MUSLIMAH

Menuju Insan yang Shalihah

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

MUTIARA DAKWAH

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

13 Januari 2016

Tafsir Al-Quran Surat An-Nas Ayat 1-6

Tafsir Al-Quran Surat An-Nas Ayat 1-6
An-Nas (Manusia), surat Makkiyah 

(1) Katakanlah: "Aku berlidung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia.
(2) raja manusia.
(3) sembahan manusia.
(4) dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi,
(5) yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia,
(7) dari (golongan) jin dan manusia.

Inilah tiga dari sifat-sifat Rabb, yaitu Rububiyah, Raja, dan Ilahiyah (ayat 1-3). Allah adalah pemelihara segala sesuatu sekaligus sebagai Raja dan Rabb. Dengan demikian, segala sesuatu yang ada ini adalah makhluk ciptaan-Nya, hamba sekaligus abdi-Nya. Oleh karena itu, Dia memerintahkan kepada semua yang hendak memohon perlindungan agar berlindung kepada Dzat yang memiliki ketiga sifat di atas, dari kejahatan bisikan syaitan khannas, yaitu syaitan yang ditugaskan untuk menggoda manusia, karena tidak ada seorang pun keturunan Adam melainkan dia memiliki satu teman yang akan senantiasa menjadikan segala perbuatan keji itu indah dipandang dan dia tidak akan mengenal kata lelah dalam menjalankannya. Dan orang yang terlindungi adalah orang yang mendapat perlindungan Allah.

Telah ditegaskan di dalam sebuah hadits shahih, “Tidak seorang pun di antara kalian melainkan telah diutus kepadanya pendampingnya.”
Para Sahabat bertanya, “Termasuk juga engkau, wahai Rasulullah?”
Beliau menjawab, “Ya, hanya saja Allah membantuku dalam menundukkannya sehingga ia masuk agama Islam, karenanya dia tidak menyuruhku kecuali hal-hal yang baik-baik.
(HR. Muslim)

Ditegaskan pula dalam kitab Ash-Shahihain, dari Anas tentang kisah kunjungan yang dilakukan oleh Shafiyyah kepada Nabi ketika beliau beritikaf dan keluarnya beliau bersamanya pada malam hari untuk mengantarnya pulang. Kemudian beliau berpapasan dengan dua orang laki-laki dari kaum Anshar.Ketika melihat Nabi, keduanya mempercepat jalannya, maka Rasulullah bersabda, “Berjalanlah seperti biasa, karena sesungguhnya dia adalah Shafiyyah binti Huyay.” Kemudian keduanya berkata, “Mahasuci Allah, wahai Rasulullah.”

Beliau pun bersabda, “Sesungguhnya syaitan itu mengalir dalam tubuh anak Adam seperti aliran darah. Dan sesungguhnya aku khawatir dia akan memasukkan sesuatu ke dalam hati kalian berdua.”

Imam Ahmad meriwayatkan, Muhammad bin Jafar memberitahu kami dari orang yang pernah membonceng Rasulullah, dia berkata, “Keledai Nabi pernah terpeleset, lalu kukatakan, ‘Celakalah syaitan!’
Maka Nabi bersabda, ‘Janganlah engkau mengatakan ‘celakalah syaitan’ karena sesungguhnya jika engkau mengatakannya, niscaya dia akan merasa bertambah besar dan mengatakan, ‘Dengan kekuatanku, aku menjatuhkannya.’ Dan jika engkau mengucapkan, ‘Bismillah,’ niscaya dia akan merasa bertambah kecil sehingga dia menjadi seperti lalat.’”
(Diriwayatkan oleh Imam Ahmad seorang diri, dengan sanad jayyid dan kuat)

Di dalam hadits di atas terkandung dalil yang menunjukkan bahwa hati jika berdzikir kepada Allah, niscaya syaitan akan merasa bertambah kecil dan kalah. Dan jika tidak berdzikir kepada Allah, niscaya syaitan akan merasa bertambah besar dan menang.

Mengenai firman Allah: alwaswasil khannas ‘syaitan yang biasa bersembunyi’ (ayat 4), Said bin Jubair mengatakan dari Ibnu Abbas, “Yaitu syaitan yang selalu bercokol di dalam hati manusia, di mana jika manusia lengah dan lalai maka dia akan memberikan bisikan, dan jika manusia berdzikir kepada Allah maka syaitan itu akan bersembunyi.”

Firman Allah: Alladzi yuwaswisufi sudurinnas ‘Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia” (ayat 5), apakah yang demikian itu khusus pada anak Adam saja –sebagaimana tampak pada lahiriahnya—ataukah mencakup anak Adam dan juga jin? Mengenai hal tersebut terdapat dua pendapat. Di mana mereka semua telah masuk ke dalam lafazh an-nas. Ibnu Jarir mengatakan, “Dan tidak jarang jin laki-laki dipekerjakan oleh manusia. Oleh karena itu, bukan suatu hal yang aneh jika jin-jin itu disebut dengan sebutan an-nas.” 


Firman-Nya: minal jinnati wannas ‘dari jin dan manusia’ (ayat 6), ayat ini sebagai penjelas ayat di atasnya “yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia”. Hal ini memperkuat pendapat kedua.

Ada juga yang berpendapat bahwa firman-Nya, minal jinnati wannas, sebagai tafsiran bagi pihak yang selalu memberi bisikan ke dalam dada manusia yang terdiri dari syaitan, manusia, dan jin. Sebagaimana firman-Nya, “Dan demikianlah kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia).” (QS. A.-An’am: 112)

Imam Ahmad meriwayatkan, Waki memberitahu kami dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Ada seseorang datang kepada Nabi seraya berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya telah terbesit di dalam diriku sesuatu, di mana jatuh dari langit lebih aku sukai daripada harus membicarakannya.’ “

Lebih lanjut dia menceritakan, “Lalu Nabi bersabda, ‘Allah Mahabesar, Allah Mahabesar, segala puji hanya bagi Allah yang telah mengembalikan tipu dayanya kepada godaan.’”
(Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan An-Nasa’i)


Referensi:
Ibnu Katsir. Tafsirul Quranil Azhim. Ditahqiq dan diringkas oleh Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh dengan judul Lubabut Tafsir Min Ibni Katsir. Terjemahan oleh M. Abdul Ghoffar & Abu Ihsan Al-Atsari. 2008. Tafsir Ibnu Katsir. Cetakan ke-4 tahun 2012. Jakarta: Pustaka Imam Syafii



PROMO BUKU

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More