Menikah.
Betapa indahnya sunnah Rasul yang satu ini. Bukanlah umat Nabi, jika enggan
menikah. Menikah,
menyatukan dua hati yang dirudung rindu. Mengikat dua insan yang mendamba bahagia.
Seorang muslim pasti mendambakan pasangan yang baik; yang saleh atau salehah. Segala cara ditempuh agar mendapatkan jodoh penenteram hati.
Kisah ini adalah kisah seorang laki-laki yang tetap setia mencari. Ia tidak berpangku tangan dalam penantian. Ia mengejar bidadarinya.
Di sebuah kampus terkenal, seorang wanita berdiri dengan anggun. Sebut saja namanya Dewi (bukan nama sebenarnya).Corak dan warna pakaiannya yang kalem serta dipadu dengan kerudung besarnya membuat ia seakan bidadari yang turun dari surga.
Dewi adalah seorang mahasiswi yang berasal dari luar kota. Pembawaanya tenang. Lembut tutur katanya, dan senyum yang menghias wajah cerahnya menandakan ia seorang pribadi yang ramah. Dewi adalah seorang mahasiswi yang cerdas. Nilai akademiknya bagus. Ia pun aktif di organisasi. Ia seorang aktivis muslimah.
Banyak laki-laki yang tertarik pada Dewi. Dan mereka yang mengungkapkan ketertarikannya harus menanggung kecewa karena Dewi bukanlah wanita yang mau menjalani hubungan yang tak halal. Ia akan menyerahkan hati dan raganya hanya kepada lelaki yang menjadi suaminya.
Salah seorang laki-laki yang tertarik kepada Dewi ialah adik tingkatnya sendiri. Sebut saja namanya Gilang (bukan nama sebenarnya). Dewi dan Gilang aktif dalam organisasi yang sama.
Kecantikan, kecerdasan, dan kesalehahan Dewi membuat Gilang jatuh hati. Namun, Gilang bukan lelaki yang mudah mengungkapkan perasaannya. Ia pun sadar bahwa wanita sebaik Dewi tentu banyak yang menginginkannya.
Semakin lama persahabatan Dewi dengan Gilang, semakin dalam perasaan Gilang kepada wanita yang memesona itu. Gilang pun bertekad akan mengutarakan niatnya untuk menyunting Dewi.
Manusia hanyalah bisa berencana, Tuhanlah yang menentukan. Sebuah kabar tak terduga menyambar hati Gilang. Dewi, wanita yang anggun dan memesona itu sudah dikhitbah oleh orang lain. Dan undangan pernikahan pun sudah tersiar.
Gilang memang kecewa. Namun, ia tak mengeluh atau meratap. Ia yakin Tuhan sudah menetapkan jodoh bagi setiap hamba-Nya. Gilang berusaha berdamai dengan hatinya. Dia bukan jodohku, kata Gilang. Namun, Gilang penasaran siapakah lelaki yang beruntung mendapatkan Dewi.
Gilang bertanya kepada teman-temannya siapakah calon suami Dewi. Dari keterangan yang ia peroleh, Gilang mengetahui bahwa calon suami Dewi adalah lelaki yang baik, saleh, dan sudah mandiri.
Hati Gilang pun menjadi tenang. Ia teringat sebuah ayat yang menyebutkan bahwa laki-laki yang baik untuk wanita yang baik. Gilang pun kemudian mengetahui bagaimana kisah lelaki tersebut bisa mendapatkan Dewi. Hingga Gilang pun menyebutnya sebagai lelaki yang setia mencari.
Lelaki yang setia mencari itu bernama Fariz (bukan nama sebenarnya). Berasal dari kota yang sama dengan Dewi. Kisah Fariz dan Dewi dimulai saat masa putih abu-abu. Fariz dan Dewi aktif di organisasi kerohanian di sekolahnya. Fariz adalah kakak kelas Dewi.
Fariz adalah pemuda yang baik, santun, dan saleh. Ia seorang muslim yang pemberani; berani dalam menyuarakan kebenaran dan dakwah kepada Allah. Banyaklah siswi sekolahnya yang jatuh hati pada Fariz. Namun, Fariz tiada menggubris masalah seperti itu. Ia menjadi teladan dalam kepandaian dan kesalehan.
Dewi sudah aktif di organisasi sejak SMA. Di situlah Fariz mengenal Dewi dengan segala kelebihannya. Kecantikannya, ketegasannya, kebaikannya, kesalehahannya, dan semangat dakwahnya.
Secara diam-diam hati Fariz tercuri. Perlahan-lahan tumbuh benih-benih cinta dalam hatinya. Namun, ia sadar bahwa belum waktunya ia mengungkapkan perasaan.
Fariz dan Dewi masih SMA. Masa depan masih terbentang panjang.
Fariz pun bertekad untuk memendam perasaannya. Ia berjanji pada dirinya sendiri, suatu hari nanti akan meminang Dewi. Iya, suatu hari nanti.
Akan halnya dengan Dewi, siapa yang tahu perasaan seorang wanita. Adakah perasaan yang sama hadir di dalam hati Dewi sebagimana dirasakan oleh Fariz? Dewi adalah wanita yang pandai menjaga kehormatan diri dan senantiasa menjaga pandangan.
Masa SMA pun terlewati. Fariz dan Dewi berpisah. Keduanya kuliah di kota yang berbeda; berjarak ratusan kilometer.
Seorang muslim pasti mendambakan pasangan yang baik; yang saleh atau salehah. Segala cara ditempuh agar mendapatkan jodoh penenteram hati.
Kisah ini adalah kisah seorang laki-laki yang tetap setia mencari. Ia tidak berpangku tangan dalam penantian. Ia mengejar bidadarinya.
Di sebuah kampus terkenal, seorang wanita berdiri dengan anggun. Sebut saja namanya Dewi (bukan nama sebenarnya).Corak dan warna pakaiannya yang kalem serta dipadu dengan kerudung besarnya membuat ia seakan bidadari yang turun dari surga.
Dewi adalah seorang mahasiswi yang berasal dari luar kota. Pembawaanya tenang. Lembut tutur katanya, dan senyum yang menghias wajah cerahnya menandakan ia seorang pribadi yang ramah. Dewi adalah seorang mahasiswi yang cerdas. Nilai akademiknya bagus. Ia pun aktif di organisasi. Ia seorang aktivis muslimah.
Banyak laki-laki yang tertarik pada Dewi. Dan mereka yang mengungkapkan ketertarikannya harus menanggung kecewa karena Dewi bukanlah wanita yang mau menjalani hubungan yang tak halal. Ia akan menyerahkan hati dan raganya hanya kepada lelaki yang menjadi suaminya.
Salah seorang laki-laki yang tertarik kepada Dewi ialah adik tingkatnya sendiri. Sebut saja namanya Gilang (bukan nama sebenarnya). Dewi dan Gilang aktif dalam organisasi yang sama.
Kecantikan, kecerdasan, dan kesalehahan Dewi membuat Gilang jatuh hati. Namun, Gilang bukan lelaki yang mudah mengungkapkan perasaannya. Ia pun sadar bahwa wanita sebaik Dewi tentu banyak yang menginginkannya.
Semakin lama persahabatan Dewi dengan Gilang, semakin dalam perasaan Gilang kepada wanita yang memesona itu. Gilang pun bertekad akan mengutarakan niatnya untuk menyunting Dewi.
Manusia hanyalah bisa berencana, Tuhanlah yang menentukan. Sebuah kabar tak terduga menyambar hati Gilang. Dewi, wanita yang anggun dan memesona itu sudah dikhitbah oleh orang lain. Dan undangan pernikahan pun sudah tersiar.
Gilang memang kecewa. Namun, ia tak mengeluh atau meratap. Ia yakin Tuhan sudah menetapkan jodoh bagi setiap hamba-Nya. Gilang berusaha berdamai dengan hatinya. Dia bukan jodohku, kata Gilang. Namun, Gilang penasaran siapakah lelaki yang beruntung mendapatkan Dewi.
Gilang bertanya kepada teman-temannya siapakah calon suami Dewi. Dari keterangan yang ia peroleh, Gilang mengetahui bahwa calon suami Dewi adalah lelaki yang baik, saleh, dan sudah mandiri.
Hati Gilang pun menjadi tenang. Ia teringat sebuah ayat yang menyebutkan bahwa laki-laki yang baik untuk wanita yang baik. Gilang pun kemudian mengetahui bagaimana kisah lelaki tersebut bisa mendapatkan Dewi. Hingga Gilang pun menyebutnya sebagai lelaki yang setia mencari.
Lelaki yang setia mencari itu bernama Fariz (bukan nama sebenarnya). Berasal dari kota yang sama dengan Dewi. Kisah Fariz dan Dewi dimulai saat masa putih abu-abu. Fariz dan Dewi aktif di organisasi kerohanian di sekolahnya. Fariz adalah kakak kelas Dewi.
Fariz adalah pemuda yang baik, santun, dan saleh. Ia seorang muslim yang pemberani; berani dalam menyuarakan kebenaran dan dakwah kepada Allah. Banyaklah siswi sekolahnya yang jatuh hati pada Fariz. Namun, Fariz tiada menggubris masalah seperti itu. Ia menjadi teladan dalam kepandaian dan kesalehan.
Dewi sudah aktif di organisasi sejak SMA. Di situlah Fariz mengenal Dewi dengan segala kelebihannya. Kecantikannya, ketegasannya, kebaikannya, kesalehahannya, dan semangat dakwahnya.
Secara diam-diam hati Fariz tercuri. Perlahan-lahan tumbuh benih-benih cinta dalam hatinya. Namun, ia sadar bahwa belum waktunya ia mengungkapkan perasaan.
Fariz dan Dewi masih SMA. Masa depan masih terbentang panjang.
Fariz pun bertekad untuk memendam perasaannya. Ia berjanji pada dirinya sendiri, suatu hari nanti akan meminang Dewi. Iya, suatu hari nanti.
Akan halnya dengan Dewi, siapa yang tahu perasaan seorang wanita. Adakah perasaan yang sama hadir di dalam hati Dewi sebagimana dirasakan oleh Fariz? Dewi adalah wanita yang pandai menjaga kehormatan diri dan senantiasa menjaga pandangan.
Masa SMA pun terlewati. Fariz dan Dewi berpisah. Keduanya kuliah di kota yang berbeda; berjarak ratusan kilometer.
Sejak
saat itu, mereka tidak berkomunikasi. Mereka menjalani kehidupan masing-masing.
Keduanya disibukkan dengan aktivitas perkuliahan dan dakwah di kampus mereka.
Beberapa
tahun berpisah, tidaklah menggugurkan perasaan Fariz kepada Dewi. Tiada bersua
atau sekadar berkomunikasi, tak membuat Fariz melupakan Dewi. Ia selalu
memegang janjinya kepada diri sendiri dahulu bahwa ia akan menyunting Dewi
suatu hari nanti.
Setelah
lulus kuliah, Fariz mendapatkan pekerjaan yang layak. Ia berusaha untuk hidup
mandiri. Ia sadar bahwa seorang laki-laki haruslah berpijak di atas kakinya
sendiri. Lebih-lebih jika ingin menyunting seorang wanita, ia harus sudah
mandiri.
Saat
itu Dewi masih kuliah semester akhir. Fariz, yang telah menabur benih cinta
sejak SMA, sudah memantapkan hati untuk menyunting Dewi. Yang menjadi masalah
ialah, mereka sudah lama tidak bertemu dan tidak berkomunikasi.
Segala
puji bagi Allah, Fariz dan Dewi aktif dalam barisan dakwah. Melalui sarana dakwah,
Fariz bisa mendapatkan kabar tentang Dewi. Fariz mengikuti kajian rutin
seminggu sekali, yang sering disebut halaqah atau liqa. Kajian itu dibimbing
oleh seorang ustadz yang biasa disebut sebagai murabbi. Begitu juga dengan
Dewi. Meski berada di kota yang berbeda, keduanya ditakdirkan untuk kembali
bersua.
Bagaimanakah
cara Fariz menghubungi Dewi? Awalnya ia mengutarakan niatnya untuk menyunting
Dewi kepaa ustadznya. Fariz menyebutkan ciri-ciri Dewi, asal kota, dan tempat
kuliah.
Dari
situ, sang ustadz berhasil menelusuri keberadaan Dewi melalui guru ngajinya.
Ustadz dari Fariz kemudian menghubungi ustadzah dari Dewi. Lalu, tersampaikanla
niat Fariz untuk menyunting Dewi.
Fariz
tidak ingin langsung mengutarakan niatnya kepada Dewi. Melalui ustadznya, Faris
menyodorkan biodata dirinya secara lengkap. Biodata tersebut kemudian diberikan
kepada ustadzahnya
Dewi.
Lalu,
kepada Dewi, disampaikanlah oleh ustadzahnya bahwa ada seorang lelaki yan ingin
ta’aruf dengannya. Dewi tidak mengetahui bahwa yang ingin ta’aruf ialah Fariz.
Ia tidak mempunyai bayangan siapa yang akan ta’aruf dengannya.
Diberikanlah
biodata Fariz kepada Dewi. Lalu, seakan hatinya mendengar suara petir di siang
hari, Dewi tersentak saat mengetahui bahwa biodata tersebut adalah biodata Fariz.
Kakak kelasnya dahulu saat SMA, lelaki saleh yang banyak dikagumi oleh wanita.
Berbungalah
hati Dewi. Ia tahu, Fariz adalah lelaki yang baik dan pantas menjadi imam
baginya. Apalagi, Fariz masih mengingatnya meskipun sudah lama berpisah. Perjuangan
Fariz untuk bisa ta’aruf dengannya membuktikan bahwa Fariz adalah laki-laki
yang pantang menyerah. Dan setia.
Jika
datang laki-laki yang baik untuk melamar, maka tak ada alasan untuk menolak.
Karena penolakan terhadap lamaran laki-laki saleh akan berujung musibah dan
penyesalan. Sebaliknya, penerimaan terhadapnya merupakan sebuah usaha untuk
menggapai ridha Allah.
Singkat
cerita, Fariz dan Dewi pun berta’aruf, kemudian terjadi proses khitbah. Dan
mereka pun mengambil mitsaqan ghalizan (perjanjian yang kuat), yaitu
janji pernikahan; untuk sama-sama mengarungi kehidupan dalam rangka menggapai
ridha Allah.
Fariz
dan Dewi tidak hanya memperjuangkan kebahagiaan dalam kebersamaan di dunia,
tapi juga kebahagiaan dalam kebersamaan di akhirat.
Walhamdulillahirabbil 'alamin.
***
Berdasarkan kisah nyata.
Ditulis oleh Sukrisno Santoso, pada sepertiga malam terakhir, 25 Juli 2014, di kota Sukoharjo.
0 komentar:
Posting Komentar