Udara dingin menggingit. Malam
yang pekat menyergap area camping. Hanya cahaya lampu emergency yang
sedikit bisa memberi penglihatan.
Di dalam tenda, tiga orang
bercengkerama akrab ditemani makanan ringan dan segelas minuman hangat. Suara
dering telepon genggam terdengar. Salah seorang di antara mereka mengangkat,
lalu ia terlibat pembicaraan yang santai dengan seseorang di sana.
"Sedang istirahat,"
kata lelaki itu. Suaranya dibuat mendayu. Tahulah teman-temannya bahwa yang
menelepon tersebut adalah istrinya.
Lalu seisi tenda pun menjadi
gaduh. Lelaki itu pun menjadi olok-olokan.
"Baru sehari camping
sudah ditelepon."
"Kayak pengantin baru
aja."
Yang disindir pun hanya
tersenyum karena ia maklum, dua orang temannya yang masih membujang itu belum
merasai perasaan rindu kepada sang istri ketika berpisah jauh.
Lelaki itu, sebut saja namanya
Hamzah (bukan nama sebenarnya), sebenarnya adalah lelaki dengan perangai yang
tegas dan keras. Namun ketika berbicara dengan istrinya, tiba-tiba saja nada
bicaranya lembut dan mendayu.
Kisah ini adalah kisah seorang
lelaki yang teguh memegang prinsip. Ia mempunyai keyakinan dan tawakkal yang
tinggi kepada Allah.
Berawal pada suatu masa ketika
Hamzah baru lulus dari SMA. Ekonomi keluarga yang pas-pasan membuat Hamzah
harus bekerja di sebuah perusahaan. Namun, ia pun berkeinginan untuk
melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi.
Hamzah mendaftar di sebuah
akademi swasta dengan tetap bekerja paruh waktu. Ia memang ulet. Kesulitan
hidup tidak membuatmya menyerah. Selain
belajar, selama kuliah Hamzah juga berusaha untuk melakukan aktivitas dakwah.
Memang sejak SMA ia giat mengaji dan mengikuti kegiatan dakwah.
Yang paling menonjol dari
perangai Hamzah ialah sikap tegasnya. Ia tegas dalam amar ma'ruf nahi
mungkar. Tak segan-segan ia menasehati dan membubarkan orang-orang yang
melakukan kemaksiatan di daerahnya, misalnya minum-minuman keras.
Jika sudah memiliki sebuah
niat, ia akan bertekad akan mewujudkannya. Hingga ia terkesan sebagai orang
yang keras. Hamzah juga orang yang sangat mudah menerima kebenaran.
Nasehat-nasehat yang lurus dan benar akan mudah untuk diikutinya.
Teman-temannya sangat menghormati Hamzah.
Di kampusnya, Hamzah menjadi
pelopor dalam kegiatan dakwah. Sebelumnya, kampus kecilnya kering dari
aktivitas menimba ilmu agama dan dakwah. Ia membuat kelompok kajian dan dakwah
dengan beberapa temannya.
Mulailah kampus tempatnya belajar
tercelup cahaya Ilahiah. Rintisan dakwahnya mulai berkembang. Di kampusnya ia
menjadi sosok yang terkenal sebagai seorang dai.
Di sinilah dimulai kisah cinta
itu.
Adalah seorang gadis yang
bersahaja, dengan pakaian simpel dan jilbab kecil menutup rambutnya. Ia adalah
gadis yang belum teracuni oleh gaya hidup hedonisme. Sebut saja namanya Zahra
(bukan nama sebenarnya).
Dalam masalah agama, ia
termasuk awam karena minimnya didikan agama dalam keluarganya. Yang menjadi
sifat baiknya ialah ia mudah menerima nasehat-nasehat khususnya dalam hal
agama.
Sosok tegas Hamzah pun menjadi
perhatian Zahra. Ia mulai aktif mengikuti kajian yang diadakan Hamzah.
Kajian-kajian ringan agar teman-temannya tidak meninggalkan ajaran agama.
Dari kajian itu, Zahra mulai
mengenal ajaran agama lebih banyak. Ia berusaha memperbaiki sifat dan sikapnya.
Nasehat-nasehat Hamzah dalam kajian, selalu dicobanya untuk dipahami dan
dipraktekkan. Zahra
sangat tertarik mempelajari agama. Terkadang ia bertanya kepada Hamzah hal-hal
yang tak diketahuinya.
Lalu, sebagaimana datangnya
angin sore yang lembut dan tak terasa, benih-benih perasaan itu pun muncul.
Zahra tidak menyengaja untuk menumbuhkannya. Ia hanya merasainya, menikmatinya,
dan bertanya-tanya tentang hal itu. Apakah yang aku rasakan?
Bagi sebagian besar wanita,
Hamzah adalah lelaki yang kaku dan terlihat tidak keren. Tapi bagi Zahra, lain
dalam pandangan dan hatinya. Hamzah adalah lelaki yang baik.
Ia pun memendam benih itu
dalam-dalam. Takut akan muncul dan terlihat oleh orang lain, apalagi terlihat
oleh Hamzah. Ia takut, Hamzah akan membencinya. Ia tahu, Hamzah adalah lelaki
saleh yang tak kan mau berurusan dengan perasaan wanita.
Adapun dengan perasaan Hamzah, ia
memandang Zahra dengan pandangan yang biasa saja. Jikapun ada yang menarik dari
gadis bersaja ini ialah sifat pemalunya. Zahra memang pemalu. Sifat pemalu
tersebut membuat Zahra menjadi gadis yang mudah menuruti apa yang dinasehatkan
oleh Hamzah. Saat ini Zahra sudah memakai kerudung lebar yang syar’i. Tak
sia-sia aku memberinya nasehat, batin Hamzah.
Hamzah menjalani masa kuliah
sambil terus bekerja paruh waktu. Aktivitasnya padat; kuliah, bekerja, mengaji.
Hamzah mesti lebih giat bekerja karena kebutuhan kuliahnya semakin meningkat.
Beberapa kali ia harus
meminjam uang kepada temannya untuk menutupi biaya kuliahnya. Namun, ia tetap
yakin bahwa ia akan bisa menyelesaikan kuliahnya dengan baik. Sedangkan Zahra, selain
disibukkan oleh kuliahnya, hatinya disibukkan oleh bayangan lelaki yang tegas
dan baik itu. Hati Zahra dibakar oleh perasaan kagumnya. Berdebar hatinya kala
berjumpa dengan Hamzah. Inikah cinta?
Masa kuliah diselesaikan
dengan baik oleh Hamzah. Begitu juga Zahra. Kelulusan yang mestinya disambut
dengan bahagia, mengukirkan duka dalam hati Hamzah. Ia tak akan bertemu Hamzah
lagi.
Kata orang, perasaan cinta tak
dapat disembunyikan. Cahayanya akan selalu memancar, dan aroma wanginya akan
tercium. Hamzah
mengetahui bahwa Zahra menyukai dirinya. Gerak tingkah Zahra memperlihatkan hal
itu. Namun, Hamzah berusaha untuk tidak menanggapinya, takut terjerumus dosa.
Apa kriteria calon istri
menurutmu? Tanya seorang teman kepada Hamzah.
“Wanita yang pemalu,”
jawabnya.
“Mengapa?”
“Karena wanita yang pemalu
lebih mudah untuk dibimbing.”
Wanita pemalu lebih mudah
untuk dibimbing, begitulah keyakinan Hamzah. Lalu ia pun teringat dengan wanita
pemalu di kampusnya dahulu, Zahra. Sedang apa kiranya ia sekarang?
Zahra ditimpa kebimbangan.
Hatinya dibakar rindu. Sesekali dikirimnya pesan singkat kepada Hamzah untuk
menanyakan masalah agama atau materi kuliah yang dulu belum dipahaminya. Hal
itu sedikit mengobati rindunya.
Hamzah, setelah kuliah tak
segera mendapat pekerjaan sesuai kualifikasinya. Ia masih bekerja paruh waktu
di perusahaannya dahulu. Saat mendapatkan sebuah pekerjaan, ia hanya bertahan
beberapa minggu saja karena ia tak tahan dengan tekanan pekerjaan dan
terkekangnya waktu.
Kemudian ia mendirikan sebuah
usaha kecil-kecilan dengan modal pinjaman. Ia harus bekerja keras agar bisa
mandiri. Selama beberapa waktu, usahanya tidak berjalan dengan lancar. Ia
merasa tertekan dengan tuntutan ekonominya. Orang tuanya sudah tua. Ia ingin orang
tuanya segera beristirahat dari pekerjaan. Namun untuk hal itu, ia haruslah
bisa mandiri dan menghidupi orang tuanya.
Semakin lama usahanya semakin
menurun. Lantas karena tak menghasilkan profit yang berarti, ditutupnya usaha
tersebut. Hamzah bimbang. Himpitan ekonomi semakin menyesakkan dadanya.
Di usianya yang sekarang,
semestinya ia sudah menikah dan mandiri. Sebenarnya ia pun sudah berencana akan
menikah. Ketika memikirkan pernikahan, pikiran Hamzah terbayang wanita pemalu
itu, Zahra. Ah, aneh, mengapa ia yang terbayang, batin Hamzah.
Impian pernikahannya tak
mungkin terwujud sebelum ia bisa mandiri. Sedangkan, kini ia menganggur, tak
punya penghasilan yang berarti. Meskipun ia masih bekerja paruh waktu pada
perusahaannya dahulu, penghasilannya masih pas-pasan.
Dalam keadaan seperti, Zahra
masih kadang mengirim pesan singkat. Hamzah semakin bimbang. Ia tak ingin larut
memberikan harapan kepada Zahra. Ia pun tak mau sering-sering berkomunikasi
dengan Zahra meskipun hanya komunikasi tanya jawab masalah agama.
Ia harus mengambil keputusan.
Ia tak mau semakin lama bermimpi. Ia tak mau Zahra semakin memupuk harapan. Ia
mengambil keputusan.
“Jika ada laki-laki yang baik
datang melamar, terimalah.” Itu
isi pesan singkat Hamzah kepada Zahra. Nasehat yang biasa saja, namun sebenarnya
isinya menusuk hati Zahra.
Zahra paham apa maksud pesan
tersebut. Hamzah ingin ia pergi dari hidupnya. Hatinya menangis. Gadis yang
bersahaja itu terluka. Harapannya bertahun-tahun punah. Benih yang dahulu
disimpannya dalam-dalam telah layu.
Air mata membasahi pipi gadis
pemalu itu. Pilu dan sendu senantiasa menaungi hari-hari Zahra. Hanya kepada
Allah-lah diutarakan kesedihannya. Dihaturkannya doa-doa ke atas langit dengan
penuh ketulusan.
Hamzah, lelaki yang teguh
pendirian itu kini sedang goyah. Himpitan ekonomi menyesakkan dadanya. Ditambah
keputusannya untuk melepaskan Zahra. Zahra, gadis yang diam-diam diidamkannya.
Hamzah mengadu kepada Allah. Apa yang harus
ia lakukan. Ia berharap jalan keluar segera datang.
Jika ada hati yang seteguh
karang, itulah hatinya Hamzah. Ia lelaki yang yakin bahwa Allah tidak akan
menelantarkan hamba-Nya. Ia yakin, bersama kesulitan ada kemudahan.
Hamzah selalu yakin dengan
janji-janji Allah yang termaktub dalam kitab-Nya dan tersampaikan oleh
Rasul-Nya. Salah satu janji-Nya ialah orang yang bertakwa akan dicukupkan
kebutuhannya oleh Allah. Hamzah pun bersandar hanya kepada Dzat Yang Maha
Pemberi Rezeki.
Hatinya menjadi lebih tenang.
Jiwanya tenteram. Sesak hatinya oleh himpitan ekonomi yang telah menimpanya
sedikit-demi sedikit terurai.
Mantaplah hati Hamzah. Ia
kembali menjadi pribadi yang kukuh dan penuh percaya diri. Maka, meskipun ia
memiliki penghasilan yang pas-pasan, dibulatkan tekadnya untuk segera menikah.
Ia yakin bahwa orang yang menikah takkan ditelantarkan oleh Allah. Rezeki di
tangan Allah.
Tanpa banyak basa-basi,
dikiriminya sebuah pesan singkat kepada Zahra. Ia ingin menemui orang tua Zahra
untuk melamarnya.
Hati Zahra bersorak. Bagai
kering yang tersiram air hujan, tumbuhlah kembali bunga-bunga cinta dalam
hatinya. Inilah jawaban doa-doanya.
Beberapa hari kemudian Hamzah
datang ke rumah Zahra. Ia harus berputar-putar mencari rumah Zahra hingga dua
jam karena belum mengetahui lokasinya. Dengan sedikit tersesat, Hamzah akhirnya
tiba di rumah Zahra.
Hamzah, dengah penuh percaya
diri, mengutarakan maksud kedatanganya. Zahra, gadis pemalu itu tertunduk
semakin malu.
Ia adalah Hamzah, yang
keyakinannya sekukuh karang.
Ia adalah Hamzah, yang yakin
atas kuasa Allah, yang mengendalikan jodoh dan rezeki manusia.
Dilangsungkanlah pernikahan
dengan penuh kesederhanaan. Mulai saat itu, Hamzah dan Zahra bersama-sama
meniti hidup, melewati setiap rintangan dengan kasih sayang dan cinta.
Saat ini Hamzah dan Zahra
dikaruniai seorang anak yang lucu, saat ini mereka sedang membangun rumah baru
untuk tempat tinggalnya.
***
Berdasarkan kisah nyata.
Ditulis oleh Sukrisno Santoso, pada malam yang dingin, 29 Juli 2014, di kota Sukoharjo.
Berdasarkan kisah nyata.
Ditulis oleh Sukrisno Santoso, pada malam yang dingin, 29 Juli 2014, di kota Sukoharjo.
0 komentar:
Posting Komentar