MUSLIMAH

Menuju Insan yang Shalihah

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

MUTIARA DAKWAH

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

17 Desember 2012

Mengeja Arti Cinta


Setiap orang merasakan cinta. Setiap orang mempunyai cara yang berbeda-beda dalam mengungkapkannya. Setiap orang berbeda pula dalam menyikapinya. Cinta adalah sebuah anugerah Tuhan yang tak pantas untuk kita nodai. Cinta adalah hal terindah yang bersemayam dalam hati. 

Dengan cinta, orang tua membesarkan dan mendidik anaknya. Dengan cinta, antarsaudara saling menasehati dan menolong. Dengan cinta, persahabatan terjalin lebih erat. Dengan cinta, yang kuat mendukung yang lemah. Dengan cinta, yang kaya mengulurkan tangan kepada yang miskin. Dengan cinta, alam dimakmurkan dengan sebaik-baiknya dan penuh tanggung jawab. Dengan cinta pula, lahirlah generasi-generasi Qurani. Dan dengan cinta, para pejuang Islam gugur dengan senyuman.

Setiap orang mempunyai pandangan yang berbeda-beda dalam mendefinisikan sifat cinta dan menyikapi perasaan cinta. Marilah kita simak penyampaian seorang kawan, Nanda Lia Tsabita, yang mengungkapkan perasaannya tentang cinta berikut ini.
***
 

Hati itu ibarat amplop. Ada kertas yang indah dan cantik, namun tak mampu dimasukkan dalam amplop karena tak sesuai ukuran. Tapi ada kertas yang justru biasa-biasa saja, namun berhasil masuk dalam amplop: amplop menerimanya.

Kertas itu yang mungkin kita kenal dengan nama cinta. Ya, cinta tak pandang apapun jua. Ia tak pandang paras wajah, materi, kedudukan, atau jabatan. Ia hadir begitu saja, tanpa kita tau kapan ia berhasil menjalar dalam hati kita.

Cinta membawa kesejukan layaknya hujan setelah kemarau berkepanjangan. Ia pun membawa bencana tatkala hadir dengan derasnya. Cinta yang banjir, cinta yang meluber tak pernah baik. Ia akan mengubah asa jadi malapetaka, mengubah suka jadi duka, mengubah kawan jadi lawan, mengubah biru jadi abu-abu. Takkan indah lagi, takkan mewangi lagi.

Cinta milik semua orang: kaya, miskin, tua, muda, rupawan, jelek, pintar bodoh, tinggi, pendek. Semua berhak mencinta: petani, pedagang, sopir, guru, dosen, polisi, tentara, mahasiswa. Semua berhak memilih posisi: yang mencintai, yang dicintai, yang menghianati, yang dihianati, yang menyakiti, yang disakiti, yang melupakan, yang dilupakan, yang meninggalkan, yang ditinggalkan. Semua ada pada posisi masing-masing: sepasang. Mustahil ada yang terhianati tanpa ada yang menghianati, mustahil ada yang mencintai tanpa ada yang dicintai. Semua merupakan keteraturan, keseimbangan.

Mencinta tak selamanya menyenangkan. Ada hal-hal yang memang perlu untuk diperjuangkan. Perjuangan yang bagaimana? Perjuangan yang membahagiakan, mengecewakan, menyedihkan, atau... yang menyakitkan? Sekali lagi, ini pun merupakan pilihan duhai kawan. Kau ingin mencoba merasai perjuangan yang membahagiakan? Rasanya nonsense. But, who knows? Tingkat bahagia atau tidak itu kita sendiri yang mengukur. Mungkin perjuangan itu terlihat menyakitkan, namun apakah salah jika kita berusaha meramunya agar terlihat seperti perjuangan yang membahagiakan?: melapangkan hati, menerima, legowo. Itu ternyata jauh lebih indah. Air mata yang meleleh, perlu diiringi senyum yang lebar. Agar sakitnya tak terasa.

Dalam cinta, tiada yang perlu disalahkan. Bukan yang mencintai atau yang dicintai. Semua benar, tak ada yang salah. Yang ada hanya mau atau tidak mau. Sekali lagi, ini adalah pilihan. Maukah kau mencintai? Atau maukah kau untuk dicintai? Kalau kau siap mencintai, kau pun harus siap untuk dicintai.

Cinta... cinta... cinta.... Ia tak bisa dimaknai, namun ia bisa dirasakan. Ia bisa diinterpretaskan. Ia mampu diimplementasikan.

Tuhan menitipkan rasa cinta pada tiap diri manusia. Untuk apa? Untuk menebarkan kasih sayang di muka bumi ini. Orang yang bilang cinta itu tak ada, hanyalah orang-orang yang tak percaya adanya Dzat yang Mahatinggi. Bukankah Allah menurunkan rahmat pun karena Dia mencintai kita? Lalu kenapa kita menafikkan cinta itu sendiri?

Perindah cintamu setiap waktu, agar Sang Pecinta, terus mengirimkan rahmat cinta-Nya padamu, pada diri kita semua. Maknai cinta secara positif, dan jangan pernah mengambing-hitamkannya. Jangan salahkan cinta, tapi salahkan pelakunya jika kau menemui penyimpangan-penyimpangan. Biarkan cinta bersemi dalam hati kita... murni... tak keruh.... Selamat mencinta.

***

 

Sukoharjo, 17 Desember 2012


11 Desember 2012

Larangan Berhubungan dengan Jin



“Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dan suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpim bagi orang-orang yang tidak beriman.” (Qs. Al-A’raf: 27)

Apakah Jin itu?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Mayoritas umat mengakui adanya jin. Dalam hal ini mereka mempunyai banyak peristiwa yang terkait dengan jin.”

Selanjutnya ia berkata, “Orang yang mengingkari keberadaannya (jin) tidak mempunyai dalil yang dapat dijadikan landasan. Akan tetapi hal itu dikarenakan ketidaktahuan mereka.” [1]


“Katakanlah (hai Muhammad): "Telah diwahyukan kepadamu bahwasanya: telah mendengarkan sekumpulan jin (akan Al Quran), lalu mereka berkata: Sesungguhnya Kami telah mendengarkan Al Quran yang menakjubkan” (QS. Al-Jin: 1)
    Dalam Tafsir Jalalain disebutkan sebab turunnya ayat ini yaitu, “Sekumpulan jin, yakni jin dari Nashibin; demikian itu terjadi sewaktu Nabi sedang melakukan salat Subuh di lembah Nakhlah, yang terletak di tengah-tengah antara Mekah dan Thaif. Jin itulah yang disebutkan di dalam firman-Nya, "Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan serombongan jin kepadamu." (Qs. Al-Ahqaf: 29), (lalu mereka berkata) kepada kaum mereka setelah mereka kembali kepada kaumnya: ("Sesungguhnya kami telah mendengarkan Al-Quran yang menakjubkan) artinya mereka takjub akan kefasihan bahasanya dan kepadatan makna-makna yang dikandungnya, serta hal-hal lainnya.” [2]

    Abu Hurairah mengatakan bahwa Nabi shalat dan setelah selesai beliau bersabda, "Sesungguhnya tadi ada setan yang menampakkan dirinya kepadaku (dan dalam satu riwayat: sesungguhnya Ifrit dari golongan jin menampakkan diri kepadaku tadi malam) dengan maksud supaya aku mengurungkan shalatku. Tetapi, aku dikaruniai kemampuan oleh Allah lalu mencekiknya. Sebenarnya aku ingin mengikat setan itu, supaya paginya kamu semua dapat melihatnya. Tetapi, kemudian aku teringat kepada ucapan (dalam satu riwayat: doa saudaraku) Nabi Sulaiman, 'Ya Tuhan, berikanlah kepadaku suatu kerajaan yang tidak Engkau berikan kepada seseorang sesudahku nanti.' Karena itu, Allah lantas mengusir setan (jin) itu dalam keadaan hina dina." (HR. Bukhari)

    Makhluk ciptaan Allah dapat dibedakan antara yang bernyawa dan tak bernyawa. Di antara yang bernyawa adalah jin. Kata jin menurut bahasa (Arab) berasal dari kata ijtinan yang berarti istitar (tersembunyi). Jadi jin menurut bahasa berarti sesuatu yang tersembunyi dan halus, sedangkan setan ialah setiap yang durhaka dari golongan jin maupun manusia. Iblis adalah gembongnya setan.

    Dinamakan jin karena wujudnya yang tersembunyi dari pandangan mata manusia. Firman Allah,

    “Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dan suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. (QS. Al-A'raf: 27)
      Kalau pun ada manusia yang dapat melihat jin, jin yang dilihatnya itu adalah yang sedang menjelma dalam wujud makhkuk yang dapat dilihat mata manusia biasa.

      Asal kejadian Jin
      Kalau manusia pertama diciptakan dari tanah, maka jin diciptakan dari api yang sangat panas. Allah berfirman, 
      “Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas.” (QS. Al Hijr: 27)"Dan Kami telah menciptakan jin dari nyala api." (QS. Ar Rahman : 15)
        Rasulullah bersabda,
        "Malaikat diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari nyala api, dan Adam diciptakan dari apa yang disifatkan (diceritakan) kepada kamu [yaitu dari air sperma dan ovum]." (HR Muslim)

        Bagaimana wujud api yang merupakan asal kejadian jin, Al Quran tidak menjelaskan secara rinci, dan Allah pun tidak mewajibkan kita untuk meneliti-nya secara detail. Ibnu Abbas, Ikrimah, Mujahid dan Adhdhak berpendapat bahwa yang dimaksud "api yang sangat panas" (nar al-samum) atau "nyala api" (nar) dalam firman Allah di atas ialah "api murni". Ibnu Abbas pernah pula mengartikannya "bara api", seperti dikutip dalam Tafsir Ibnu Katsir.

        Mengubah Bentuk
        Setiap makhluk diberi Allah kekhususan atau keistimewaan tersendiri. Salah satu kekhususan jin ialah dapat mengubah bentuk. Misalnya jin kafir (setan) pernah menampakkan diri dalam wujud orang tua kepada kaum Quraisy sebanyak dua kali. Pertama, ketika kaum Quraisy berkonspirasi untuk membunuh Nabi SAW di Makkah. Kedua, dalam Perang Badr pada tahun kedua Hijriah, seperti diungkapkan Allah di dalam surat Al Anfal: 48.

        Apakah jin juga mati?
        Jin beranak pinak dan berkembang biak. Allah memperingatkan manusia agar tidak terkecoh menjadikan iblis (yang berasal dari golongan jin) dan keturunan-keturunannya sebagai pemimpin sebab mereka telah mendurhakai perintah Allah (QS. Al Kahfi: 50).

        Banyak orang menganggap bahwa jin bisa hidup terus dan tidak pernah mati, namun sebenarnya ada hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim, di mana Nabi SAW berdoa: "Anta al-hayyu alladzi la yamutu, wa al-jinnu wa al-insu yamutuna - Ya Allah, Engkau hidup tidak mati, sedangkan jin dan manusia mati." (HR. Bukhari & Muslim)

        Tempat-tempat Jin

        Banyak perbedaan antara manusia dengan jin, namun persamaannya juga ada, di antaranya sama-sama menghuni bumi. Bahkan jin telah mendiami bumi sebelum adanya manusia dan kemudian jin juga bisa tinggal bersama manusia di rumah manusia, tidur di ranjang dan makan bersama manusia. Tempat yang paling disenangi jin adalah kamar mandi, tempat manusia membuka aurat. Agar aurat kita terhalang dari pandangan jin ketika kita masuk ke dalam WC, hendaknya kita berdoa yang artinya, "Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari (gangguan) setan laki-laki dan setan perempuan." (HR. At-Turmudzi).

        Larangan Berhubungan dengan Jin
        Meskipun jin ada yang muslim, tapi karena jin makhluk ghaib, maka tidak mungkin muncul ketenteraman hati dan kepercayaan penuh bagi kita terhadap keislaman mereka, apakah benar jin yang mengaku muslim jujur dengan pengakuannya atau dusta. Kalau benar, apakah mereka muslim yang baik atau bukan. Bahkan kita harus waspada dengan tipu daya mereka.

        Berhubungan dengan jin adalah salah satu pintu kerusakan dan berpotensi mendatangkan bahaya besar bagi pelakunya.

        Dalil tentang larangan berhubungan dengan jin adalah:

        “Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, Maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.” (QS. Al-Jin: 6)
        Imam Muhammad bin Abdul Wahhab berkata, “Meminta perlindungan kepada selain Allah (salah satunya adalah jin) adalah syirik.” [3]

        Melakukan hubungan dengan jin berpotensi merusak penghambaan kita kepada Allah yaitu terjatuh kepada perbuatan syirik seperti yang dijelaskan oleh ayat tersebut. Ketidakmampuan kita melihat mereka dan kemampuan mereka melihat kita berpotensi menjadikan kita berada pada posisi yang lebih lemah, sehingga jin yang kafir atau pendosa sangat mungkin memperdaya kita agar bermaksiat kepada Allah.

        Bagaimana berhubungan dengan jin yang mengaku muslim? Kita tetap tidak dapat memastikan kebenaran pengakuannya karena kita tidak dapat melihat apalagi menyelidikinya. Bila jin tersebut muslim sekalipun, bukan menjadi jaminan bahwa ia adalah jin muslim yang baik dan taat kepada Allah.

        Maka berhubungan dengan jin tidak mungkin dilakukan kecuali apabila jin itu menghendakinya, dan sering kali ia baru bersedia apabila manusia memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat ini dapat dipastikan secara bertahap akan menggiring manusia jatuh kepada kemaksiatan, bahkan mungkin kemusyrikan dan kekufuran yang mengeluarkannya dari ajaran Islam.

        Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Setan (dari kalangan jin) sering berbentuk wajah orang yang dimintai tolong, jika orang tersebut telah meninggal.”[4]

        Dari Abu Hurairah dari Nabi, beliau bersabda,
        “Jika Allah memutuskan suatu perkara di langit, maka para malaikat meletakkan sayap-sayapnya karena tunduk kepada firman-Nya, seolah-olah rantai di atas batu besar. Ketika telah dihilangkan ketakutan dari hati mereka, maka mereka bertanya, 'Apakah yang difirman oleh Tuhan kalian.' Mereka menjawab kepada yang bertanya, 'Dia berfirman tentang kebenaran dan Dia Mahatinggi lagi Mahabesar.' Lalu pencuri pembicaraan (setan) mendengarkannya. Pencuri pembicaraan demikian, sebagian di atas sebagian yang lain -Sufyan menyifatinya dengan telapak tangannya lalu membalikkannya dan memisahkan di antara jari-jarinya-. Ia mendengar pembicaraan lalu menyampaikannya kepada siapa yang di bawahnya, kemudian yang lainnya menyampaikannya kepada siapa yang di bawahnya, hingga ia menyampaikannya pada lisan tukang sihir atau dukun. Kadangkala ia mendapat lemparan bola api sebelum menyampaikannya. Kadangkala ia menyampaikannya sebelum mengetahuinya, lalu ia berdusta bersamanya dengan seratus kedustaan. Lalu dikatakan, 'Bukankah ia telah berkata kepada kami demikian dan demimkian, demikian dan demikian.' Lalu ia mempercayai kata-kata yang didengarnya dari langit." (HR. Bukhari)

        Dalam salah satu fatwanya, Lajnah Daimah menyatakan, “Atas dasar ini maka tidak boleh meminta bantuan kepada jin dan makhluk-makhluk selainnya untuk mengetahui perkara-perkara ghaib, baik berdoa kepada mereka, mendekatkan diri kepada mereka, membuat kemenyan, maupun selainnya. Bahkan, itu adalah kesyirikan, karena ini sejenis ibadah.” [5]

        Jin yang Sesat dan Menyesatkan Manusia
        “Dan (ingatlah) hari diwaktu Allah menghimpunkan mereka semuanya (dan Allah berfirman): "Hai golongan jin, Sesungguhnya kamu telah banyak menyesatkan manusia", lalu berkatalah kawan-kawan meraka dari golongan manusia: "Ya Tuhan Kami, Sesungguhnya sebahagian daripada Kami telah dapat kesenangan dari sebahagian (yang lain) dan Kami telah sampai kepada waktu yang telah Engkau tentukan bagi kami". Allah berfirman: "Neraka Itulah tempat diam kamu, sedang kamu kekal di dalamnya, kecuali kalau Allah menghendaki (yang lain)". Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana lagi Maha mengetahui. (Qs. Al-An’am)

        Ibnu Qayyim Al-Jauziyah berkata, “Kesenangan jin dari manusia adalah karena ketaatan mereka terhadap apa yang mereka perintahkan, yakni: kekufuran, kefasikan dan kemaksiatan. Ketiga hal itulah yang merupakan tujuan terbesar jin dari manusia. Jika manusia mentaati mereka dalam hal-hal tersebut, berarti manusia telah mewujudkan angan-angan mereka. Sedangkan kesenangan manusia dari jin yaitu bahwa mereka membantu manusia dalam melakukan maksiat kepada Allah dan dalam menyekutukan-Nya dengan segala kemampuan yang mereka miliki.


        Syetan dari golongan jin itu memperdaya manusia, menganggap baik sesuatu yang buruk dan meluluskan sebagian besar keinginan manusia. Mereka membantu manusia dengan sihir, jimat dan lainnya. Adapun syetan dari golongan manusia maka mereka mentaati berbagai perintah jin tersebut, baik untuk melakukan syirik, kekejian maupun dosa. Sebaliknya, jin-jin itu mentaati manusia terhadap apa-apa yang mereka inginkan, misalnya memberikan berbagai pengaruh dan mengabarkan tentang hal-hal yang gaib. Dengan demikian, masing-masing menikmati kesenangan dari yang lain.” [6]

                                                                                 
        [1] Al-Jin, Ibnu Taimiyah
        [2] Tafsir Jalalain, Jalaluddin As-Suyuthi & Jalaluddin Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahally
        [3] Kitab Tauhid, Imam Muhammad bin Abdul Wahhab
        [4] Al-Jin, Ibnu Taimiyah
        [5] Majalah al-Buhuts al-Islamiyah, Lajnah Daimah
        [6] Ighatsatul Lahfan fi Mashayidisy Syaithan, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah 


        10 Desember 2012

        Menyembunyikan Khusyu'


        Salah satu tanda keikhlasan dalam menjalankan ibadah shalat adalah melakukannya dengan penuh kekhusyu'an. Sikap khusyu' ini tidak hanya ditampakkan pada anggota badan saja, tetapi juga hatinya harus khusyu'. Jika hanya anggota badan yang khusyu, sedangkan hatinya tidak khusyu', maka ini adalah keadaan orang munafik.

        Dalam kitab Tsalatsun wa Tsalatsuna Sababan lil Khusyu' fish Shalat, Muhammad Shalih Al-Munajid membawakan sebuah bab tentang menyembunyikan khusyu' dalam shalat yang ringkasnya berikut ini.

        Dahulu, Hudzaifah pernah mengatakan, "Hati-hatilah kalian terhadap khusyu' yang munafik." Ketika ditanyakan kepadanya, "Apakah yang dimaksud dengan khusyu' munafik?" Hudzaifah menjawab, "Jika kamu memperlihatkan tubuhmu seperti khusyu', sedangkan hatimu tidak khusyu'."

        Al-Fudhail bin Iyadh mengatakan, "Termasuk hal yang dimakruhkan ialah bila seseorang memperlihatkan kekhusyu'an dengan penampilan yang melebihi dari apa yang terkandung di dalam hatinya."

        Salah seorang ulama salaf pernah melihat seorang lelaki kedua pundak dan tubuhnya, maka dia menegurnya dengan mengatakan, "Hai Fulan, khusyu' letaknya di sini (seraya berisyarat ke arah dadanya), bukan di sini (seraya berisyarat ke arah kedua pundaknya)."

        Ibnu Qayyim dalam keterangannya mengenai beda antara khusyu' iman dan khusyu' munafik, mengatakan sebagai berikut, "Khusyu' iman ialah khusyu'nya hati seseorang kepada Allah dengan penuh rasa mengagungkan, memuliakan, menghormati, menyegani, dan merasa malu kepada-Nya.

        "Selanjutnya, hati orang yang bersangkutan merendahkan diri kepada Allah penuh dengan perasaan takut, malu, cinta, segan, dan mengakui segala nikmat Allah serta mengakui pula kesalahan-kesalahan yang telah dilakukannya terhadap Allah. Dengan demikian, sudah dipastikan hatinya menjadi khusyu', kemudian akan diikuti oleh semua anggota badannya.

        "Berbeda halnya dengan khusyu' munafik, maka semua anggota badannya kelihatan dibuat-buat dan dipaksakan untuk khusyu', sedangkan hatinya tidak khusyu'."

        Dalam kitab Madarijus Salikin disebutkan bahwa 'Umar bin Khaththab pernah melihat seseorang yang melengkungkan lehernya tatkala shalat. Maka 'Umar berkata kepada orang itu, "Hai pemilik leher, tegakkanlah lehermu, karena khusyu' itu tidak terletak di leher, tapi di dalam hati."

        Salah satu untuk menggapai khusyu' yaitu mengatakan kepada diri sendiri sesaat sebelum shalat bahwa shalat yang akan dilakukannya merupakan shalat terakhir baginya. Muadz bin Jabal pernah berkata kepada anaknya, "Wahai anakku, jika engkau melakukan shalat maka shalatlah seakan-akan itu shalat terakhirmu, janganlah engkau mengira bahwa engkau akan mengulanginya lagi selamanya."


        *Sukoharjo, 22 Oktober 2012


        3 Desember 2012

        Penyesalan Seorang Wanita Karir


        Sebuah surat kabar harian di Mesir, Al-Ahram, menerbitkan sebuah artikel berjudul “Para Dosen di Perguruan Tinggi Menyarankan Para Mahasiswi untuk Segera Menikah”, sebagaimana dikutip oleh ‘Umar Sulayman Al-Asqar dalam kitabnya Jaulah fi Riyadhil ‘Ulamaa’ wa Ahdaatsil Hayaah.

        Dalam artikel tersebut disebutkan bahwa pada minggu itu seorang dosen wanita di sebuah perguruan tinggi di Inggris berdiri di depan ratusan mahasiswa untuk menyampaikan pesan terakhir dalam rangka pengunduran dirinya dalam praktek belajar mengajar.

        Dosen wanita itu berkata, “Inilah diri saya yang telah mencapai umur enam puluh tahun. Dalam usia ini saya telah mencapai tingkat yang paling tinggi. Saya selalu sukses. Jabatan saya selalu naik setiap tahun. Saya pun telah berhasil memberikan andil besar dalam masyarakat.

        Setiap detik hari-hari saya, selalu mendatangkan keuntungan untuk diri saya. Saya telah mendapatkan popularitas dan materi yang sangat banyak. Saya telah mendapatkan kesempatan untuk berkeliling ke seluruh dunia. Tetapi sekarang, apakah saya bahagia setelah mendapatkan seluruh kesuksesan itu?

        Kesibukan saya dalam belajar mengajar, keliling dunia, dan mencari popularitas, telah membuat saya lupa sebagai seorang wanita, untuk melakukan suatu hal yang lebih penting dari itu. Saya lupa untuk menikah, mempunyai anak, dan menikmati kehidupan dengan tenang.

        Saya sama sekali tidak ingat itu semua, kecuali ketika saya hendak mengajukan permohonan pengunduran diri saya. Saat ini, saya merasa belum melakukan sesuatu apapun dalam hidup. Saya juga merasa bahwa seluruh usaha yang telah saya lakukan selama ini telah lenyap dengan sia-sia.

        Saya akan mengundurkan diri, lalu setelah setahun atau dua tahun dari pengunduran diri saya ini, semua orang akan melupakan saya dengan kesibukan mereka masing-masing. Akan tetapi, jika saya menikah dan membangun keluarga yang besar, maka saya akan meninggalkan kesan yang indah dan melakukan suatu kebaikan dalam hidup ini.

        Tugas seorang wanita adalah menikah dan membentuk suatu keluarga. Selain dari hal itu, usaha apapun yang dia lakukan tidak akan mempunyai nilai sedikit pun bagi kehidupannya. Saya ingin berpesan kepada seluruh mahasiswi agar meletakkan persoalan ini pada poin nomor satu.”

        Wahai saudariku, ambillah pelajaran dari dosen wanita tersebut. Ia telah menjalani kehidupan ini. Ia telah mengecap puncak kesuksesan karirnya dan yang ia dapatkan bukanlah kebahagiaan. Maka, ambillah pelajaran ini sebelum engkau menyesal di kemudian hari.


        PROMO BUKU

        Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More