MUSLIMAH

Menuju Insan yang Shalihah

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

MUTIARA DAKWAH

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

8 Juli 2012

Hal-hal yang Membatalkan Puasa

Puasa Ramadhan


Hal-hal yang membatalkan puasa ada tujuh :

1. Jima’. Hal ini ketika penis memasuki vagina. Maka ketika seseorang berpuasa dan melakukan jima’, maka puasanya batal. Lebih jauh, jika jima’ dilakukan pada siang hari di bulan Ramadhan, dimana puasa diwajibkan, maka ia diwajibkan untuk membayar kafarat atas keburukan yang dia lakukan, yakni membebaskan seorang budak. Apabila dia tidak mampu maka dia harus berpuasa selama dua bulan berturut-turut (setelah Ramadhan). Apabila dia tidak dapat melakukannya, dia harus memberi makan enam puluh orang fakir miskin. Namun demikian, jika berpuasa tidak wajib baginya, seperti seorang musyafir, dan dia berjima dengan isterinya ketika berpuasa, dia harus mengganti puasanya dan tidak wajib membayar kafarat tersebut.

2. Keluarnya mani karena bercumbu, berciuman, berpelukan dan lain-lain. Namun jika seseorang mencium isterinya dan tidak mengeluarkan mani maka tidak membatalkan puasanya.

3. Makan dan Minum: Ini ketika makanan atau minuman memasuki tubuh, apakah melalui jalan mulut atau hidung, tergantung apa yang diminum atau dimakan. Tidak diperbolehkan seseorang yang berpuasa untuk mengisap rokok (bukhoor) karena itu akan memasuki tubuhnya, karena asap adalah zat. Namun mencium wewangian dan parfum, maka hal itu tidak mengapa.

4. Apapun yang menyerupai makan dan minum seperti infus, yang berfungsi sebagai makanan dan minuman tambahan. Namun untuk suntikan yang tidak mengandung zat atau bahan makanan, tidak membatalkan puasa seseorang, tanpa memandang apakah dimasukkan ke dalam tubuh melalui pembuluh darah ataupun urat/otot.

5. Mengeluarkan darah karena Hijamah (Bekam): Berdasarkan Qiyas, segala bentuk keluarnya darah dengan sengaja, yang mempengaruhi tubuh seperti yang terjadi pada Bekam, berlaku hal ini (puasanya batal –pent.). Adapun keluarnya sebagian kecil darah sebagai bagian dari pemeriksaan kesehatan, dan lain-lain, hal ini tidak membatalkan puasa karena tidak mempengaruhi tubuh dengan melemahkan (kondisi) tubuh, seperti dalam kasus Bekam.

6. Muntah-muntah: Ini berarti mengeluarkan kembali makanan dan minuman
dari dalam perut.

7. Keluarnya darah karena Menstruasi dan Nifas.

Orang yang berpuasa tidak batal puasanya karena sebab-sebab di atas kecuali
dia terlebih dahulu menemui tiga keadaan: 
  1. Dia harus mengetahui hukumnya dan kapan hukum tersebut berlaku. 
  2. Dia harus sadar (yakni tidak terhitung karena kealpaan). 
  3. Dia melakukan dengan niat dan keinginan.

Maka jika seseorang melakukan Bekam dan tidak menyadari bahwa Bekam membatalkan puasanya, maka puasanya tetap sah karena dia tidak mengetahui hukumnya. Allah berfirman:

“Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu” (Qs Al-Ahzab: 5)

Dan Dia berfirman:
“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah.” (QS Al-Baqarah: 286)

Juga diriwayatkan dalam kedua kitab Shahih bahwa Adi bin Hatim menempatkan benang hitam dan putih di bawah bantalnya dan mulai makan sambil memandangi keduanya. Sehingga apabila satu dan lainnya dapat dibedakan dia akan berhenti makan, berpikir bahwa ini adalah apa yang dimaksudkan dalam firman Allah:
“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.” (QS Al-Baqarah: 187)

Kemudian Nabi dikabarkan mengenai hal ini, beliau bersabda: “Hal ini berkenaan dengan putihnya siang hari dan hitamnya malam.” Dan beliau tidak memerintahkan Adi bin Hatim untuk mengganti
puasanya.

Dan jika seseorang makan dan menyangka bahwa Fajar belum tiba atau bahwa matahari telah terbenam, namun kenyataannya kemudian jelas baginya kebalikan dari apa yang disangkanya itu, puasanya tetap sah karena dia tidak menyadarinya saat itu. Tercantum dalam Shahih Bukhari bahwa Asma’ bint Abu Bakar radhiallahu anha berkata:  “Kami pernah berbuka di masa Nabi di hari yang berkabut, kemudian matahari terlihat oleh kami (yakni belum terbenam).”
Jika seandainya mengganti puasa itu adalah wajib, Nabi pasti telah menjelaskannya kepada kita, karena Allah telah menyempurnakan agama ini melalui beliau. Dan jika Nabi telah menjelaskannya, para Sahabat pasti telah menyampaikannya karena Allah mempercayakan kepada mereka untuk menjaga agama ini. Karena para Sahabat tidak menyampaikannya, kita lalu mengetahui bahwa hal ini tidak diwajibkan. Demikian juga ada banyak alasan yang membutuhkan pengetahuan bahwa hal itu telah dikabarkan, karena pentingnya masalah tersebut, maka tidak mungkin hal tersebut terlupakan.

Dan apabila seseorang lupa ketika berpuasa hal itu tidak membatalkan puasanya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi :
“Barangsiapa yang lupa sedang dia berpuasa lalu makan atau minum, maka dia harus melanjutkan puasanya karena sesungguhnya Allah lah yang memberikan kepadanya makan dan minum.” (Mutafaqun alaih)

Apabila seseorang dipaksa untuk makan, atau ketika dia berkumur-kumur sebagian air tertelan, atau beberapa tetes air masuk ke dalam matanya meresap ke tubuhnya, atau dia bermimpi basah hingga keluar mani, maka dalam semua kasus ini puasa seseorang tetap sah karena semua hal ini terjadi tanpa diniatkan atau sengaja.

Orang yang berpuasa tidak batal puasanya ketika menggunakan siwak. Bahkan adalah sunnah baginya demikian juga bagi yang lain untuk menggunakannya kapan saja – di awal ataupun di akhir hari. Demikian juga diperbolehkan bagi orang yang berpuasa hal-hal yang dapat mengurangi panas dan haus yang sangat dari dirinya, misalnya dengan membasuh dirinya dengan air dingin dan sebagainya. Adalah Nabi menuangkan air ke kepalanya ketika sedang berpuasa karena haus.10 Dan Ibnu Umar membasahi kainnya dan mengenakannya ketika sedang berpuasa.11 Ini adalah kemudahan yang dikehendaki Allah kepada kita. Dan Segala Puji bagi Allah atas limpahan nikmat dan kemudahan dari-Nya.


Dikutip dari kitab Pelajaran mengenai Puasa, Tarawih, dan Zakat karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin


0 komentar:

Posting Komentar

PROMO BUKU

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...