1. Mereka yang dicintai dengan suatu kecintaan yang murni, sama sekali tidak terdapat permusuhan dalam kecintaannya.
Mereka adalah kaum mu'minin sejati seperti para Nabi, orang–orang yang jujur dalam keimanannya, syuhada’ dan shalihin. Dan yang paling mulia dari mereka adalah Rasulullah, oleh karena itu wajib pula mencintai beliau lebih besar daripada kecintaan kita terhadap diri sendiri, anak, orang tua dan manusia seluruhnya.
Kemudian isteri-isteri beliau yang merupakan ibu kaum mu'minin, Ahlul bait (keluarga Nabi) dan para sahabatnya yang mulia, terutama Khulafa'ur Rasyidin dan sepuluh sahabat (yang dijamin masuk surga), kaum muhajirin dan anshar, orang yang ikut serta dalam perang Badar dan orang yang pernah berbai’at dengan Nabi di Bai`atur Ridwan, kemudian
para sahabat yang lainnya.
Lalu para tabi’in dan orang-orang yang hidup pada abad yang terbaik, ulama-ulama salaf dan para imam yang empat.
Allah berfirman:, yang artinya:
“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar) mereka berdo’Allah, "Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha
Penyantun lagi Maha Penyayang.” (Qs. Al-Hasyr:10).
Dan tidak boleh bagi orang yang di hatinya masih ada iman membenci sahabat Nabi dan para ulama salaf pada umat ini.
Orang-orang yang membenci mereka adalah orang yang hatinya cenderung untuk menyimpang, kaum munafik dan musuh-musuh Islam seperti golongan syi'ah rafidhah dan khawarij.
2. Orang yang dibenci dan dimusuhi dengan sebenarnya, serta tidak ada suatu kecintaan sama sekali kepada mereka.
Mereka adalah kaum kafir murni dari orang-orang yang kafir, musyrik, munafik, murtad dan
orang-orang yang menentang Islam dari berbagai golongan.
Sebagaimana firman Allah, yang artinya:
“Kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak, atau saudara-saudara atau pun keluarga mereka.” (Qs. Al-Mujadilah : 22).
Allah mencela Bani Israel dalam firman-Nya, yang artinya:
“Kamu melihat kebanyakan dari mereka tolong-menolong dengan orang-orang yang kafir (musyrik). Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka sediakan untuk diri mereka, yaitu kemurkaan Allah kepada mereka dan mereka akan kekal dalam siksaan. Sekiranya mereka beriman kepada Allah, kepada Nabi (Musa) dan kepada apa yang diturunkan kepadanya (Nabi), niscaya mereka tidak akan mengambil orang-orang musyrikin itu menjadi
penolong-penolong, tapi kebanyakan dari mereka adalah orang-orang fasik.” (Qs. Al-Maidah: 80-81).
3. Orang yang dicintai karena suatu hal dan dibenci karena suatu hal yang lain.
Maka dalam dirinya terkumpul adanya suatu kebencian dan permusuhan, mereka itu adalah orang mukmin yang berbuat kemaksiatan. Mereka dicintai karena ada pada mereka keimanan dan dibenci karena ada pada mereka kemaksiatan yang bukan termasuk kekafiran dan kemusyrikan.
Mencintai mereka dengan konsekwensi menasehati mereka dan mengingkari perbuatan maksiat yang mereka lakukan, bahkan harus mengingkarinya, agar mereka diajak kepada yang baik dan dilarang dari yang mungkar. Dan hendaknya ditegakkan atas mereka hukum-hukum serta ancaman-ancaman sehingga mereka jera dari kemaksiatan dan bertaubat dari kejahatan.
Akan tetapi mereka tidaklah dibenci dengan kebencian yang sepenuhnya dan berlepas diri dari mereka, sebagaimana dikatakan oleh kelompok khawarij dalam hal orang yang melakukan dosa besar, yang tidak sama dengan perbuatan syirik. Mereka juga tidak dicintai dan diberi kesetiaan penuh sebagaimana yang dikatakan oleh kelompok murji’ah, tetapi hendaknya adil dalam menyikapi keadaan mereka, sebagaimana yang dijelaskan dalam mazhab Ahlussunnah wal jama’ah.
Suatu kecintaan yang didasarkan karena Allah, dan kebencian karena Allah adalah tali yang sangat kuat dalam keimanan, dan seseorang akan berada bersama dengan orang yang dicintainya di hari kiamat. Demikian di jelaskan dalam sebuah hadits.
Situasi dan keadaan telah berubah, kini kebanyakan manusia setia dan memusuhi karena urusan dunia. Mereka berwala’ terhadap orang yang memiliki kekuasaan, kenikmatan dunia meskipun orang tersebut adalah musuh Allah, Rasul dan agama Islam. Sedang orang yang tidak memiliki nasib baik, mereka memusuhinya, meski orang tersebut adalah wali Allah dan setia terhadap Rasul-Nya, bahkan dikarenakan sebab yang sepele mereka mengucilkan dan menghinakannya.
Abdullah bin Abbas berkata: “Barangsiapa mencintai karena Allah, membenci karena Allah, berwala’ karena Allah dan memusuhi karena Allah, (maka ketahuilah) bahwasanya perwalian Allah itu hanya bisa dicapai dengan amalan. Dan umumnya manusia mengikat tali
persaudaraan karena perkara dunia. Yang demikian itu tidaklah mendatangkan suatu manfa'at sedikitpun bagi pelakunya.
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah bersabda, yang artinya: “Sesunguhnya Allah berfirman: "Barangsiapa memusuhi wali-Ku, maka sungguh Aku telah mengumumkan perang padanya.” (HR. Al-Bukhari).
Orang yang paling memusuhi Allah adalah orang yang memusuhi sahabat Nabi, mencela dan merendahkan martabat mereka, padahal Rasulullah telah bersabda, yang artinya:
“Takutlah kepada Allah, Takutlah kepada Allah, terhadap kehormatan sahabatku, janganlah kalian menjadikan mereka sebagai sasaran (cemoohan dan ejekan), barangsiapa menyakiti mereka maka sungguh dia telah menyakiti aku, dan barangsiapa menyakiti aku maka sungguh ia telah menyakiti Allah, dan barangsiapa yang telah menyakiti Allah dikhawatirkan Allah akan menyiksanya.”
Sikap mengejek dan memusuhi sahabat Nabi kini telah menjadi agama dan aqidah sebagian golongan dan kelompok sesat.
Kita berlindung kepada Allah U dari kemurkaan-Nya dan pedih siksaan-Nya. Semoga shalawat dan dalam tetap tercurah ke atas Nabi Muhammad, keluarga, sahabat dan orang-orang yang mengikutinya dengan baik hingga hari kemudian.
Sumber: Al-Wala' wal Bara' fil Islam, Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan
0 komentar:
Posting Komentar