MUSLIMAH

Menuju Insan yang Shalihah

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

MUTIARA DAKWAH

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

17 Desember 2012

Mengeja Arti Cinta


Setiap orang merasakan cinta. Setiap orang mempunyai cara yang berbeda-beda dalam mengungkapkannya. Setiap orang berbeda pula dalam menyikapinya. Cinta adalah sebuah anugerah Tuhan yang tak pantas untuk kita nodai. Cinta adalah hal terindah yang bersemayam dalam hati. 

Dengan cinta, orang tua membesarkan dan mendidik anaknya. Dengan cinta, antarsaudara saling menasehati dan menolong. Dengan cinta, persahabatan terjalin lebih erat. Dengan cinta, yang kuat mendukung yang lemah. Dengan cinta, yang kaya mengulurkan tangan kepada yang miskin. Dengan cinta, alam dimakmurkan dengan sebaik-baiknya dan penuh tanggung jawab. Dengan cinta pula, lahirlah generasi-generasi Qurani. Dan dengan cinta, para pejuang Islam gugur dengan senyuman.

Setiap orang mempunyai pandangan yang berbeda-beda dalam mendefinisikan sifat cinta dan menyikapi perasaan cinta. Marilah kita simak penyampaian seorang kawan, Nanda Lia Tsabita, yang mengungkapkan perasaannya tentang cinta berikut ini.
***
 

Hati itu ibarat amplop. Ada kertas yang indah dan cantik, namun tak mampu dimasukkan dalam amplop karena tak sesuai ukuran. Tapi ada kertas yang justru biasa-biasa saja, namun berhasil masuk dalam amplop: amplop menerimanya.

Kertas itu yang mungkin kita kenal dengan nama cinta. Ya, cinta tak pandang apapun jua. Ia tak pandang paras wajah, materi, kedudukan, atau jabatan. Ia hadir begitu saja, tanpa kita tau kapan ia berhasil menjalar dalam hati kita.

Cinta membawa kesejukan layaknya hujan setelah kemarau berkepanjangan. Ia pun membawa bencana tatkala hadir dengan derasnya. Cinta yang banjir, cinta yang meluber tak pernah baik. Ia akan mengubah asa jadi malapetaka, mengubah suka jadi duka, mengubah kawan jadi lawan, mengubah biru jadi abu-abu. Takkan indah lagi, takkan mewangi lagi.

Cinta milik semua orang: kaya, miskin, tua, muda, rupawan, jelek, pintar bodoh, tinggi, pendek. Semua berhak mencinta: petani, pedagang, sopir, guru, dosen, polisi, tentara, mahasiswa. Semua berhak memilih posisi: yang mencintai, yang dicintai, yang menghianati, yang dihianati, yang menyakiti, yang disakiti, yang melupakan, yang dilupakan, yang meninggalkan, yang ditinggalkan. Semua ada pada posisi masing-masing: sepasang. Mustahil ada yang terhianati tanpa ada yang menghianati, mustahil ada yang mencintai tanpa ada yang dicintai. Semua merupakan keteraturan, keseimbangan.

Mencinta tak selamanya menyenangkan. Ada hal-hal yang memang perlu untuk diperjuangkan. Perjuangan yang bagaimana? Perjuangan yang membahagiakan, mengecewakan, menyedihkan, atau... yang menyakitkan? Sekali lagi, ini pun merupakan pilihan duhai kawan. Kau ingin mencoba merasai perjuangan yang membahagiakan? Rasanya nonsense. But, who knows? Tingkat bahagia atau tidak itu kita sendiri yang mengukur. Mungkin perjuangan itu terlihat menyakitkan, namun apakah salah jika kita berusaha meramunya agar terlihat seperti perjuangan yang membahagiakan?: melapangkan hati, menerima, legowo. Itu ternyata jauh lebih indah. Air mata yang meleleh, perlu diiringi senyum yang lebar. Agar sakitnya tak terasa.

Dalam cinta, tiada yang perlu disalahkan. Bukan yang mencintai atau yang dicintai. Semua benar, tak ada yang salah. Yang ada hanya mau atau tidak mau. Sekali lagi, ini adalah pilihan. Maukah kau mencintai? Atau maukah kau untuk dicintai? Kalau kau siap mencintai, kau pun harus siap untuk dicintai.

Cinta... cinta... cinta.... Ia tak bisa dimaknai, namun ia bisa dirasakan. Ia bisa diinterpretaskan. Ia mampu diimplementasikan.

Tuhan menitipkan rasa cinta pada tiap diri manusia. Untuk apa? Untuk menebarkan kasih sayang di muka bumi ini. Orang yang bilang cinta itu tak ada, hanyalah orang-orang yang tak percaya adanya Dzat yang Mahatinggi. Bukankah Allah menurunkan rahmat pun karena Dia mencintai kita? Lalu kenapa kita menafikkan cinta itu sendiri?

Perindah cintamu setiap waktu, agar Sang Pecinta, terus mengirimkan rahmat cinta-Nya padamu, pada diri kita semua. Maknai cinta secara positif, dan jangan pernah mengambing-hitamkannya. Jangan salahkan cinta, tapi salahkan pelakunya jika kau menemui penyimpangan-penyimpangan. Biarkan cinta bersemi dalam hati kita... murni... tak keruh.... Selamat mencinta.

***

 

Sukoharjo, 17 Desember 2012


11 Desember 2012

Larangan Berhubungan dengan Jin



“Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dan suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpim bagi orang-orang yang tidak beriman.” (Qs. Al-A’raf: 27)

Apakah Jin itu?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Mayoritas umat mengakui adanya jin. Dalam hal ini mereka mempunyai banyak peristiwa yang terkait dengan jin.”

Selanjutnya ia berkata, “Orang yang mengingkari keberadaannya (jin) tidak mempunyai dalil yang dapat dijadikan landasan. Akan tetapi hal itu dikarenakan ketidaktahuan mereka.” [1]


“Katakanlah (hai Muhammad): "Telah diwahyukan kepadamu bahwasanya: telah mendengarkan sekumpulan jin (akan Al Quran), lalu mereka berkata: Sesungguhnya Kami telah mendengarkan Al Quran yang menakjubkan” (QS. Al-Jin: 1)
    Dalam Tafsir Jalalain disebutkan sebab turunnya ayat ini yaitu, “Sekumpulan jin, yakni jin dari Nashibin; demikian itu terjadi sewaktu Nabi sedang melakukan salat Subuh di lembah Nakhlah, yang terletak di tengah-tengah antara Mekah dan Thaif. Jin itulah yang disebutkan di dalam firman-Nya, "Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan serombongan jin kepadamu." (Qs. Al-Ahqaf: 29), (lalu mereka berkata) kepada kaum mereka setelah mereka kembali kepada kaumnya: ("Sesungguhnya kami telah mendengarkan Al-Quran yang menakjubkan) artinya mereka takjub akan kefasihan bahasanya dan kepadatan makna-makna yang dikandungnya, serta hal-hal lainnya.” [2]

    Abu Hurairah mengatakan bahwa Nabi shalat dan setelah selesai beliau bersabda, "Sesungguhnya tadi ada setan yang menampakkan dirinya kepadaku (dan dalam satu riwayat: sesungguhnya Ifrit dari golongan jin menampakkan diri kepadaku tadi malam) dengan maksud supaya aku mengurungkan shalatku. Tetapi, aku dikaruniai kemampuan oleh Allah lalu mencekiknya. Sebenarnya aku ingin mengikat setan itu, supaya paginya kamu semua dapat melihatnya. Tetapi, kemudian aku teringat kepada ucapan (dalam satu riwayat: doa saudaraku) Nabi Sulaiman, 'Ya Tuhan, berikanlah kepadaku suatu kerajaan yang tidak Engkau berikan kepada seseorang sesudahku nanti.' Karena itu, Allah lantas mengusir setan (jin) itu dalam keadaan hina dina." (HR. Bukhari)

    Makhluk ciptaan Allah dapat dibedakan antara yang bernyawa dan tak bernyawa. Di antara yang bernyawa adalah jin. Kata jin menurut bahasa (Arab) berasal dari kata ijtinan yang berarti istitar (tersembunyi). Jadi jin menurut bahasa berarti sesuatu yang tersembunyi dan halus, sedangkan setan ialah setiap yang durhaka dari golongan jin maupun manusia. Iblis adalah gembongnya setan.

    Dinamakan jin karena wujudnya yang tersembunyi dari pandangan mata manusia. Firman Allah,

    “Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dan suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. (QS. Al-A'raf: 27)
      Kalau pun ada manusia yang dapat melihat jin, jin yang dilihatnya itu adalah yang sedang menjelma dalam wujud makhkuk yang dapat dilihat mata manusia biasa.

      Asal kejadian Jin
      Kalau manusia pertama diciptakan dari tanah, maka jin diciptakan dari api yang sangat panas. Allah berfirman, 
      “Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas.” (QS. Al Hijr: 27)"Dan Kami telah menciptakan jin dari nyala api." (QS. Ar Rahman : 15)
        Rasulullah bersabda,
        "Malaikat diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari nyala api, dan Adam diciptakan dari apa yang disifatkan (diceritakan) kepada kamu [yaitu dari air sperma dan ovum]." (HR Muslim)

        Bagaimana wujud api yang merupakan asal kejadian jin, Al Quran tidak menjelaskan secara rinci, dan Allah pun tidak mewajibkan kita untuk meneliti-nya secara detail. Ibnu Abbas, Ikrimah, Mujahid dan Adhdhak berpendapat bahwa yang dimaksud "api yang sangat panas" (nar al-samum) atau "nyala api" (nar) dalam firman Allah di atas ialah "api murni". Ibnu Abbas pernah pula mengartikannya "bara api", seperti dikutip dalam Tafsir Ibnu Katsir.

        Mengubah Bentuk
        Setiap makhluk diberi Allah kekhususan atau keistimewaan tersendiri. Salah satu kekhususan jin ialah dapat mengubah bentuk. Misalnya jin kafir (setan) pernah menampakkan diri dalam wujud orang tua kepada kaum Quraisy sebanyak dua kali. Pertama, ketika kaum Quraisy berkonspirasi untuk membunuh Nabi SAW di Makkah. Kedua, dalam Perang Badr pada tahun kedua Hijriah, seperti diungkapkan Allah di dalam surat Al Anfal: 48.

        Apakah jin juga mati?
        Jin beranak pinak dan berkembang biak. Allah memperingatkan manusia agar tidak terkecoh menjadikan iblis (yang berasal dari golongan jin) dan keturunan-keturunannya sebagai pemimpin sebab mereka telah mendurhakai perintah Allah (QS. Al Kahfi: 50).

        Banyak orang menganggap bahwa jin bisa hidup terus dan tidak pernah mati, namun sebenarnya ada hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim, di mana Nabi SAW berdoa: "Anta al-hayyu alladzi la yamutu, wa al-jinnu wa al-insu yamutuna - Ya Allah, Engkau hidup tidak mati, sedangkan jin dan manusia mati." (HR. Bukhari & Muslim)

        Tempat-tempat Jin

        Banyak perbedaan antara manusia dengan jin, namun persamaannya juga ada, di antaranya sama-sama menghuni bumi. Bahkan jin telah mendiami bumi sebelum adanya manusia dan kemudian jin juga bisa tinggal bersama manusia di rumah manusia, tidur di ranjang dan makan bersama manusia. Tempat yang paling disenangi jin adalah kamar mandi, tempat manusia membuka aurat. Agar aurat kita terhalang dari pandangan jin ketika kita masuk ke dalam WC, hendaknya kita berdoa yang artinya, "Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari (gangguan) setan laki-laki dan setan perempuan." (HR. At-Turmudzi).

        Larangan Berhubungan dengan Jin
        Meskipun jin ada yang muslim, tapi karena jin makhluk ghaib, maka tidak mungkin muncul ketenteraman hati dan kepercayaan penuh bagi kita terhadap keislaman mereka, apakah benar jin yang mengaku muslim jujur dengan pengakuannya atau dusta. Kalau benar, apakah mereka muslim yang baik atau bukan. Bahkan kita harus waspada dengan tipu daya mereka.

        Berhubungan dengan jin adalah salah satu pintu kerusakan dan berpotensi mendatangkan bahaya besar bagi pelakunya.

        Dalil tentang larangan berhubungan dengan jin adalah:

        “Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, Maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.” (QS. Al-Jin: 6)
        Imam Muhammad bin Abdul Wahhab berkata, “Meminta perlindungan kepada selain Allah (salah satunya adalah jin) adalah syirik.” [3]

        Melakukan hubungan dengan jin berpotensi merusak penghambaan kita kepada Allah yaitu terjatuh kepada perbuatan syirik seperti yang dijelaskan oleh ayat tersebut. Ketidakmampuan kita melihat mereka dan kemampuan mereka melihat kita berpotensi menjadikan kita berada pada posisi yang lebih lemah, sehingga jin yang kafir atau pendosa sangat mungkin memperdaya kita agar bermaksiat kepada Allah.

        Bagaimana berhubungan dengan jin yang mengaku muslim? Kita tetap tidak dapat memastikan kebenaran pengakuannya karena kita tidak dapat melihat apalagi menyelidikinya. Bila jin tersebut muslim sekalipun, bukan menjadi jaminan bahwa ia adalah jin muslim yang baik dan taat kepada Allah.

        Maka berhubungan dengan jin tidak mungkin dilakukan kecuali apabila jin itu menghendakinya, dan sering kali ia baru bersedia apabila manusia memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat ini dapat dipastikan secara bertahap akan menggiring manusia jatuh kepada kemaksiatan, bahkan mungkin kemusyrikan dan kekufuran yang mengeluarkannya dari ajaran Islam.

        Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Setan (dari kalangan jin) sering berbentuk wajah orang yang dimintai tolong, jika orang tersebut telah meninggal.”[4]

        Dari Abu Hurairah dari Nabi, beliau bersabda,
        “Jika Allah memutuskan suatu perkara di langit, maka para malaikat meletakkan sayap-sayapnya karena tunduk kepada firman-Nya, seolah-olah rantai di atas batu besar. Ketika telah dihilangkan ketakutan dari hati mereka, maka mereka bertanya, 'Apakah yang difirman oleh Tuhan kalian.' Mereka menjawab kepada yang bertanya, 'Dia berfirman tentang kebenaran dan Dia Mahatinggi lagi Mahabesar.' Lalu pencuri pembicaraan (setan) mendengarkannya. Pencuri pembicaraan demikian, sebagian di atas sebagian yang lain -Sufyan menyifatinya dengan telapak tangannya lalu membalikkannya dan memisahkan di antara jari-jarinya-. Ia mendengar pembicaraan lalu menyampaikannya kepada siapa yang di bawahnya, kemudian yang lainnya menyampaikannya kepada siapa yang di bawahnya, hingga ia menyampaikannya pada lisan tukang sihir atau dukun. Kadangkala ia mendapat lemparan bola api sebelum menyampaikannya. Kadangkala ia menyampaikannya sebelum mengetahuinya, lalu ia berdusta bersamanya dengan seratus kedustaan. Lalu dikatakan, 'Bukankah ia telah berkata kepada kami demikian dan demimkian, demikian dan demikian.' Lalu ia mempercayai kata-kata yang didengarnya dari langit." (HR. Bukhari)

        Dalam salah satu fatwanya, Lajnah Daimah menyatakan, “Atas dasar ini maka tidak boleh meminta bantuan kepada jin dan makhluk-makhluk selainnya untuk mengetahui perkara-perkara ghaib, baik berdoa kepada mereka, mendekatkan diri kepada mereka, membuat kemenyan, maupun selainnya. Bahkan, itu adalah kesyirikan, karena ini sejenis ibadah.” [5]

        Jin yang Sesat dan Menyesatkan Manusia
        “Dan (ingatlah) hari diwaktu Allah menghimpunkan mereka semuanya (dan Allah berfirman): "Hai golongan jin, Sesungguhnya kamu telah banyak menyesatkan manusia", lalu berkatalah kawan-kawan meraka dari golongan manusia: "Ya Tuhan Kami, Sesungguhnya sebahagian daripada Kami telah dapat kesenangan dari sebahagian (yang lain) dan Kami telah sampai kepada waktu yang telah Engkau tentukan bagi kami". Allah berfirman: "Neraka Itulah tempat diam kamu, sedang kamu kekal di dalamnya, kecuali kalau Allah menghendaki (yang lain)". Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana lagi Maha mengetahui. (Qs. Al-An’am)

        Ibnu Qayyim Al-Jauziyah berkata, “Kesenangan jin dari manusia adalah karena ketaatan mereka terhadap apa yang mereka perintahkan, yakni: kekufuran, kefasikan dan kemaksiatan. Ketiga hal itulah yang merupakan tujuan terbesar jin dari manusia. Jika manusia mentaati mereka dalam hal-hal tersebut, berarti manusia telah mewujudkan angan-angan mereka. Sedangkan kesenangan manusia dari jin yaitu bahwa mereka membantu manusia dalam melakukan maksiat kepada Allah dan dalam menyekutukan-Nya dengan segala kemampuan yang mereka miliki.


        Syetan dari golongan jin itu memperdaya manusia, menganggap baik sesuatu yang buruk dan meluluskan sebagian besar keinginan manusia. Mereka membantu manusia dengan sihir, jimat dan lainnya. Adapun syetan dari golongan manusia maka mereka mentaati berbagai perintah jin tersebut, baik untuk melakukan syirik, kekejian maupun dosa. Sebaliknya, jin-jin itu mentaati manusia terhadap apa-apa yang mereka inginkan, misalnya memberikan berbagai pengaruh dan mengabarkan tentang hal-hal yang gaib. Dengan demikian, masing-masing menikmati kesenangan dari yang lain.” [6]

                                                                                 
        [1] Al-Jin, Ibnu Taimiyah
        [2] Tafsir Jalalain, Jalaluddin As-Suyuthi & Jalaluddin Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahally
        [3] Kitab Tauhid, Imam Muhammad bin Abdul Wahhab
        [4] Al-Jin, Ibnu Taimiyah
        [5] Majalah al-Buhuts al-Islamiyah, Lajnah Daimah
        [6] Ighatsatul Lahfan fi Mashayidisy Syaithan, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah 


        10 Desember 2012

        Menyembunyikan Khusyu'


        Salah satu tanda keikhlasan dalam menjalankan ibadah shalat adalah melakukannya dengan penuh kekhusyu'an. Sikap khusyu' ini tidak hanya ditampakkan pada anggota badan saja, tetapi juga hatinya harus khusyu'. Jika hanya anggota badan yang khusyu, sedangkan hatinya tidak khusyu', maka ini adalah keadaan orang munafik.

        Dalam kitab Tsalatsun wa Tsalatsuna Sababan lil Khusyu' fish Shalat, Muhammad Shalih Al-Munajid membawakan sebuah bab tentang menyembunyikan khusyu' dalam shalat yang ringkasnya berikut ini.

        Dahulu, Hudzaifah pernah mengatakan, "Hati-hatilah kalian terhadap khusyu' yang munafik." Ketika ditanyakan kepadanya, "Apakah yang dimaksud dengan khusyu' munafik?" Hudzaifah menjawab, "Jika kamu memperlihatkan tubuhmu seperti khusyu', sedangkan hatimu tidak khusyu'."

        Al-Fudhail bin Iyadh mengatakan, "Termasuk hal yang dimakruhkan ialah bila seseorang memperlihatkan kekhusyu'an dengan penampilan yang melebihi dari apa yang terkandung di dalam hatinya."

        Salah seorang ulama salaf pernah melihat seorang lelaki kedua pundak dan tubuhnya, maka dia menegurnya dengan mengatakan, "Hai Fulan, khusyu' letaknya di sini (seraya berisyarat ke arah dadanya), bukan di sini (seraya berisyarat ke arah kedua pundaknya)."

        Ibnu Qayyim dalam keterangannya mengenai beda antara khusyu' iman dan khusyu' munafik, mengatakan sebagai berikut, "Khusyu' iman ialah khusyu'nya hati seseorang kepada Allah dengan penuh rasa mengagungkan, memuliakan, menghormati, menyegani, dan merasa malu kepada-Nya.

        "Selanjutnya, hati orang yang bersangkutan merendahkan diri kepada Allah penuh dengan perasaan takut, malu, cinta, segan, dan mengakui segala nikmat Allah serta mengakui pula kesalahan-kesalahan yang telah dilakukannya terhadap Allah. Dengan demikian, sudah dipastikan hatinya menjadi khusyu', kemudian akan diikuti oleh semua anggota badannya.

        "Berbeda halnya dengan khusyu' munafik, maka semua anggota badannya kelihatan dibuat-buat dan dipaksakan untuk khusyu', sedangkan hatinya tidak khusyu'."

        Dalam kitab Madarijus Salikin disebutkan bahwa 'Umar bin Khaththab pernah melihat seseorang yang melengkungkan lehernya tatkala shalat. Maka 'Umar berkata kepada orang itu, "Hai pemilik leher, tegakkanlah lehermu, karena khusyu' itu tidak terletak di leher, tapi di dalam hati."

        Salah satu untuk menggapai khusyu' yaitu mengatakan kepada diri sendiri sesaat sebelum shalat bahwa shalat yang akan dilakukannya merupakan shalat terakhir baginya. Muadz bin Jabal pernah berkata kepada anaknya, "Wahai anakku, jika engkau melakukan shalat maka shalatlah seakan-akan itu shalat terakhirmu, janganlah engkau mengira bahwa engkau akan mengulanginya lagi selamanya."


        *Sukoharjo, 22 Oktober 2012


        3 Desember 2012

        Penyesalan Seorang Wanita Karir


        Sebuah surat kabar harian di Mesir, Al-Ahram, menerbitkan sebuah artikel berjudul “Para Dosen di Perguruan Tinggi Menyarankan Para Mahasiswi untuk Segera Menikah”, sebagaimana dikutip oleh ‘Umar Sulayman Al-Asqar dalam kitabnya Jaulah fi Riyadhil ‘Ulamaa’ wa Ahdaatsil Hayaah.

        Dalam artikel tersebut disebutkan bahwa pada minggu itu seorang dosen wanita di sebuah perguruan tinggi di Inggris berdiri di depan ratusan mahasiswa untuk menyampaikan pesan terakhir dalam rangka pengunduran dirinya dalam praktek belajar mengajar.

        Dosen wanita itu berkata, “Inilah diri saya yang telah mencapai umur enam puluh tahun. Dalam usia ini saya telah mencapai tingkat yang paling tinggi. Saya selalu sukses. Jabatan saya selalu naik setiap tahun. Saya pun telah berhasil memberikan andil besar dalam masyarakat.

        Setiap detik hari-hari saya, selalu mendatangkan keuntungan untuk diri saya. Saya telah mendapatkan popularitas dan materi yang sangat banyak. Saya telah mendapatkan kesempatan untuk berkeliling ke seluruh dunia. Tetapi sekarang, apakah saya bahagia setelah mendapatkan seluruh kesuksesan itu?

        Kesibukan saya dalam belajar mengajar, keliling dunia, dan mencari popularitas, telah membuat saya lupa sebagai seorang wanita, untuk melakukan suatu hal yang lebih penting dari itu. Saya lupa untuk menikah, mempunyai anak, dan menikmati kehidupan dengan tenang.

        Saya sama sekali tidak ingat itu semua, kecuali ketika saya hendak mengajukan permohonan pengunduran diri saya. Saat ini, saya merasa belum melakukan sesuatu apapun dalam hidup. Saya juga merasa bahwa seluruh usaha yang telah saya lakukan selama ini telah lenyap dengan sia-sia.

        Saya akan mengundurkan diri, lalu setelah setahun atau dua tahun dari pengunduran diri saya ini, semua orang akan melupakan saya dengan kesibukan mereka masing-masing. Akan tetapi, jika saya menikah dan membangun keluarga yang besar, maka saya akan meninggalkan kesan yang indah dan melakukan suatu kebaikan dalam hidup ini.

        Tugas seorang wanita adalah menikah dan membentuk suatu keluarga. Selain dari hal itu, usaha apapun yang dia lakukan tidak akan mempunyai nilai sedikit pun bagi kehidupannya. Saya ingin berpesan kepada seluruh mahasiswi agar meletakkan persoalan ini pada poin nomor satu.”

        Wahai saudariku, ambillah pelajaran dari dosen wanita tersebut. Ia telah menjalani kehidupan ini. Ia telah mengecap puncak kesuksesan karirnya dan yang ia dapatkan bukanlah kebahagiaan. Maka, ambillah pelajaran ini sebelum engkau menyesal di kemudian hari.


        24 Oktober 2012

        30 Ungkapan Tentang Cinta

        Ada banyak ungkapan yang dinyatakan tentang jenis dan batasan cinta, tergantung dari pengaruh dan kesaksiannya, serta ungkapan-ungkapan lain yang diperlukan tentang cinta.

        1. Cinta adalah kecenderungan yang terus-menerus di dalam hati yang membara. Pengertian ini tidak membedakan antara cinta yang khusus dan yang umum, antara cinta yang benar dan cinta yang cacat.

        2. Mementingkan yang dicintai dari segala yang menyertai. Ini termasuk hukum cinta dan pengaruhnya.

        3. Menyesuaikan diri dengan sang kekasih, ketika berada di dekatnya atau saat jauh darinya. Ini merupakan keharusan cinta dan tuntutan cinta yang tulus. Ini lebih sempurna dari dua pengertian di atas, dan bukan sekedar kecenderungan dan mementingkan kehendak. Sebab
        jika ada penyesuaian diri dengan sang kekasih, maka itu adalah cinta yang cacat.

        4. Melebur cinta karena sifatnya dan menegaskan kekasih karena dzatnya. Ini termasuk hukum kefanaan dalam cinta, yaitu menghapus sifat-sifat orang yang mencintai lalu melebur ke dalam sifat-sifat kekasih dan dzatnya.

        5. Menyelaraskan hati dengan kehendak-kehendak kekasih. Ini juga termasuk keharusan dan hukum-hukum cinta.

        6. Takut meninggalkan pengagungan sambil menegakkan pengabdian. Ini termasuk tanda dan pengaruh cinta.

        7. Engkau menganggap sedikit pemberianmu yang banyak terhadap kekasih dan menganggap banyak pemberian kekasih kepada dirimu yang sedikit. Ini termasuk hukum, keharusan, dan kesaksian cinta.

        8. Engkau menganggap banyak kejahatanmu yang sedikit terhadap kekasih dan menganggap sedikit ketaatanmu yang banyak. Pengertian ini tak jauh berbeda dengan sebelumnya.

        9. Selalu memeluk ketaatan dan meninggalkan penentangan. Ini merupakan hukum cinta dan keharusannya, dan merupakan perkataan Sahl bin Abdullah.

        10. Masuknya sifat-sifat kekasih ke sifat orang yang mencintai. Maksudnya, nama sang kekasih dan sifat-sifat merasuk ke dalam hati orang yang mencintai sehingga tidak ada yang menguasainya selain dari itu.

        11.Engkau menyerahkan seluruh dirimu kepada siapa yang engkau cintai, sehinga sedikit pun engkau tidak berkuasa terhadap dirimu sendiri. Ini merupakan perkataan Abdullah Al-Qursyi.

        12.Engkau harus menghapus selain yang engkau cintai dari hati. Ini merupakan perkataan Asy-Syibly. Kesempurnaan cinta menuntut yang demikian ini.

        13. Engkau tidak mencela dirimu terus-menerus untuk mendapatkan keridhaan kekasih, namun engkau tidak ridha terhadap perbuatan dan keadaanmu karena kekasih. Ini merupakan perkataan Ibnu Atha'.

        14. Engkau cemburu terhadap kekasih jika dia dicintai orang lain sepertimu. Ini merupakan perkataan Asy-Syibly. Artinya, engkau menganggap dirimu hina untuk mencintainya, karena ada juga yang mencintainya seperti cintamu.

        15.Cinta adalah kehendak yang dahan-dahannya ditanamkan di dalam hati, lalu membuahkan kesesuaian dan ketaatan.

        16. Orang yang mencintai lupa bagiannya karena sang kekasih dan dia lupa kebutuhan dirinya. Ini merupakan perkataan Abu Ya'qub As-Susy.

        17. Menghindari kelalaian dalam keadaan bagaimana pun. Ini merupakan perkataan An-Nashr Abady.

        18.Menyatukan kekasih dengan ketulusan kehendak dan pencarian. 
        19. Menggugurkan semua kecintaan dari hati selain kecintaan kepada kekasih. Ini merupakan perkataan Muhammad bin Al-Fadhl.

        20. Menundukkan pandangan hati dari selain kekasih karena cemburu dan menundukkan pandangan dari kekurangannya.

        21. Kecenderunganmu kepada sesuatu secara total, lalu engkau lebih mementingkannya dibanding terhadap dirimu dan hartamu, lalu engkau menyesuaikan diri dengannya secara lahir dan batin, kemudian engkau mengetahui kekuranganmu dalam mencintainya.

        22. Cinta adalah api di dalam hati, yang membakar selain semua kekasih.

        23. Cinta adalah mengerahkan usaha dan tidak berpaling dari kekasih. Ini merupakan keharusan cinta, hak, dan buahnya.

        24. Cinta adalah ketidaksadaran yang tidak bisa sembuh kecuali menyaksikan sang kekasih. Ketika sudah menyaksikannya, maka ketidaksadarannya justru semakin sulit digambarkan.

        25. Engkau tidak mementingkan selain kekasih dan tidak menyerahkan urusanmu kepada selainnya.

        26.Masuk ke dalam penghambaan kekasih dan membebaskan diri dari perbudakan selainnya.

        27. Cinta adalah perjalanan hati menuju sang kekasih dan lisan senantiasa menyebut namanya. Perjalanan ini artinya kerinduan untuk bersua dengannya. Tidak dapat diragukan bahwa siapa yang mencintai sesuatu tentu dia akan banyak menyebutnya.

        28. Cinta adalah sesuatu yang tidak berkurang karena pengabaian dan tidak bertambah karena kebaikan. Ini merupakan perkataan Yahya bin Mu'adz.

        29. Yang disebut cinta ialah seluruh apa yang ada pada dirimu disibukkan oleh kekasih.

        30. Ungkapan yang terakhir berikut ini merupakan ungkapan cinta yang paling menyeluruh dari ungkapan-ungkapan di atas, sebagaimana yang dituturkan Abu Bakar Al-Kattany, "Di Makkah diadakan dialog tentang masalah cinta, tepatnya pada musim haji. Banyak syaikh yang mengungkapkan pendapatnya tentang cinta ini. Sementara Al-Junaid saat itu merupakan orang yang paling muda di antara mereka. 
        Orang-orang berkata kepadanya, "Sampaikan pendapatmu wahai penduduk dari Irak." Beberapa saat Al-Junaid menundukkan pandangannya dan air matanya pun menetes perlahan-lahan. Dia berkata, "Cinta ialah jika seorang hamba lepas dari dirinya, senantiasa menyebut nama Rabb-nya, memenuhi hak-hak-Nya, memandang kepada-Nya dengan sepenuh hati, seakan hatinya terbakar karena cahaya ketakutan kepada-Nya, yang minumannya berasal dari gelas kasih sayang-Nya, dan Allah Yang Maha Perkasa menampakkan Diri dari balik tabir kegaiban-Nya. Jika berbicara atas pertolongan Allah, jika berucap berasal dari Allah, jika bergerak atas perintah Allah, jika dia beserta Allah, dia dari Allah, bersama Allah dan milik Allah."

        Mendengar ungkapannya ini semua syaikh yang hadir di sana menangis, dan mereka berkata, "Ungkapan ini sudah tidak memerlukan tambahan lagi. Semoga Allah melimpahkan pahala kepadamu wahai mahkota orang-orang yang arif."

        Ungkapan-ungkapan tentang cinta di atas disebutkan oleh Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam kitab Madarijus Salikin.
        Sukoharjo, 23 Oktober 2012
         

        12 Oktober 2012

        Pengertian Ikhlas

        Pengertian Ikhlas secara bahasa dan istilah
         
        Banyak ulama yang mengemukakan definisi ikhlas. 'Umar Sulayman Al-Asyqar dalam kitab Al-Ikhlas mengemukakan definisi ikhlas dari beberapa ulama, baik secara terminologi maupun epistemologi.

        Definisi ikhlas yang banyak dikemukakan tidak berbeda jauh. Intinya adalah menunjukan seluruh ibadah kepada Allah, bukan kepada yang lain. Al-Raghib berkata dalam kitab Mufradat, "Ikhlas adalah menyingkirkan segala sesuatu selain Allah."

        Abu Al-Qasim Al-Qusyairi menyatakan bahwa seorang yang ikhlas adalah "yang berkeinginan untuk menegaskan hak-hak Allah dalam setiap perbuatan ketaatannya. Dengan ketaatannya itu ia ingin mendekatkan diri kepada Allah, bukan kepada yang lain. Ia berbuat bukan untuk makhluk, bukan untuk mendapatkan pujian manusia, atau sanjungan dari siapa pun. Satu-satunya yang ia harapkan adalah kedekatan kepada Allah."

        Di tempat lain ia (Abu Al-Qasim Al-Qusyair) mengatakan, "Tidak salah jika dikatakan bahwa ikhlas adalah memurnikan perbuatan dari pamrih apa pun terhadap makhluk."

        Sementara, Izz Ibn Abdussalam mengatakan, "Ikhlas adalah melakukan ketaatan karena dan demi Allah semata, bukan karena diagungkan atau dimuliakan oleh manusia, juga bukan untuk memperoleh keuntungan agama, atau menolak kemudharatan dunia."


        Ulama yang lain, Harits Al-Muhasibi menyatakan, "Ikhlas adalah mengenyahkan makhluk dari hubungan antara seseorang dengan Tuhan."

        Definisi lain dikemukakan oleh Sahl Ibn Abdullah, bahwa "Ikhlas adalah menjadikan seluruh gerak dan diam hanya untuk Allah."

        Al-Ghazali, setelah mengutip definisi di atas mengatakan bahwa "Ikhlas adalah satu kata yang menghimpun dan meliputi seluruh maksud."

        Inti makna ikhlas dalam berbagai buku bahasa adalah murni, atau suci dari noda yang mencampuri sesuatu, Misalnya, jika ada yang mengatakan, "Barang ini murni (khalis) untukmu," berarti tidak ada yang berhak atas barang ini selain dirimu.

        Orang Arab juga menggunakan kata Ikhlas untuk menyebut roti murni yang tak bersusu dan tak berkeledak. Sedangkan kata ikhlas dalam bahasa Arab berarti sesuatu yang dimurnikan dengan api, di antaranya emas atau perak.

        Kata khalis (min al-awan) berarti sesuatu yang benar-benar bersih, jernih, atau murni. Kata khalashahu berarti menjernihkannya atau memurnikannya.

        Ikhlas dalam pengertian di atas terungkap dalam sejumlah ayat Al-Quran, di antaranya:
        "Kami memberimu minum dari pada apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu yang bersih antara tahi dan darah,..." (QS. An Nahl: 66)
        Maksudnya, tidak bercampur darah dan kotoran.

        Firman Allah, "Mereka (saudara-saudara Yusuf) memurnikan diri dan berunding dengan berbisik-bisik." (QS. Yusuf: 80)
        Maksudnya, mereka menyendiri dan menyepi dari orang lain.
        Ayat- Al-Quran yang berbicara tentang orang musyrik, "..., murni untuk pria kami." (QS. Al-An'am: 139)
        Maksudnya adalah wanita-wanita tidak bersekutu dengan mereka.

        Allah berfirman tentang perhiasan dan makanan yang lezat-lezat,
        "Katakanlah, 'Siapa yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang dikeluarkannya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pula yang mengharamkan) makanan yang enak-enak?' Katakanlah, 'Semua itu (disediakan) bagi orang yang beriman di kehidupan dunia, murni (untuk mereka saja) di hari Kiamat. "QS. Al-A'raf: 32)
        Kata ikhlas dalam ayat ini menunjukkan bahwa orang kafir tidak ikut menikmati semua nikmat itu di akhirat nanti.

        Dari uraian di atas, kita tidak melihat adanya perbedaan dalam pengertian ikhlas, baik dari segi bahasa maupun isilah. Antara keduanya saling terkait dan bersesuaian. Ikhlas mengarah pada upaya memurnikan maksud dan tujuan kepada Allah dari segala bentuk noda, campuran, dan segala hal lain yang merusak, yang melekati maksud dan tujuan itu. Artinya, semua ibadah yang dilakukan murni dimaksudkan dan ditujukan kepada Allah, bukan kepada yang lain.


        Sukoharjo, 3 Oktober 2012


        4 Oktober 2012

        Wala' dan Bara' dalam Islam (1)


        Segala puji bagi Allah, shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad beserta keluarganya, sahabat, dan orang-orang yang menempuh jalan dengan petunjuknya. Setelah cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, maka wajib bagi setiap muslim untuk mencintai para wali-wali Allah dan membenci musuh-musuh-Nya.

        Termasuk dari dasar-dasar aqidah Islam, bahwa setiap muslim yang beragama Islam lagi bertauhid wajib untuk:

        • Ber-wala’ (sikap setia, loyal) terhadap orang-orang yang beraqidah Islam dan memusuhi orang-orang yang menentangnya. 
        • Mencintai orang yang bertauhid yang mengikhlaskan ibadahnya untuk Allah. 
        • Membenci orang-orang musyrik yang memusuhi akidah tersebut.

        Hal ini juga termasuk bagian dari millah (agama) Nabi Ibrahim dan orang-orang yang mengikutinya, yang kita diperintahkan untuk meneladani mereka, sebagaimana firman Allah, yang artinya:
        Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia, ketika mereka berkata kepada kaum mereka : ‘Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selamalamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja, kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya:"Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunanbagi kamu dan aku tidak dapat menolak sesuatu dari kamu (siksaan) Allah". (Ibrahim berkata) :"Ya Tuhan kami hanya kepada Engkaulah kami bertawakkal dan hanya kepada Engkaulah kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali." (Qs. Al-Mumtahanah: 4).

        Juga termasuk dari ajaran agama Muhammad Allah berfirman, yang artinya:
        Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-peminpinmu, sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.”(Qs. Al-Maidah: 51).

        Ayat ini khusus berkenaan tentang haramnya ber-wala’ terhadap ahli kitab. Demikian pula haram hukumnya menjadikan orang kafir secara umum sebagai pemimpin, sebagaimana firman Allah, yang artinya:
        Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi temanteman setia (pemimpin)." (Qs. Al-Mumtahanah: 1).

        Lebih tegas Allah mengharamkan orang mukmin menjadikan orang kafir sebagai pemimpin dan teman setia, sekalipun mereka adalah anggota keluarganya yang terdekat.

        Allah berfirman, yang artinya:
        Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu jadikan bapak-bapak dan saudara-saudaramu menjadi pemimpin-pemimpinmu, jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan dan siapa di antara kamu yang menjadikan mereka pemimpin-pemimpinmu, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (Qs. At-Taubah: 23).

        Allah berfirman, yang artinya:
        Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya sekalipun orangorang itu bapak-bapak, atau anak-anak, atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka.”(Qs. Al-Mujadalah : 22).

        Tapi kebanyakan manusia tidak mengetahui pokok agama yang agung ini, hingga suatu ketika saya pernah mendengar ada orang yang mengaku sebagai ahli ilmu dan juru dakwah mengatakan dalam sebuah siaran berbahasa Arab bahwa: orang-orang Nasrani itu sesungguhnya adalah saudara-saudara kita. Subhanallah, alangkah bahayanya pernyataan ini.

        Sebagaimana Allah telah mengharamkan wala’ terhadap kaum kafir, musuh-musuh aqidah Islam, sebaliknya Allah mewajibkan ber-wala’ terhadap kaum muslimin dan mencintai mereka.

        Allah berfirman, yang artinya:
        Sesunggunhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah). Dan barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang.”(Qs. Al-Maidah :55-56).

        Allah berfirman, yang artinya:
        Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dia adalah keras terhadap orang-orang kafir tetapi berkasih sayang sesama mereka.” Qs. Al-Fath :29).

        Allah berfirman, yang artinya:
        Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara…” (Qs. Al-Hujurat :10).

        Oleh karena itu orang-orang yang beriman adalah saudara seagama dan se-aqidah, walaupun jauh nasabnya (keturunannya), negaranya maupun zamannya.

        Allah berfirman, yang artinya:
        Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar) mereka berdo’a : "Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (Qs. Al- Hasyr: 10).

        Oleh karena itu kaum muslimin sejak mereka diciptakan sampai akhir nanti, meskipun tanah airnya berjauhan dan masanya tidak berdekatan, mereka adalah bersaudara dan saling mencintai. Orang-orang yang datang berikutnya meneladani orang-orang yang sebelum mereka, mereka saling mendo’akan dan saling memintakan ampunan antarsesama mereka.


        Sumber: Al-Wala' wal Bara' fil Islam, Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan




        3 Oktober 2012

        Akhlak Seorang Dai

        Akhlak Seorang Dai


        Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz dalam kitabnya Ad-Da’watu ilallah wa Akhlaqud Du’at menyebutkan tiga akhlak dan karakter yang seharusnya dimiliki oleh para du’at. Beliau berkata, “Akhlak dan karakter yang seharusnya dimiliki oleh para du’at, maka telah menjelaskannya di dalam banyak ayat di dalam beberapa tempat di dalam kitab-Nya yang mulia.”

        Berikut ini tiga akhlak dan karakter yang seharusnya dimiliki oleh para du’at.

        1. Ikhlas
         Wajib bagi setiap da’i untuk mengikhlaskan diri kepada Allah, bukan karena keinginan untuk riya’ (pamer supaya dilihat orang) dan sum’ah (pamer supaya didengar orang) dan bukan pula untuk mendapatkan pujian dan sanjungan manusia. Hanya saja ia berdakwah kepada Allah untuk mengharap wajah Allah semata, sebagaimana firman Allah, ”Katakanlah: Inilah jalanku, Aku menyeru hanya kepada Allah.” Dan firman-Nya, ”Siapakah yang lebih baik perkataannya dari orang yang mengajak kepada Allah.”

        Maka wajib bagi Anda untuk mengikhlaskan diri kepada Allah, dan hal ini merupakan akhlak yang paling penting dan sifat yang paling agung yang seharusnya Anda gunakan di dalam dakwah Anda, yang Anda hanya mengharap wajah Allah dan negeri akhirat.

        2. Dakwah juga harus dengan ilmu, karena ilmu itu merupakan kewajiban
        Jauhilah berdakwah dengan kebodohan dan berkata-kata dengan sesuatu yang tidak Anda ketahui. Sesungguhnya kebodohan itu akan menghancurkan, tidak bisa membangun dan merusak, tidak bisa membenahi.

        Maka bertakwalah kepada Allah wahai hamba Allah, jauhilah berbicara tentang Allah tanpa ilmu, dan janganlah Anda berdakwah mengajak kepada sesuatu kecuali setelah Anda mengetahui ilmu dan bashirah (hujjah yang nyata) dari apa yang difirmankan Allah dan disabdakan Rasul-Nya.

        Dakwah haruslah dengan bashirah, yaitu ilmu. Maka wajib bagi penuntut ilmu dan da’i untuk menggunakan bashirah ketika berdakwah dan mencermati apa yang ia dakwahkan dengan dalil-dalilnya. Apabila telah jelas baginya kebenaran dan ia mengetahui kebenaran maka hendaklah ia berdakwah menyeru kepadanya, baik itu berupa perbuatan untuk mengamalkan atau meninggalkan, yaitu berdakwah kepada pengamalan apabila merupakan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, dan berdakwah kepada meninggalkan apa yang dilarang Allah dan Rasul-Nya di atas petunjuk dan bashirah.

        3. Berlemah lembut dan ramah di dalam dakwah Anda dan bersabar
        Jauhilah sikap terburu-buru, bengis dan keras. Wajib bagi Anda bersikap sabar, lemah lembut dan ramah di dalam dakwah Anda.

        *Sukoharjo, 3 Oktober 2012


        Katakan, "Saya Tidak Tahu"


        Inilah kedalaman ilmu para sahabat Rasulullah. Mereka yang setiap hari bergaul dengan Rasulullah, menimba ilmu langsung dari beliau, tetapi mereka tidak enggan untuk mengatakan, “Saya tidak tahu” dan mereka mewasiatkan kepada kita agar kita tidak segan untuk mengatakan, “Saya tidak tahu”.

        Jika ada seorang dai yang tidak mau mengucapkan perkataan “Saya tidak tahu” padahal ia benar-benar tidak mengetahui permasalahan yang ditanyakan kepadanya, maka hal itu akan menjatuhkan kemuliaannya. Jawabannya yang tidak dilandasi ilmu akan menjadi senjata makan tuan. Jawaban itu akan menunjukkan kebodohannya. Sebagaimana perkataan Anas bin Malik, “Jika orang alim sudah meninggalkan kata ‘Saya tidak tahu’, maka itu akan menjadi senjata makan tuan.”

        Orang yang selalu memberikan jawaban atas pertanyaan yang dilontarkan kepadanya, maka diragukan keilmuannya. Karena ilmu tidak diukur atas banyaknya pertanyaan yang dijawab. Bahkan Abdullah bin Mas’ud mengatakan bahwa orang yang selalu memberikan fatwa (jawaban) atas setiap pertanyaan yang diajukan adalah benar-benar gila.

        Seseorang tidak akan mampu mengetahui semua ilmu. Ilmu agama ini “dibagikan” kepada ulama-ulama di berbagai penjuru dunia. Sehingga mustahil ada seseorang yang menguasai semua cabang ilmu. Perkataan “Saya tidak tahu” tidak akan menjatuhkan martabat dan kemuliaan seseorang. Bahkan perkataan “Saya tidak tahu” merupakan perisai bagi orang-orang yang berilmu. Abdullah bin Mas’ud berkata, “Perisai orang yang berilmu adalah ketika ia berkata, ‘Saya tidak tahu’, karena kalaupun ia salah tetap dibenarkan.”

        Tidak semua pertanyaan ada jawabannya. Tidak semua pertanyaan harus dijawab. Tidak semua pertanyaan bisa dijawab. Ada pertanyaan yang mudah dan ada pertanyaan yang sulit. Jika kita menghadapi pertanyaan yang sulit maka hendaknya kita tidak memaksakan diri untuk menjawabnya. Jika kita tidak tahu jawaban atas pertanyaan tersebut, katakan saja, “Saya tidak tahu”.

        Ketahuilah bahwa perkataan “Saya tidak tahu” tidak akan mengurangi ilmu. Bahkan perkataan “Saya tidak tahu” merupakan sebuah ilmu yang tidak semua orang bisa memahaminya. Orang yang pandai adalah orang yang mengetahui bahwa dirinya tidak tahu sehingga ia mengatakan bahwa ia tidak tahu. Sedangkan orang bodoh adalah orang yang tidak mengetahui bahwa sebenarnya ia tidak tahu. Sebagaimana perkataan Abud Darda’, “Perkataan orang yang tidak mengetahui suatu permasalahan (yang ditanyakan kepadanya) ‘Aku tidak tahu’ adalah setengah dari ilmu.”

        Jika kita memaksakan diri untuk menjawab pertanyaan yang tidak kita ketahui jawabannya, maka jawabannya akan ngawur, tidak dilandasi dalil atau menggunakan dalil yang tidak semestinya. Keadaan ini akan lebih parah jika jawabannya benar-benar tidak sesuai dengan kebenaran.

        Maraji: Mawaizhu Ash-Shahabah, Shalih Ahmad Asy-Syami



        Sukoharjo, 3 Oktober 2012



        Agama adalah Nasehat


        Hadits Arba'in Nawawiyah ke-7: Agama adalah Nasehat


        عن أبي تميم بن أوس الـداري رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: الدين النصيحة. قلنا لمن ؟ قال : لله ولرسوله وللأئمة المسلمين و عامتهم


        Dari Abu Ruqayyah Tamiim bin Aus Ad Daari radhiallahu 'anhu, “Sesungguhnya Rasulullah telah bersabda: "Agama itu adalah nasehat" , Kami bertanya : Untuk Siapa?, Beliau bersabda: "Untuk Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemimpin umat Islam, dan bagi seluruh kaum muslim” [HR. Muslim no. 55]

        Berkaitan dengan hadits di atas, Ibnu Daqiqil 'Ied menjelaskan sebagai berikut.

        Tamim Ad Daari hanya meriwayatkan hadits ini, kata nasehat merupakan sebuah kata singkat penuh isi, maksudnya ialah segala hal yang baik. Dalam bahasa Arab tidak ada kata lain yang pengertiannya setara dengan kata nasehat, sebagaimana disebutkan oleh para ulama bahasa Arab tentang kata Al Fallaah yang tidak memiliki padanan setara, yang mencakup makna kebaikan dunia dan akhirat.

        Kalimat, “Agama adalah nasehat” maksudnya adalah sebagai tiang dan penopang agama, sebagaimana sabda Rasulullah, “Haji adalah arafah”, maksudnya wukuf di arafah adalah tiang dan bagian terpenting haji.

        Tentang penafsiran kata nasihat dan berbagai cabangnya, Khathabi dan ulama-ulama lain mengatakan :

        1. Nasehat untuk Allah maksudnya beriman semata-mata kepada-Nya, menjauhkan diri dari syirik dan sikap ingkar terhadap sifat-sifat-Nya, memberikan kepada Allah sifat-sifat sempurna dan segala keagungan, mensucikan-Nya dari segala sifat kekurangan, menaati-Nya, menjauhkan diri dari perbuatan dosa, mencintai dan membenci sesuatu semata karena-Nya, berjihad menghadapi orang-orang kafir, mengakui dan bersyukur atas segala nikmat-Nya, berlaku ikhlas dalam segala urusan, mengajak melakukan segala kebaikan, menganjurkan orang berbuat kebaikan, bersikap lemah lembut kepada sesama manusia. Khathabi berkata : “Secara prinsip, sifat-sifat baik tersebut, kebaikannya kembali kepada pelakunya sendiri, karena Allah tidak memerlukan kebaikan dari siapapun”

        2. Nasehat untuk kitab-Nya maksudnya beriman kepada firman-firman Allah dan diturunkan-Nya firman-firman itu kepada Rasul-Nya, mengakui bahwa itu semua tidak sama dengan perkataan manusia dan tidak pula dapat dibandingkan dengan perkataan siapapun, kemudian menghormati firman Allah, membacanya dengan sungguh-sungguh, melafazhkan dengan baik dengan sikap rendah hati dalam membacanya, menjaganya dari takwilan orang-orang yang menyimpang, membenarkan segala isinya, mengikuti hokum-hukumnya, memahami berbagai macam ilmunya dan kalimat-kalimat perumpamaannya, mengambilnya sebagai pelajaran, merenungkan segala keajaibannya, mengamalkan dan menerima apa adanya tentang ayat-ayat mutasyabih, mengkaji ayat-ayat yang bersifat umum, dan mengajak manusia pada hal-hal sebagaimana tersebut diatas dan menimani Kitabullah

        3. Nasehat untuk Rasul-Nya maksudnya membenarkan ajaran-ajarannya, mengimani semua yang dibawanya, menaati perintah dan larangannya, membelanya semasa hidup maupun setelah wafat, melawan para musuhnya, membela para pengikutnya, menghormati hak-haknya, memuliakannya, menghidupkan sunnahnya, mengikuti seruannya, menyebarluaskan tuntunannya, tidak menuduhnya melakukan hal yang tidak baik, menyebarluaskan ilmunya dan memahami segala arti dari ilmu-ilmunya dan mengajak manusia pada ajarannya, berlaku santun dalam mengajarkannya, mengagungkannya dan berlaku baik ketika membaca sunnah-sunnahnya, tidak membicarakan sesuatu yang tidak diketahui sunnahnya, memuliakan para pengikut sunnahnya, meniru akhlak dan kesopanannya, mencintai keluarganya, para sahabatnya, meninggalkan orang yang melakukan perkara bid’ah dan orang yang tidak mengakui salah satu sahabatnya dan lain sebagainya.

        4. Nasehat untuk para pemimpin umat islam maksudnya menolong mereka dalam kebenaran, menaati perintah mereka dan memperingatkan kesalahan mereka dengan lemah lembut, memberitahu mereka jika mereka lupa, memberitahu mereka apa yang menjadi hak kaum muslim, tidak melawan mereka dengan senjata, mempersatukan hati umat untuk taat kepada mereka (tidak untuk maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya), dan makmum shalat dibelakang mereka, berjihad bersama mereka dan mendo’akan mereka agar mereka mendapatkan kebaikan.

        5. Nasehat untuk seluruh kaum muslim maksudnya memberikan bimbingan kepada mereka apa yang dapat memberikan kebaikan bagi merela dalam urusan dunia dan akhirat, memberikan bantuan kepada mereka, menutup aib dan cacat mereka, menghindarkan diri dari hal-hal yang membahayakan dan mengusahakan kebaikan bagi mereka, menyuruh mereka berbuat ma’ruf dan mencegah mereka berbuat kemungkaran dengan sikap santun, ikhlas dan kasih sayang kepada mereka, memuliakan yang tua dan menyayangi yang muda, memberikan nasihat yang baik kepada mereka, menjauhi kebencian dan kedengkian, mencintai sesuatu yang menjadi hak mereka seperti mencintai sesuatu yang menjadi hak miliknya sendiri, tidak menyukai sesuatu yang tidak mereka sukai sebagaimana dia sendiri tidak menyukainya, melindungi harta dan kehormatan mereka dan sebagainya baik dengan ucapan maupun perbuatan serta menganjurkan kepada mereka menerapkan perilaku-perilaku tersebut diatas.

        Memberi nasihat merupakan fardu kifayah, jika telah ada yang melaksanakannya, maka yang lain terlepas dari kewajiban ini. Hal ini merupakan keharusan yang dikerjakan sesuai kemampuan. Nasehat dalam bahasa Arab artinya membersihkan atau memurnikan seperti pada kalimat nashahtul ‘asala, artinya saya membersihkan madu hingga tersisa yang murni, namun ada juga yang mengatakan kata nasihat memiliki makna lain. Wallahu a’lam



        *Sukoharjo,  1 Oktober 2012


        29 September 2012

        Download Kitab (Ebook) Adabul Mufrad karya Imam Bukhari dengan Takhrij dan Tashih oleh Muhammad Nashiruddin al-Albani


        Dalam kitab Adabul Mufrad, al-Bukhari telah mengumpulkan berbagai (hadits Nabi yang menggambarkan berbagai bentuk) sifat dan adab terpuji yang sangat dibutuhkan pribadi muslim ketika bermukim dan bepergian, atau adab yang dibutuhkan ketika berada di tengah keluarga dan tetangga serta segala sesuatu yang erat kaitannya dengan kekerabatan dan kemasyarakatan.

        Penulis kitab Fadhlullahish Shamad mengatakan, “Kitab al-Adabul Mufrad karya Amirul Mukminin fil Hadits, pakar ‘ilal (cacat yang tersembunyi dalam hadits) di masa dulu dan sekarang, penjaga Islam dan kaum muslimin, pemuka para ahli hadits, al-Imamul Himam Abu ‘Abdillah Muhammad bin Isma’il al-Bukhari semoga Allah melimpahkan karunia kepada-Nya, rnerupakan salah satu karya yang sangat bermanfaat.

        Tidak ada kitab yang serupa dengan kitab yang berukuran kecil dan bermuatan ilmu yang melimpah ini. Kitab ini menghimpun berbagai riwayat seputar adab dan akhlak mulia yang berasal dari Nabi -, para pemuka Shahabat dan para ulama. Kitab ini rnerupakan salah satu karya terbaik yang pernah ditulis, disusun dengan sangat sistematis serta sangat layak dipelajari. Akan tetapi, seorang penuntut ilmu mestilah tergolong cerdas, terkadang tidak mampu mengetahui kedudukan kitab ini dan hanya sedikit yang mampu memetik berbagai hikmah dan mutiara berharga yang terkandung di dalamnya.

        Kitab Adabul Mufrad adalah satu karya besar Imam al-Bukhari, menghimpun hadis-hadis berkenaan dengan adab adab, memudahkan kita merealisasikan dan menghidupkan sunnah dalam adab dan ahlak islami. Ditakhrij dan tashih oleh Syaikh al-Albani, membuat buku ini semakin berbobot.

        Download Kitab (Ebook) Adabul Mufrad karya Imam Bukhari 
        dengan Takhrij dan Tashih oleh Muhammad Nashiruddin al-Albani
        DOWNLOAD (chm) - 1.60 MB
        atau
        DOWNLOAD (pdf/exe) - 5.5 MB


        Syarat-syarat Jilbab Wanita Muslimah

        Jilbab Wanita Muslimah Karya Muhammad Nashiruddin Al-Albani

        Syarat-syarat jilbab wanita muslimah yaitu:

        • Hendaklah jilbab menutupi seluruh badannya kecuali wajah dan telapak tangan.
        • Tidak ketat sehingga menggambarkan lekuk tubuh
        • Kainnya harus tebal, tidak tipis dan tidak tembus pandang sehingga menampakkan kulit tubuh
        • Tidak menyerupai pakaian laki-laki
        • Tidak mencolok dan berwarna yang dapat menarik perhatian
        • Tidak menyerupai pakaian wanita kafir
        • Bukan pakaian untuk mencari popularitas
        • Tidak diberi parfum atau wangi-wangian.
        Berikut ini pembahasan masing-masing poin di atas.
        Syarat-syarat jilbab wanita muslimah

        1. Menutupi seluruh tubuh selain yang dikecualikan
        Allah berfirman :

        وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ

        “Katakanlah kepada wanita yang beriman : “Hendaklah mereka menahan pandangan mereka dan memelihara kemaluan mereka dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang biasa nampak dari mereka. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dada mereka… (QS. An Nur : 31)

        Ayat yang mulia ini menegaskan kewajiban bagi para wanita mukminah untuk menutup seluruh perhiasan, tidak memperlihatkan sedikitpun kepada orang-orang yang bukan mahromnya kecuali perhiasan yang biasa nampak. Benar, terdapat perselisihan yang cukup panjang tentang anggota tubuh yang dikecualikan tadi.

        Namun pendapat terkuat adalah pendapat mayoritas ulama ahli tafsir dan hadits yang mengatakan wajah dan kedua telapak tangan merupakan anggota tubuh yang dikecualikan. Dengan catatan penting sekali, bahwa menutupnya merupakan amalan yang lebih utama, karena inilah contoh yang dipraktekkan oleh sebaik-baik wanita yaitu para wanita sahabat, tabi-in dan tabi’ut tabi’in. Al Hafidh Ibnu Hajar mengatakan dalam Fathul Bariy 6/226 : “Merupakan adat para wanita yang senantiasa berlangsung sejak dahulu hingga sekarang, mereka menutup wajah-wajah mereka dari manusia di luar mahromnya.”

        2. Tidak ketat sehingga menggambarkan bentuk tubuh

        Dari Usamah bin Zaid, beliau berkata : Rasulullah memberiku baju Qubthiyyah yang tebal yang merupakan hadiah dari Dihyah Al-Kalbi kepada beliau. Baju itu pun aku pakaikan pada istriku. Nabi bertanya kepadaku: “Mengapa kamu tidak mengenakan baju Qubthiyyah?” Aku menjawab : “Aku pakaikan baju itu pada istriku.” Lalu beliau bersabda : “Perintahkanlah ia agar mengenakan baju dalam di balik Qubthiyyah itu, karena saya khawatir baju itu masih bisa menggambarkan bentuk tulangnya. “ (HR.Ahmad dan Baihaqi dengan sanad hasan)

        Dalam kitabnya Nailul Author 2/97, Al- Imam Asy-Syaukani mengatakan : “Hadits ini menunjukkan bahwa wanita itu wajib menutupi badannya dengan pakaian yang tidak menggambarkan badannya. Ini merupakan syarat bagi penutup aurot…”

        Saudariku…Perhatikanlah pesan putri Rsululloh shollallohu alaihi wa sallam, Fatimah binti Rosullulloh shollallohu alaihi wa sallam.. Beliau pernah berpesan kepada Asma’ : “Wahai Asma’ ! Sesungguhnya aku memandang buruk perilaku kaum wanita yang memakai pakaian yang dapat menggambarkan tubuhnya…)” (Dikeluarkan Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah dan Baihaqi)

        3. Kainnya harus tebal, dan tidak tembus pandang sehingga tidak nampak kulit tubuh
        Dalam sebuah hadits shahih, Rasulullah bersabda :

        صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلَاتٌ مَائِلَاتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لَا يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلَا يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا

        “Dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat, yaitu : Suatu kaum yang memiliki cambuk, seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan para wanita yang berpakaian tetapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk onta yang miring, wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan ini dan ini (jauhnya).” (HR. Muslim)

        Ibnu Abdil Barr berkata : “Maksud sabda Nabi shollallohu alaihi wa sallam adalah kaum wanita yang mengenakan pakaian tipis, yang dapat mensifati (menggambarkan) bentuk tubuhnya dan tidak dapat menutup atau menyembunyikannya. Mereka itu tetap berpakaian namanya, tapi pada hakekatnya mereka telanjang.” (Lihat Tanwir Hawalik 3/103 karya Imam Shuyuti).

        4. Tidak menyerupai pakaian laki-laki
        Dari Ibnu Abbasberkata :

        لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّجُلَ يَلْبَسُ لِبْسَةَ الْمَرْأَةِ وَالْمَرْأَةَ تَلْبَسُ لِبْسَةَ الرَّجُلِ

        “Rasulullahmelaknat pria yang memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian pria” (HR. Abu Daud, Ibnu Majah, Hakim dan Ahmad dengan sanad shohih).

        Kaum wanita masa kini berbondong-bondong merampas sekian banyak jenis pakaian pria. Hampir tidak ada jenis pakaian pria satupun kecuali wanita bebas-bebas saja memakainya, sehingga terkadang seorang tak mampu membedakan lagi antara mana yang pria dan wanita. 

        5. Tidak mencolok dan berwarna yang dapat menarik perhatian
        Tabarruj adalah perilaku wanita yang menampakkan perhiasan dan kecantikannya serta segala sesuatu yang mestinya ditutup karena hal itu dapat membangkitkan syahwat kaum lelaki.
        Sungguh aneh tapi nyata, banyak para wanita apabila keluar rumah berdandan berjam-jam dengan sedemikian moleknya, tapi kalau di dalam rumah, di depan sang suami yang seharusnya mendapatkan pelayanan yang menyenangkan, justru biasa-biasa saja bahkan kerap kali rambutnya acak-acakan, bau badan tak sedap dianggap tidak masalah, penampilan menjengkelkan sudah hal yang lumrah, demikian seterusnya. Ini memang kenyataan yang tak bisa dipungkiri lagi. Semoga Alloh subhanahu wa ta’ala menunjukkan kita semua ke jalan yang benar.

        Tapi jangan dipahami penjelasan di atas secara dangkal, sehingga timbul suatu pemahaman bahwa pakaian wanita harus hitam saja. Perhatikanlah atsar berikut :
        Dari Ibrahim An-Nakha’i bahwa ia bersama Alqamah dan Al-Aswad mengunjungi para istri Nabi dan melihat mereka mengenakan mantel-mantel berwarna merah..

        6. Tidak menyerupai pakaian wanita kafir
        Rasulullah pernah bersabda :

        “Siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk dari kaum tersebut.” (HR. Abu Daud dan Ahmad dengan sanad shahih)

        7. Bukan pakaian untuk mencari popularitas
        Hal ini berdasarkan hadits Ibnu Umar yang berkata : Rasulullah bersabda :

        مَنْ لَبِسَ ثَوْبَ شُهْرَةٍ فِي الدُّنْيَا أَلْبَسَهُ اللَّهُ ثَوْبَ مَذَلَّةٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثُمَّ أَلْهَبَ فِيهِ نَارًا

        Barang siapa mengenakan pakaian syuhroh (untuk mencari popularitas) di dunia, niscaya Alloh mengenakan pakaian kehinaan kepadanya pada hari kiamat, kemudian membakarnya dengan api neraka. (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah dengan sanad hasan)

        Maksud pakaian syuhroh adalah setiap pakaian dengan tujuan meraih popularitas di tengah-tengah orang banyak, baik pakaian tersebut mahal, yang dipakai dengan tujuan berbangga-bangga dengan dunia, maupun pakaian yang bernilai rendah yang dipakai seorang dengan tujuan menunjukkan kezuhudannya dan riya’.

        8. Tidak diberi parfum atau wangi-wangian
        Dari Abu musa Al-Asy’ari bahwasanya ia berkata : Rasulullah bersabda :

        أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ عَلَى قَوْمٍ لِيَجِدُوا مِنْ رِيحِهَا فَهِيَ زَانِيَةٌ

        “Siapapun perempuan yang memakai wewangian, lalu ia melewati kaum laki-laki agar mereka mendapatkan baunya, maka ia adalah pezina.” (HR.Tirmidzi, Abu Daud, Ahmad,dll dengan sanad shahih)

        Dari Abu Hurairahia berkata : Rasulullah bersabda :

        أَيُّمَا امْرَأَةٍ أَصَابَتْ بَخُورًا فَلَا تَشْهَدْ مَعَنَا الْعِشَاءَ الْآخِرَةَ

        “Siapapun perempuan yang memakai bakhur (wewangian sejenis kemenyan-pent), maka janganlah ia menyertai kita dalam menunaikan sholat Isya’ yang akhir. (HR.Muslim, Abu Awanah,dll)

        Ibnu daqiq Al-“Ied mengatakan: “Hadits tersebut menunjukkan haramnya wewangian bagi wanita yang hendak keluar menuju masjid, karena hal itu akan dapat membangkitkan nafsu birahi kaum laki-laki.”
         

        PROMO BUKU

        Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More