Inilah kedalaman ilmu para sahabat Rasulullah. Mereka yang setiap hari bergaul dengan Rasulullah, menimba ilmu langsung dari beliau, tetapi mereka tidak enggan untuk mengatakan, “Saya tidak tahu” dan mereka mewasiatkan kepada kita agar kita tidak segan untuk mengatakan, “Saya tidak tahu”.
Jika ada seorang dai yang tidak mau mengucapkan perkataan “Saya tidak tahu” padahal ia benar-benar tidak mengetahui permasalahan yang ditanyakan kepadanya, maka hal itu akan menjatuhkan kemuliaannya. Jawabannya yang tidak dilandasi ilmu akan menjadi senjata makan tuan. Jawaban itu akan menunjukkan kebodohannya. Sebagaimana perkataan Anas bin Malik, “Jika orang alim sudah meninggalkan kata ‘Saya tidak tahu’, maka itu akan menjadi senjata makan tuan.”
Orang yang selalu memberikan jawaban atas pertanyaan yang dilontarkan kepadanya, maka diragukan keilmuannya. Karena ilmu tidak diukur atas banyaknya pertanyaan yang dijawab. Bahkan Abdullah bin Mas’ud mengatakan bahwa orang yang selalu memberikan fatwa (jawaban) atas setiap pertanyaan yang diajukan adalah benar-benar gila.
Seseorang tidak akan mampu mengetahui semua ilmu. Ilmu agama ini “dibagikan” kepada ulama-ulama di berbagai penjuru dunia. Sehingga mustahil ada seseorang yang menguasai semua cabang ilmu. Perkataan “Saya tidak tahu” tidak akan menjatuhkan martabat dan kemuliaan seseorang. Bahkan perkataan “Saya tidak tahu” merupakan perisai bagi orang-orang yang berilmu. Abdullah bin Mas’ud berkata, “Perisai orang yang berilmu adalah ketika ia berkata, ‘Saya tidak tahu’, karena kalaupun ia salah tetap dibenarkan.”
Tidak semua pertanyaan ada jawabannya. Tidak semua pertanyaan harus dijawab. Tidak semua pertanyaan bisa dijawab. Ada pertanyaan yang mudah dan ada pertanyaan yang sulit. Jika kita menghadapi pertanyaan yang sulit maka hendaknya kita tidak memaksakan diri untuk menjawabnya. Jika kita tidak tahu jawaban atas pertanyaan tersebut, katakan saja, “Saya tidak tahu”.
Ketahuilah bahwa perkataan “Saya tidak tahu” tidak akan mengurangi ilmu. Bahkan perkataan “Saya tidak tahu” merupakan sebuah ilmu yang tidak semua orang bisa memahaminya. Orang yang pandai adalah orang yang mengetahui bahwa dirinya tidak tahu sehingga ia mengatakan bahwa ia tidak tahu. Sedangkan orang bodoh adalah orang yang tidak mengetahui bahwa sebenarnya ia tidak tahu. Sebagaimana perkataan Abud Darda’, “Perkataan orang yang tidak mengetahui suatu permasalahan (yang ditanyakan kepadanya) ‘Aku tidak tahu’ adalah setengah dari ilmu.”
Jika kita memaksakan diri untuk menjawab pertanyaan yang tidak kita ketahui jawabannya, maka jawabannya akan ngawur, tidak dilandasi dalil atau menggunakan dalil yang tidak semestinya. Keadaan ini akan lebih parah jika jawabannya benar-benar tidak sesuai dengan kebenaran.
Maraji: Mawaizhu Ash-Shahabah, Shalih Ahmad Asy-Syami
Sukoharjo, 3 Oktober 2012
0 komentar:
Posting Komentar