalan untuk memberi makan orang miskin. Maka barangsiapa yang memberikannya sebelum shalat, maka zakatnya diterima. Dan barangsiapa yang  memberikannya setelah shalat maka itu dianggap sebagai salah satu bentuk sedekah.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Abu Dawud)

Namun demikian, jika dia tidak mengetahui bahwa hari itu adalah Id sampai setelah shalat Id, atau jika pada saat dibagikan dia berada di tempat atau di negara yang tidak melakukannya, diperbolehkan baginya untuk memberikannya setelah shalat (Id), manakala dia mampu memberikannya. 

Wallahu a’lam. Shalawat dan salam atas Nabi Muhammad, keluarganya, dan para Sahabatnya.


Dikutip dari kitab Pelajaran mengenai Puasa, Tarawih, dan Zakat karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Yang Berhak Menerima Zakat

Puasa Ramadhan

Yang berhak menerima Zakat adalah mereka yang kepadanya zakat diberikan. Allah sendiri menjelaskannya:
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS At-Taubah: 60)

1. Fuqara (Fakir)
Adalah orang-orang yang tidak dapat memenuhi kebutuhan mereka kecuali sangat sedikit, yang kurang dari setengah (tahun). Maka ketika seseorang tidak dapat menemukan sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan keluarganya setidaknya selama setengah tahun dia dianggap fakir dan dia harus diberikan apa yang dapat mencukupi dirinya dan keluarganya untuk satu tahun.

2. Masakin (miskin)
Adalah orang-orang yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya selama setengah tahun atau lebih, namun tidak mencukupi untuk satu tahun. Maka mereka harus menerima bantuan yang dapat memenuhi kebutuhan setahun bagi mereka. Jika seseorang tidak mempunyai uang tunai, namun mempunyai sumber penghasilan, seperti profesi, gaji atau keuntungan dari investasi yang akan mendukungnya secara finansial, dia tidak boleh diberikan Zakat. Ini berdasarkan sabda Nabi :
“Tidak ada bagian darinya (yakni Zakat) bagi orang kaya atau orang sehat yang dapat bekerja.” (HR. Abu Dawud, An-Nasa’i, dan Ahmad)

3. Amil (orang yang mengumpulkan zakat)
Mereka adalah orang-orang yang ditugaskan oleh penguasa untuk mengumpulkan zakat dari mereka yang wajib mengeluarkannya, dan membagikannya kepada orang-orang yang berhak menerimanya, menjaga baitul mal dan tugas-tugas lain yang berkaitan dengan zakat. Maka mereka harus diberikan bagian zakat sesuai dengan pekerjaan yang mereka lakukan, meskipun jika mereka adalah orang kaya.

4. Muallaf – Orang-orang yang hatinya mudah berpaling
Ini mencakup kelompok atau pemimpin kelompok yang tidak memiliki keimanan yang kuat. Mereka harus diberikan zakat untuk menguatkan keimanan mereka, yang akan menjadikan mereka penyeru-penyeru (da’i) Islam dan menjadi teladan yang baik. Namun bagaimana jika seseorang lemah dalam keislamannya, dan dia bukan dari kalangan pemimpin yang diikuti dan ditaati, namun dari kalangan masyarakat biasa, apakah dia harus diberikan zakat untuk menguatkan keimanannya?

Sebagian ulama berpendapat bahwa zakat harus diberikan kepadanya karena memberikan manfaat kepada agama seseorang lebih baik daripada memberikan manfaat kepada jasadnya. Lihatlah contoh orang yang miskin. Dia diberikan Zakat untuk memberi makan pada jasadnya. Maka memberi makan kepada hati seseorang dengan keimanan adalah jauh lebih baik dan lebih bermanfaat. Namun demikian, sebagian ulama berpendapat bahwa dia tidak diberikan zakat karena manfaat dari penguatan keimanannya adalah manfaat perorangan yakni hanya bagi dia semata.

5. Budak
Yang termasuk di dalamnya adalah membeli budak dengan menggunakan uang Zakat untuk membebaskannya, demikian juga membebaskan tawanan perang dari kalangan Muslimin.

6. Orang-orang yang dililit utang
Mereka adalah orang-orang yang berutang. Hal ini dilakukan dengan syarat mereka tidak memiliki sesuatu yang memungkinkan mereka untuk membebaskan diri dari utang tersebut. Maka orang-orang ini patut diberikan yang cukup untuk membebaskan mereka dari utangnya, apakah itu sedikit atau banyak, meskipun mereka mungkin kaya karena mata pencahariannya. Maka dalam perkara dimana seseorang mempunyai penghasilan yang mencukupi untuk penghidupan dirinya dan keluarganya, namun dia memiliki utang yang tidak mampu dibayarnya, dia dapat diberikan sejumlah zakat yang akan menghapuskan utang darinya.

Namun demikian, tidak diperbolehkan bagi seseorang yang memiliki piutangk epada orang miskin untuk membatalkan piutang tersebut, dengan maksud untuk memberikan bagian zakatnya dengan cara itu.

7. Di jalan Allah (fi sabilillah)
Ini adalah jihad fi sabililllah. Maka orang-orang yang berperang dalam jihad harus diberikan bagian Zakat yang dapat mencukupi mereka untuk berjihad dan memungkinkan mereka membeli peralatan yang diperlukan untuk Jihad fi Sabilillah.

Yang juga termasuk dalam ‘Di jalan Allah’ adalah ilmu syar’i. Maka seorang penuntut ilmu syar’i harus diberikan sejumlah yang memungkinkannya untuk menuntut ilmu seperti buku, dan lain sebagainya. Kecuali jika dia memiliki uang yang memungkinkannya untuk meraih hal itu.

8. Ibnu Sabil
Ibnu Sabil adalah seorang musyafir yang terhenti dalam perjalanannya. Maka dia harus diberikan zakat yang cukup untuk memungkinkan dia kembali ke negerinya. 
Inilah orang-orang yang berhak menerima Zakat, mereka yang disebutkan Allah di dalam Kitab-Nya dan mengabarkan kepada kita bahwa ini adalah perkara yang diwajibkan oleh-Nya, yang bersumber dari Ilmu dan Kebijaksanaan-Nya. Dan Allah adalah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

Tidak diperbolehkan untuk memberikan Zakat kepada selainnya, seperti untuk pembangunan masjid dan perbaikan jalan. Hal ini karena Allah telah memyampaikan kepada kita orang-orang yang berhak menerima Zakat dengan maksud untuk membatasi hanya pada yang disebutkan saja. Maka pembatasan ini menunjukkan bahwa kita harus mengabaikan semua orang yang berpotensi menerima zakat yang lainnya karena tidak tercakup dalam pembatasan
tersebut.

Jika kita berpikir tentang orang-orang yang dapat kita berikan Zakat, kita akan menyadari bahwa diantara mereka ada orang-orang yang membutuhkan Zakat untuk kepentingan pribadi sebagaimana juga orang-orang yang membutuhkannya untuk kepentingan kaum Muslimin secara umum. Maka dengan ini, kita dapat melihat betapa hikmah dibalik kewajiban Zakat.
Dan kita akan mengetahui bahwa hikmah dibalik Zakat adalah untuk membentuk masyarakat yang tegak sempurna, sebaik mungkin. Dan bahwa Islam tidak mengenyampingkan masalah harta atau manfaat yang dapat diperoleh dari kekayaan, tidak juga membiarkan sifat rakus dan kikir merajalela tanpa kendali dengan kebakhilan dan keinginan yang sia-sia. Sebaliknya, ini merupakan petunjuk yang agung pendorong kearah kebaikan dan perbaikan umat. Dan segala puji bagi Allah, Tuhan seru sekalian alam.


Dikutip dari kitab Pelajaran mengenai Puasa, Tarawih, dan Zakat karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

PROMO BUKU

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More