MUSLIMAH

Menuju Insan yang Shalihah

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

MUTIARA DAKWAH

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

15 Februari 2013

Di Manakah Kebahagiaan

Cara Menggapai Kebahagiaan

Orang-orang bertanya-tanya, “Di manakah kebahagiaan itu?”
Sebagian besar orang selama hidupnya mencari kebahagiaan dan mereka tidak menemukannya. Orang-orang kaya, pejabat, artis, mereka merasakan kesedihan, kegundahan, dan kebimbangan di sebagian besar waktu mereka. Dan mereka merasa amat jauh dengan kebahagiaan.

Inilah salah satu kebahagiaan yang bisa dirasakan jiwa. Ketika Anda berada di antara saudara-saudara seiman yang shalih, ketika Anda melaksanakan qiyamul lail bersama mereka, ketika kau bersama-sama mendengarkan nasihat-nasihat, ketika Anda bersama-sama makan sahur bersama mereka, dan ketika Anda melaksanakan shalat Subuh berjamaah. Inilah aktivitas-aktivitas yang dapat menghantarkan Anda merasakan kebahagiaan. 

Berkumpul bersama orang-orang shalih akan mampu meningkatkan iman Anda. Benarlah para ulama ketika mereka menulis sebuah kitab tentang kebahagiaan, mereka menempatkan iman dan amal shalih di urutan pertama sebagai jalan untuk menggapai kebahagiaan yang hakiki.

Abdullah Al-Inthaqi berkata, “Ada lima hal yang termasuk penawar hati, yaitu: 1) bergaul dengan orang-orang shalih, 2) membaca Al-Quran, 3) sedikit makan, 4) shalat malam, dan 5) bermunajat kepada Allah pada waktu sahur.” (Nashaihul ’Ibaad)

Berkaitan dengan poin pertama, yaitu bergaul dengan orang-orang shalih, ada sebuah kisah yang dicantumkan dalam kitab Thariq As-Sa’adah tentang seorang pemuda yang tidak menemukan kebahagiaan dalam ketenaran dan kemewahan hidupya sehingga ia berusaha mencari kebahagiaan yang hakiki. Pemuda ini bernama Sa’id Az-Zayyani.

Sa’id Az-Zayyani bercerita, “Saya berkata dalam hati, ‘Sesungguhnya orang-orang yang bahagia adalah para aktor dan aktris.’ Lalu saya ingin bergabung dengan mereka (para artis) sehingga saya ikut dalam dunia film, kemudian menjadi artis papan atas. Saya tidak akan bermain film kecuali menjadi aktor utama dalam semua sesi yang dilakukan. Sebenarnya saya menjadi pribadi yang terkenal di negeriku (yakni Maroko). Saya tidak mengendarai kecuali mobil termewah dan termahal. Saya tidak memakai pakaian kecuali pakaian mahal. Kedudukan sosial berada di strata atas.

Teman-temanku adalah para pembesar dari kalangan pejabat dan lain-lain. Saya berpindah dari satu istana ke istana lainnya. Semua pintu dibukakan bagiku seakan-akan saya adalah pemilik istana itu. Akan tetapi, walaupun mendapatkan semua itu, saya tetap merasa belum mencapai kebahagiaan yang selama ini dicari.”

Begitulah, wahai saudaraku, ternyata harta dunia dan kemewahan perhiasan tidak dapat mendatangkan kebahagiaan. Sa’id Az-Zayyani melanjutkan ceritanya, “Saya berencana untuk mengadakan perjalanan santai ke Belgia untuk mengunjungi saudaraku. Saya berencana lewat sebentar di sana, kemudian melanjutkan perjalanan ke berbagai negara di dunia.

Saya melakukan perjalanan ke Belgia dan bertemu saudaraku di sana. Akan tetapi, saya dikejutkan oleh keadaannya yang berubah dan kehidupannya yang berbeda. Yang paling penting dari semua itu adalah kebahagiaan yang memenuhi rumah dan kehidupannya. Saya banyak terpengaruh dengan apa yang terlihat, terutama hubungan yang kuat di antara pemuda muslim di kota itu. Mereka memelukku dengan penuh kehangatan dan menyambutku dengan sebaik-baik sambutan. Mereka mengundangku untuk menghadiri majelis dan perkumpulan mereka, serta berkenalan dengan mereka secara lebih intens.

Saya menghadiri pertemuan itu. Saya merasakan perasaan yang aneh ketika duduk bersama mereka. Saya merasakan kebahagiaan besar meliputi, sesuatu yang belum pernah saya rasakan sebelumnya. Bersamaan dengan berlalunya waktu, saya menghabiskan liburanku untuk melanjutkan kebahagiaan ini, yaitu kebahagiaan yang selama ini saya cari dan belum mendapatkannya.

Saya merasa bahagia bersama dengan orang-orang pilihan itu. Kebahagiaan itu bertambah hari demi hari, sedangkan kesempitan, kegalauan, dan kesusahan berkurang hari demi hari, sampai akhirnya hatiku dipenuhi cahaya iman. Saya mengetahui jalan menuju Allah yang selama ini saya tersesat menempuhnya, padahal saya memiliki harta, kekayaan, dan ketenaran.

Ketika itu saya mengetahui bahwa bahagia bukanlah dalam perhiasan palsu itu. Kebahagiaan itu hanya ada dalam ketaatan kepada Allah.


SURAT AL-WAQI’AH
Mari kita renungi bersama Al-Quran surat Al-Waqi’ah ayat 10-40, yang terjemahannya berikut ini.

10. Dan orang-orang yang beriman paling dahulu,
11. mereka itulah yang didekatkan kepada Allah.
12. Berada dalam jannah kenikmatan.
13. Segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu,
14. dan segolongan kecil dari orang-orang yang kemudian.
15. Mereka berada di atas dipan yang bertahta emas dan permata,
16. seraya bertelekan di atasnya berhadap-hadapan.
17. Mereka dikelilingi oleh anak-anak muda yang tetap muda,
18. dengan membawa gelas, cerek dan minuman yang diambil dari air yang mengalir.
19. Mereka tidak pening karenanya dan tidak pula mabuk,
20. dan buah-buahan dari apa yang mereka pilih,
21. dan daging burung dari apa yang mereka inginkan.
22. dan ada bidadari-bidadari bermata jeli,
23. laksana mutiara yang tersimpan baik.
24. Sebagai balasan bagi apa yang telah mereka kerjakan.
25. Mereka tidak mendengar di dalamnya perkataan yang sia-sia dan tidak pula perkataan yang menimbulkan dosa,
26. akan tetapi mereka mendengar ucapan salam.
27. Dan golongan kanan, alangkah bahagianya golongan kanan itu.
28. Berada di antara pohon bidara yang tak berduri,
29. dan pohon pisang yang bersusun-susun (buahnya),
30. dan naungan yang terbentang luas,
31. dan air yang tercurah,
32. dan buah-buahan yang banyak,
33. yang tidak berhenti (berbuah) dan tidak terlarang mengambilnya,
34. dan kasur-kasur yang tebal lagi empuk.
35. Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung
36. dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan,
37. penuh cinta lagi sebaya umurnya,
38. (kami ciptakan mereka) untuk golongan kanan,
39. (yaitu) segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu,
40. dan segolongan besar pula dari orang-orang yang kemudian.


Tanda-tanda Cinta



Orang yang sedang merasakan cinta kepada seseorang akan nampak perasaan cinta itu pada sifat dan perbuatan anggota badannya. Rasa cinta yang bersemayam dalam hati akan melahirkan tindakan-tindakan yang mencerminkan apa yang sedang dirasakan oleh hatinya.

Rasa cinta mempunyai tanda-tanda pada diri seseorang. Berikut ini beberapa tanda cinta yang akan nampak pada diri seseorang yang sedang jatuh cinta.

1. Senantiasa menghujamkan pandangan mata kepada orang yang dicintainya
Mata adalah pintu hati, ia juga merupakan pengungkap isi hati dan penyibak rahasia-rahasianya. Maka tak heran jika engkau saksikan pandangan orang yang jatuh cinta tertuju kepada orang yang dicintainya ke manapun ia pergi.

Sebagaimana ungkapan sebuah syair:
Pandangan mataku terikat pada gerakmu
Meski tubuhku terdiam membeku
Namun pandanganku senantiasa mengikutimu


2. Malu-malu jika orang yang dicintainya memandangnya
Salah satu tanda cinta adalah dirinya malu-malu bila dipandang oleh orang yang dicintainya. Untuk itu ia hanya bisa memandang ke bawah, ke permukaan tanah, karena dia merasa sungkan kepada orang yang dicintainya, karena didorong perasaan malu kepadanya, dan karena adanya keagungan kedudukan orang yang dicintainya di dalam hatinya.

Sebagaimana ungkapan sebuah syair:
Hujaman tombak niscaya kan bisa kuhadang
Namun, hujaman pandanganmu membuatku tak berdaya
Karna pandanganmu lebih tajam dari ujung tombak
Dan lebih cepat dari lesatan anak panah


3. Senantiasa menyebut nama orang yang dicintainya
Di antara tanda-tanda cinta yang menunjukkan seseorang jatuh cinta kepada orang yang dicintainya adalah dia senantiasa menyebut orang yang dicintainya, selalu mengingatnya, dan membicarakannya. Barangsiapa yang mencintai seseorang maka sudah pasti dia banyak mengingatnya di dalam hati dan menyebut namanya dengan lisannya.

4. Selalu taat terhadap perintah sang kekasih
Salah satu tanda cinta yaitu selalu taat terhadap perintah sang kekasih, mendahulukan kehendak sang kekasih daripada kehendaknya sendiri. Bahkan, tanda cinta ini adalah penyatuan kehendak orang yang mencintai dengan orang yang dicintai.

5. Memperhatikan perkataan orang yang dicintai dan mendengarkannya dengan sungguh-sungguh
Salah satu tanda cinta adalah senantiasa memperhatikan perkataan orang yang dicintai dan mendengarkannya. Hatinya senantiasa ada untuk mendengarkan perkata orang ayng dicintai.

6. Mencintai tempat tinggal orang yang dicintai
Salah satu tanda cinta adalah mencintai tempat tinggal orang yang dicintai, bahkan mencintai tempat yang disenangi oleh orang yang dicintai.

Sebagaimana ungkapan sebuah syair yang disebutkan dalam kitab Raudhatul Muhibbin:
Kulewati malam dari satu rumah ke rumah lain
Kuraba setiap permukaan dinding ke dinding lain
Mencintai tempat tinggal adalah sebagian dari cinta
Yang lebih penting lagi adalah mencintai penghuninya


7. Segera menghampiri orang yang dicintainya
Salah satu tanda cinta adalah orang yang jatuh cinta segera menghampiri orang yang dicintainya, dia akan menempuh seluruh jalan yang bisa mengantarkannya kepada orang yang dicintainya. Dia terus berusaha agar bisa berdekatan dengan orang yang dicintainya.

Dirinya selalu berusaha mencari jalan menuju kekasihnya, terus bersungguh-sungguh untuk bisa bersua dengan kekasihnya, dan menyukai apapun jalan yang bisa mengantarkannya kepada kekasihnya.

8. Jalan yang dilalui terasa pendek saat mengunjungi orang yang dicintai
Jalan yang dilalui terasa cepat baginya, seakan-akan jalan itu terasa dilipat untuknya.
Sebaliknya, jalan yang ditempuh saat kembali dari orang yang dicintai terasa panjang sekali -meskipun sebenarnya jalan itu pendek.

Dalam sebuah syair disebutkan:
Jika hati ini hendak melihatmu
Seakan-akan jalan panjang itu terlipat
Waktu berputar cepat
Dan tiba-tiba aku berada dihadapanmu

9. Cemburu kepada orang yang cintai
Salah satu tanda cinta adalah perasaan cemburu di dalam hatinya kepada orang yang dicintainya. Rasa cemburu juga bisa bangkit jika orang yang dicintainya disakiti, dirampas haknya, dan diganggu urusannya. Ini merupakan gambaran cemburu yang hakiki dari orang yang sedang jatuh cinta.

10. Rela berkorban untuk mendapatkan keridhaan orang yang dicintai
Salah satu tanda cinta adalah orang yang mencinta rela berkorban untuk mendapatkan keridhaan orang yang dicintainya, semampu yang bisa dia lakukan.

Dalam masalah ini, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam Raudhatul Muhibbin menyebutkan tiga keadaan orang yang jatuh cinta:

  1. Pada awalnya, pengorbanan yang dilakukan terasa berat dan membebani. 
  2. Jika perasaan cinta semakin kuat, maka pengorbanan akan dilakukan dengan sukarela dan senang hati. 
  3. Jika cinta itu tertanam kuat di dalam hati, maka pengorbanannya sudah menjadi tuntutan dan permintaan yang seakan-akan harus dipenuhi dari orang yang dicintainya. Bahkan, dia rela mengorbankan nyawanya sekalipun, demi membela orang yang dicintainya.

*Sukoharjo, 27 September 2012



Wanita Itu Mulia dan Ingin Dimuliakan


Anda begitu mulia. Sadarkah Anda wahai saudariku jika Anda begitu mulia.

Anda begitu mulia. Anda adalah permata zaman. Anda adalah oase kesejukan. Anda selembut sutra sekuat berlian, begitulah kata pujangga.

Tentu Anda sering mendengar ada dua orang berkelahi memperebutkan seorang wanita. Atau Anda mendengar seseorang rela menempuh bahaya demi seorang wanita. Betapa berharganya diri Anda.

“Ladies first” adalah sebuah ungkapan yang juga untuk menghormati wanita. Ada juga ungkapan “Perlakukan wanita dengan perasaan”. Memang sudah selayaknya setiap laki-laki menghargai dan memuliakan wanita. Dari rahim seorang wanitalah eksistensi manusia terus berlanjut. Betapa besar peran wanita dalam kehidupan ini. Maka, mestinya setiap wanita di dunia ini mendapatkan penghargaan.

Tidak pantas bila seorang laki-laki menghina dan melecehkan wanita. Bukankah laki-laki itu juga terlahir dari rahim wanita. Tidak pantas bila seorang lelaki berkata-kata kasar kepada wanita, terlebih lagi kepada ibunya. Berkata, “Ah…” pun juga tidak pantas.

Tapi kenyataannya sekarang banyak tindakan pelecehan yang dialami wanita. Bagaimana ini bisa terjadi? Sudah sebegitu jahatkah laki-laki sekarang ini? Apa zaman memang sudah benar-benar rusak?

Atau memang wanitanya yang ingin dilecehkan? Tidak mungkin ada wanita yang ingin dilecehkan. Tapi, bisa juga benar. Bukankah laki-laki tertarik kepada wanita salah satunya karena fisiknya, karena kecantikan wajahnya? 
Apalagi yang dipandang tidak hanya sebatas wajah. Laki-laki yang di dalam hatinya terdapat penyakit suka memandang wanita yang mengenakan pakaian yang tidak menutup aurat secara sempurna sehingga memperlihatkan bagian yang seharusnya tak terlihat. Jika laki-laki yang memandang itu tidak bisa menahan nafsu syahwatnya, maka terjadilah apa yang terjadi. Wanita menjadi korban pelecehan.

Wanita memang mulia. Tetapi wanita itu sendiri yang menjadikan ia mulia atau sebaliknya. Jadi, muliakanlah diri Anda sendiri maka orang lain akan memuliakan Anda. 



4 Februari 2013

Putra Khalifah Menjadi Kuli



Dikisahkan dalam kitab At-Tawwabin karya Ibnu Qudamah tentang seorangputra khalifah yang meninggalkan kehidupan mewah di istana dan menjadi seorang kuli panggul.

Suatu hari ‘Abdullah bin Faraj Al-Abid memerlukan buruh harian untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Maka ia pun pergi ke pasar. Sesampainya di sana, ia menemukan sekumpulan buruh harian. Ternyata di barisan paling belakangnya ada seorang pemuda berjubah dan berpakaian dari bulu yang wajahnya pucat pasi. Ia tengah membawa kerangjang besar.

“Kamu mau bekerja?” tanya ‘Abdullah bin Faraj kepadanya.
“Ya,” jawabnya.
“Berapa bayarannya?”
“Satu seperenam dirham.”
“Baiklah!”
“Tapi, ada syaratnya.”

“Apa syaratnya?” tanya ‘Abdullah bin Faraj. 

“Jika waktu Dhuhur tiba dan muadzin telah mengumandangkan adzan, aku akan berhenti bekerja; kemudian bersuci dan menunaikan shalat secara berjama’ah di masjid. Lalu kembali bekerja lagi. Demikian pula pada waktu shalat Ahsar,” pintanya.
“Baiklah!”

‘Abdullah bin Faraj menyuruhnya memindahkan barang dari satu tempat ke tempat lainnya. Pemuda itu pun mengikat tubuhnya lalu mulai bekerja dan sama sekali tidak mengajak ‘Abdullah bicara hingga muadzin mengumandangkan adzan Dhuhur.

“Hai, hamba Allah. Muadzin telah mengumandangkan adzan,” serunya.
“Silakan!” jawab ‘Abdullah.

Ia pergi dan menunaikan shalat. Setelah pulang, ia kembali bekerja dengan baik hingga waktu Ashar, ketika muadzin mengumandangkan adzan.
“Hai, hamba Allah. Muadzin telah mengumandangkan adzan,” serunya.
“Silakan!” jawab ‘Abdullah.

Ia pergi dan menunaikan shalat Ashar. Setelah pulang, ia kembali bekerja hingga sore. ‘Abdullah kemudian memberinya upah. Setelah itu, pemuda tersebut pulang.

Beberapa waktu berselang, ‘Abdullah bin Faraj membutuhkan lagi seorang buruh.
“Carilah buruh muda kemarin. Sungguh ia telah member teladan kepada kita ketika bekerja,” pinta istrinya.


‘Abdullah pergi ke pasar, namun tidak melihatnya. Ia menanyakan kepada orang-orang di pasar.
“Anda menanyakan pemuda yang pucat dan lemah yang tidak kami lihat selain hari Sabtu dan yang tidak duduk kecuali sendirian di bagian belakang?” jawab orang di pasar.
Maka ‘Abdullah pun pulang. Barulah pada hari Sabtu ia pergi ke pasar. Benar, ia pun menemukannya.

“Kamu mau bekerja?”
“Anda telah mengetahui upah dan syaratnya.”
“Ya, aku menyetujuinya.”

Ia bangkit dan bekerja dengan baik seperti sebelumnya. Ketika tiba saatnya memberi upah, ‘Abdullah menambahinya. Ternyata pemuda itu menolak menerima tambahannya. Namun, ‘Abdullah memaksanya untuk menerima. Kali ini pemuda itu merasa risih sehingga ia pergi meninggalkan ‘Abdullah. ‘Abdullah merasa tidak enak. Ia pun membuntuti dan membujuknya sampai akhirnya ia mau menerima, tetapi hanya upahnya saja.

Beberapa waktu kemudian, ‘Abdullah kembali hendak memerlukannya. Ia pergi ke pasar pada hari Sabtu namun ia tidak menemukannya.
“Ia sakit,” jawab seseorang.
“Ia hanya datang ke pasar setiap hari Sabtu untuk bekerja dengan upah satu seperenam dirham. Setiap hari ia menghabiskan seperenam dirham untuk makan. Dan kini ia telah jatuh sakit.

‘Abdullah menanyakan rumahnya untuk membesuk.
Dijumpainya seorang wanita tua.
“Apakah di sini tinggal seorang pemuda yang biasa bekerja sebagai buruh harian?” tanya ‘Abdullah kepada wanita tua yang ternyata pemilik rumah.
“Ia sakit sejak beberapa hari yang lalu.”

‘Abdullah masuk dan mendapatinya sakit dengan berbantalkan batu bata. Setelah mengucap salam kepadanya, ‘Abdullah bertanya, “Apakah kamu mempunyai suatu keperluan?”
“Ya, jika Anda mau memenuhinya,” jawabnya.
“Ya, aku mau memenuhinya.”

“Setelah aku mati nanti, juallah tali ini dan cucilah jubah dan kain dari bulu ini. Kemudian kafanilah aku dengannya. Setelah itu, bukalah saku ini karena di dalamnya ada sebuah cincin. Lalu pada saat Harun Ar-Rasyid lewat, berdirilah di tempat yang terlihat olehnya, bicaralah, dan perlihatkan cincin itu kepadanya. Jangan lakukan ini kecuali setelah aku dikuburkan.”

“Baiklah!” jawab ‘Abdullah.

Setelah ia meninggal, ‘Abdullah bermaksud melakukan apa yang dimintanya. Suatu hari, dengan duduk di sisi jalan, ia menanti lewatnya Harun Ar-Rasyid. Harun Ar-Rasyid melintas di hadapannya.

“Wahai Amirul Mukmini, ada titipan untukmu padaku!” seru ‘Abdullah seraya memperlihatkan cincin itu. Namun, Harun Ar-Rasyid menyuruh anak buahnya menangkap ‘Abdullah untuk dibawa ke istana.

Sesampainya di sana, Harun Ar-Rasyid memanggil ‘Abdullah dan menyuruh keluar semua orang yang ada di tempat itu.

“Siapa Anda?” tanya Harun Ar-Rasyid.
“’Abdullah bin Faraj.”
“Dari mana kamu mendapatkan cincin itu?”

‘Abdullah bin Faraj kemudian menuturkan kisah pemuda yang pernah ditemuinya. Tiba-tiba Harun Ar-Rasyid menangis hingga ‘Abdullah merasa iba. Setelah kembali tenang, ‘Abdullah memberanikan diri untuk bertanya.

“Wahai Amirul Mukminin, ada hubungan apa antara dia dengan Anda?”
“Ia anakku.”
“Bagaimana ia bisa seeprti itu?”

“Ia lahir sebelum aku diangkat menjadi khalifah. Lalu tumbuh sebagai anak yang baik, yang belajar Al-Quran serta ilmu-ilmu lainnya. Namun, ketika aku telah diangkat menjadi khalifah, ia meninggalkanku dan tidak mau menikmati sedikitpun dari kenikmatan yang aku peroleh. Aku kemudian memberikan cincin ini –cincin yaqut yang harganya sangat mahal– kepada ibunya sambil mengatakan, ‘Berikan ini kepadanya (karena ia sangat patuh kepada ibunya), dan suruhlah ia selalu membawanya. Siapa tahu sewaktu-waktu ia membutuhkannya’. Lalu ibunya meninggal dan saya sama sekali tidak mengetahui kabar beritanya hingga Anda datang memberitahukannya kepadaku ini,” jelas Harun Ar-Rasyid.
“Jika malam telah tiba, tunjukkanlah aku kuburannya.”

Dan kala malam telah gelap, keduanya pergi tanpa pengawalan hingga tiba di kuburan putranya. Harun Ar-Rasyid duduk di dekatnya dan menangis. Ketika fajar menyingsing, mereka bangkit untuk pulang.

“Temanilah aku menziarahi kuburnya beberapa malam lagi,” pinta Harun Ar-Rasyid. Pada malam berikutnya, ‘Abdullah bin Faraj menemaninya.



Alangkah Merdunya Suaramu


Pada zaman ini, fitnah nyanyian banyak menimpa manusia. Setiap saat lisan-lisan mereka mendendangkan nyanyian. Lantunan nyanyian mereka jadikan wirid harian lisan mereka hingga ayat-ayat Al-Quran pun terlalaikan. Mushaf Al-Quran hanya dijadikan pajangan dan kaligrafi ayat suci dijadikan hiasan-hiasan di dinding.

Al-Quran telah dilalaikan oleh sebagian orang. Mereka larut dalam nyanyian yang melenakan. Suara lisan yang merdu mereka gunakan untuk menyenandungkan nyanyian-nyanyian yang dapat melalaikan dari dzikrullah. Alangkah merdu suaramu seandainya engkau gunakan untuk membaca AlQuran.

Dikisahkan oleh Ibnu Qudamah dalam kitabnya At-Tawwabin tentang seorang pemuda yang senang menghabiskan waktu untuk menyenandungkan dan menikmati nyanyian. Pemuda itu bernama Zadzan al-Kindii, julukannya Abu ‘Umar.

Suatu hari, Abdullah bin Mas’ud melewati suatu kawasan di Kufah. Ternyata di sana ada beberapa anak muda yang tengah berkumpul sambil minum-minuman keras. Ada di antara mereka seorang penyanyi bernama Zadzan Al-Kindi yang sedang menabuh alat music dan bernyanyi dengan suara merdu.

Ketika mendengarnya, ‘Abdullah bin Mas’ud berseru, “Alangkah baiknya suara ini seandainya saja ia gunakan membaca kitab Allah!” Sambil merapikan surbannya ia pergi.

Ternyata Zadzan mendengar perkataan itu.
“Siapa tadi?”
“’Abdullah bin Mas’ud, sahabat Rasulullah,” jawan temannya.
“Apa yang dikatakannya?” tanya Zadzan lagi.
“Alangkah baiknya suaramu seandainya saja digunakan membaca Kitab Allah,” jawab temannya.

Zadzan langsung bangkit dan membanting alat musiknya ke tanah hingga remuk. Kemudian ia bergegas mengejar Ibnu Mas’ud dan berhasil mendapatinya. Ia menbaruh sapu tangan di lehernya, lalu ia menangis di hadapan Abdullah bin Mas’ud. Abdullah bin Mas’ud memeluknya lalu keduanya pun sama-sama menangis.
“Bagaimana aku tidak mencintai orang yang telah dicintai Allah azza wa jalla!” seru Ibnu Mas’ud.

Lalu Zadzan Al-Kindi bertaubat kepada Allah dari dosa-dosanya dan terus mengikuti Ibnu Mas’ud untuk belajar Al-Quran dan ilmu lainnya hingga ia menjadi panutan dalam bidang keilmuan. Ia pun meriwayatkan hadits dari Abdullah bin Mas’ud, Salman Al-Farisi, serta dari yang lainnya. Begitulah hidayah Allah telah menghunjam ke dalam hati Zadzan Al-Kindi, seorang pemuda yang gemar mabuk dan bernyanyi, hingga akhirnya ia menjadi ulama yang mempunyai kedudukan mulia. 
Abdul Qadir Al-Arna’uth dalam tahqiq-nya terhadap kitab At-Tawwabin menyebutkan bahwa Zadzan Al-Kindi adalah salah seorang tabi’in. Al-Khatib mengatakan, “Ia (Zadzan Al-Kindi) tsiqat.” Al-Ajli mengatakan, “(Ia) seorang penduduk Kufah, tabi’in, dan tsiqat.” Sedang Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan dalam Taqrib At-Tahdzib, “Tsiqat yang meriwayatkan hadits secara mursal. Zadzan Al-Kindi wafat pada tahun 82 Hijriyah.


1 Februari 2013

Minum dari Cawan Kematian


Dalam kitab Mukhtashar Minhajil Qashidin disebutkan kisah Imam Syafi’i ketika menjelang kematiannya. Al-Muzani menuturkan, “Aku membesuk Imam Syafi’i ketika sedang sakit yang menyebabkan kematiannya. Aku menanyainya, ‘Bagaimana keadaan Anda?’

Dia menjawab, ‘Aku akan pergi dari dunia, akan meninggalkan saudara, akan bertemu amal jahatku, akan meminum dari cawan kematian, dan akan datang kepada Allah, sementara aku tidak mengetahui apakah ruhku akan ke Surga sehingga aku akan mengucapkan selamat kepadanya atau akan ke Neraka sehingga aku akan mengucapkan belasungkawa untuknya.’

Kemudian dia melantunkan syair:

Tatkala hatiku telah keras dan semua jalanku telah buntu
Aku menjadikan harapanku pada ampunan-Mu sebagai tangga
Aku menganggap besar dosaku, tapi saat aku membandingkannya
Dengan ampunan-Mu, wahai Tuhanku, maka ia lebih besar
Engkau senantiasa mempunyai ampunan untuk dosa
Engkau memberi dan mengampuni murni karena kedermawaan 



*Sukoharjo, 12 September 2012

PROMO BUKU

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More