MUSLIMAH

Menuju Insan yang Shalihah

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

MUTIARA DAKWAH

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

20 Juli 2015

Sesungguhnya Semua Amalan Tergantung Niatnya


Dari Umar bin al-Khaththab radhiallahu 'anhu, beliau berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

"Sesungguhnya perbuatan-perbuatan itu dengan niat, dan sesungguhnya setiap orang bergantung dengan apa yang ia niatkan. Maka barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya untuk dunia yang ingin ia perolehnya, atau untuk wanita yang ingin ia nikahinya, maka hijrahnya kepada apa-apa yang ia berhijrah kepadanya."

(Diriwayatkan oleh dua orang Imam ahli hadits; Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin Bardizbah Al-Bukhari, dan Abul Husain Muslim bin Al-Hajjaj bin Muslim Al-Qusyairi An-Naisaburi, di dalam kedua kitab Shahih mereka yang merupakan kitab paling shahih yang pernah ditulis.)

Ibnu Rajab, dalam Jami'ul 'Ulumi wal Hikam berkata, "Para ulama telah sepakat atas keshahihan dan diterimanya hadits ini. Dan Al-Bukhari pun memulai kitab Shahihnya dengan hadits ini, dan memposisikannya sebagai khuthbah (muqaddimah)nya. Hal ini sebagai isyarat dari beliau bahwa setiap amalan (apapun) yang tidak diperuntukkan (dalam mengamalkannya) karena wajah Allah, maka amalan tersebut bathil, tidak menghasilkan suatu apapun, baik di dunia maupun di akhirat".



 

Asbabul Wurud
Imam Nawawi dalam Riyadhush Shalihin mengatakan, “Hadis di atas adalah berhubungan erat dengan persoalan niat. Rasulullah menyabdakannya itu ialah karena di antara para sahabat sewaktu mengikuti untuk berhijrah dari Makkah ke Madinah, semata-mata sebab terpikat oleh seorang wanita yakni Ummu Qais. Beliau mengetahui maksud orang itu, lalu bersabda sebagaimana di atas. Karena orang itu memperlihatkan sesuatu yang bertentangan dengan maksud yang terkandung dalam hatinya -meskipun sedemikian itu boleh saja- tetapi sebenarnya tidak patut sekali sebab saat itu sedang dalam suasana yang amat genting dan rumit, maka ditegurlah secara terang-terangan oleh Rasulullah."

Meskipun hadits itu berkaitan dengan seseorang, namun kaidahnya bisa diberlakukan untuk umum. Kata Imam Nawawi, "Sekalipun datangnya hadis itu mula-mula tertuju pada manusia yang salah niatnya ketika ia mengikuti hijrah, tetapi sifatnya adalah umum. Para imam mujtahidin berpendapat bahwa sesuatu amal itu dapat sah dan diterima serta dapat dianggap sempurna apabila disertai niat. Niat itu ialah sengaja yang disembunyikan dalam hati, ialah seperti ketika mengambil air sembahyang atau wudhu', mandi shalat dan lain-lain sebagainya."

Bagaimana jika berniat mengerjakan suatu amalan, namun karena suatu hal ia terhalangi untuk mengerjakannya? Dalam masalah ini, Imam Nawawi mengatakan, "Perlu pula kita maklumi bahwa barangsiapa berniat mengerjakan suatu amalan yang bersangkutan dengan ketaatan kepada Allah ia mendapatkan pahala. Demikian pula jikalau seseorang itu berniat hendak melakukan sesuatu yang baik, tetapi tidak jadi dilakukan, maka dalam hal ini orang itupun tetap juga menerima pahala. Ini berdasarkan Hadis yang berbunyi: "Niat seseorang itu lebih baik daripada amalannya."
Maksudnya: Berniatkan sesuatu yang tidak jadi dilakukan sebab adanya halangan yang tidak dapat dihindarkan itu adalah lebih baik daripada sesuatu kelakuan yang benar-benar dilaksanakan, tetapi tanpa disertai niat apa-apa.

 

Arti Niat 
"Ketahuilah bahwa niat," kata Imam Nawawi dalam Syarah Hadits Arbain, "menurut istilah bahasa artinya adalah qashdu (maksud, kehendak). Dikatakan: nawakallahu bikhair, yakni qashadakan bihi. Sedangkan niat menurut istilah syar'i adalah bermaksud kepada sesuatu yang disertai perbuatan. Jika dia bermaksud kepada sesuatu, tetapi tidak disertai perbuatan, maka ini namanya 'azzam. Niat itu disyariatkan dengan tujuan untuk membedakan urusan adat kebiasaan dengan ibadah atau untuk membedakan tingkatan antara ibadah yang satu dengan yang lain."

Kemudian Imam Nawawi mencontohkan niat orang yang duduk di masjid. Ada yang niat sekadar istirahat, ada yang niat untuk beribadah itikaf. Juga niat dalam shalat, misalnya shalat empat rakaat, ada yang meniatkannya untuk shalat Dhuhur, ada yang meniatkannya untuk shalat sunnah.

Syaikh Utsaimin dalam Syarah Hadits Arbain menyebutkan, "Semua amalan sesuai dengan wasilahnya. Kadangkala sesuatu yang asalnya mudah dapat menjadi ibadah ketaatan jika diniatkan untuk kebaikan, misalnya seseorang yang makan dan minum dengan niat agar badannya menjadi kuat untuk mengerjakan ibadah ketaatan kepada Allah"

Dalam Fathul Bari’ disebutkan, “ Setiap pekerjaan harus didasari dengan niat. Al Khauyi mengatakan, seakan-akan Rasulullah memberi pengertian bahwa niat itu bermacam-macam sebagaimana perbuatan. Seperti orang yang melakukan perbuatan dengan motivasi ingin mendapat ridha Allah dan apa yang dijanjikan kepadanya, atau ingin menjauhkan diri dari ancaman-Nya.”


 
Faidah Hadits
Syaikh 'Abdul-Muhsin bin Hamd Al-'Abbad Al-Badr dalam Fat-hul Qawiyyil Matin menyampaikan beberapa pelajaran faidah dari hadits niat ini.
  1. Sesungguhnya tidak ada amal (perbuatan) kecuali dengan niat.
  2. Sesungguhnya setiap amal (perbuatan) itu dianggap sah dengan niat-niatnya.
  3. Sesungguhnya balasan untuk si pelaku amalan (perbuatan) berdasarkan niatnya.
  4. Hendaknya seorang alim (ulama) memberikan perumpamaan sebagai penjelasan dan penerangan.
  5. Keutamaan hijrah, karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melakukannya. Dan telah terdapat dalam Shahih Muslim (121) dari 'Amr bin Al-'Ash radhiallahu 'anhu, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Tidakkah engkau mengetahui bahwa Islam menghapuskan apa-apa yang terjadi sebelumnya? Dan hijrah juga menghapuskan apa-apa yang terjadi sebelumnya?Dan ibadah haji juga menghapuskan apa-apa yang terjadi sebelumnya?”
  6. Seseorang itu mendapatkan pahala, atau dosa, atau tidak mendapatkan apapun sesuai dengan niatnya.
  7. Almalan-amalan bergantung pada wasilah yang mengantarkan kepadanya. Mungkin saja sesuatu itu pada asalnya hukumnya mubah, namun ia dapat berubah menjadai sebuah ketaatan (ibadah) jika seseorang berniat kebaikan dengannya. Seperti makan dan minum, jika seseorang meniatkan dengannya sebagai penguat dirinya untuk beribadah.
  8. Sesungguhnya sebuah amalan (perbuatan) dapat menjadi pahala bagi pelakunya, dan dapat pula menjadi penghalang dari pahala tersebut.

---------------------------------------------------------------------------
Referensi:
Riyadush Shalihin, Imam Nawawi
Fathul Bari’, Ibnu Hajar Al-Asqalani
Fat-hul Qawiyyil Matin fi Syarhil Arba'in wa Tatimmatul Khamsin, 'Abdul-Muhsin bin Hamd Al-'Abbad Al-Badr
Syarhul Hadits Arba'in Nawawiyah, Imam Nawawi


---------------------------------------------------------------------------
Sukrisno Santoso
Disusun pada pagi hari yang cerah, Selasa, 8 Oktober 2014, di rumah, Kota Sukoharjo 



0 komentar:

Posting Komentar

PROMO BUKU

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...