Ikhlas adalah sucinya niat, bersihnya hati dari syirik dan riya’ serta hanya menginginkan rida Allah semata dalam segala keyakinan, perkataan, dan perbuatan.
Allah berfirman, “Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS. Al-Mulk: 2)Fudhail bin Iyadh berkata, “Maksudnya adalah yang paling ikhlas dan benar amalnya.”
Fudhail menjelaskan, “Amal yang ikhlas adalah amalan yang dikerjakan hanya untuk Allah semata, sedangkan amalan yang benar adalah amal yang sesuai dengan sunnah.”
Allah berfirman, “Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya.” (QS. Al-Kahfi: 110)Ayat ini diturunkan pada Jundub bin Zuhair Al-‘Amiri, ia berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku mengerjakan amal untuk Allah dan aku menginginkannya untuk Allah, hanya saja jika amal itu dilihat maka membuatku senang.” Rasulullah lalu bersabda, “Sesungguhnya Allah itu baik dan tidak menerima kecuali yang baik, juga tidak menerima amal yang disekutukan.”
Dari ayat di atas, Ibnu Katsir mengungkapkan syarat diterimanya amal yaitu benar-benar tulus karena Allah (ikhlas) dan harus sesuai dengan syariat yang dicontohkan oleh Rasulullah.
Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya perbuatan-perbuatan itu dengan niat, dan sesungguhnya setiap orang bergantung dengan apa yang ia niatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)Hadits di atas menerangkan bahwa amalan dinilai benar atau rusak, diterima atau ditolak, mendapatkan pahala atau tidak, tergantung pada niatnya. Seseorang akan mendapatkan sesuai balasan sesuai dengan niatnya. Jika ia berniat kebaikan, ia akan memperoleh kebaikan (pahala). Jika ia berniat keburukan, ia akan memperoleh keburukan (dosa).
Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mencatat semua kebaikan dan keburukan, kemudian Allah menjelaskan hal tersebut. Oleh karena itu, barangsiapa yang berniat melaksanakan kebaikan lalu ia tidak mengerjakannya maka Allah yang Mahasuci dan Mahatinggi mencatat di sisi-Nya sebagai satu kebaikan yang sempurna. Dan jika ia bermaksud melakukannya lalu mengerjakannya maka Allah mencatatnya sebagai sepuluh kebaikan sampai tujuh ratus kali lipat, dan dilipatkannya lagi. Adapun, jika ia berniat melakukan keburukan, lalu tidak jadi melakukannya, maka Allah mencatat di sisi-Nya sebagai satu kebaikan yang sempurna. Sedangkan apabila ia berniat melakukan keburukan kemudian mengerjakannya, maka Allah mencatatnya sebagai satu keburukan.” (HR. Bukhari dan Muslim)Abdullah bin Mubarak berkata, “Amal perbuatan kecil terkadang menjadi besar disebabkan niat, dan amal perbuatan yang besar terkadang menjadi kecil disebabkan niat.”
Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah berkata, “Orang yang ikhlas adalah siapa saja yang menyembunyikan kebaikan-kebaikannya sebagaimana ia menyembunyikan segala keburukannya.”
As-Suusiy berkata, “Ikhlas adalah tidak merasa telah berbuat ikhlas. Barangsiapa masih menyaksikan keikhlasan dalam ikhlasnya, maka keikhlasannya masih membutuhkan keihklasan lagi.”