Dikotomi ilmu dunia dan akhirat telah menjadikan umat Islam menjadi umat yang hanya mendalami beberapa ilmu saja dan meninggalkan ilmu yang lain. Ada yang sangat ahli dalam ilmu teknik, namun tidak mengerti sama sekali bahasa Arab. Yang lain ahli dalam bidang ekonomi, namun tidak paham syarat sah shalat. Yang lain lagi menjadi master dalam bidang teknologi, namun tidak mengetahui sifat-sifat Allah. Yang lain menjadi politisi, namun jauh dari nilai-nilai keislaman.
Masih ada yang berpandangan bahwa “ilmu dunia” sama sekali tidak berfaidah untuk dipelajari. “Ilmu dunia” dianggap bukan ilmu yang mulia.
Sungguh ini adalah suatu kekeliruan dalam pandangan. Tidakkah kita melihat seorang Umar bin Khaththab, seorang yang dikatakan oleh Rasulullah sebagai orang yang diberikan ilham oleh Allah. Tak diragukan lagi beliau sangat memahami ilmu agama. Dan beliau adalah seorang pemimpin yang ulung. Mengatur pemerintahan dengan adil dan bijaksana.
Abdurrahman bin Auf, seseorang yang ketika rombongan perniagaannya sejumlah 700 kendaraan beserta muatannya datang ke Mekkah, disangka oleh orang-orang Mekkah sedang terjadi angin ribut yang menyapu dan menerbangkan pasir. Hal itu karena besarnya rombongan itu dan banyaknya harta benda yang diangkutnya. Besarnya infaq beliau di jalan Allah, sungguh hanya Allah yang mengetahui. Harta beliau halal lagi berkah. Hingga Utsman bin Affan pun berkata, “Harta Abdurrahman bin 'Auf halal lagi bersih, dan memakan harta itu membawa selamat dan berkah”.
Lalu, lihatlah kepada Khalid bin Walid, yang dijuluki saiffullah ‘Pedang Allah’. Seorang jenderal perang yang tak terkalahkan. Rasulullah pernah berkata tentang Khalid bin Walid sebelum keislamannya, “Orang seperti dia, tidak dapat tanpa diketahui dibiarkan begitu saja. Dia harus diincar sebagai calon pemimpin Islam. Jika dia menggabungkan diri dengan kaum muslimin dalam peperangan melawan orang-orang kafir, kita harus mengangkatnya kedalam golongan pemimpin.”
Zaid bin Tsabit, sang sekretaris Nabi. Seorang ahli bahasa, menguasai berbagai bahasa asing. Dialah yang menulis surat-surat Rasulullah kepada penguasa negeri lain. Dialah yang telah mengumpulkan Al-Quran atas perintah Abu Bakar Ash-Shidiq.
Tidakkah kita mengenal Ummul Mukminin, Aisyah binti Abu Bakar, seorang ahli pengobatan. Dan tak diragukan lagi keilmuan beliau dalam syariat Islam hingga beliau sering dijadikan rujukan dalam suatu permasalahan.
Sudah lupakah kita dengan nama-nama ilmuwan muslim sekaliber dunia. Al-Khawarizmi, seorang ahli Matematika dan astronomi. Ia adalah penemu aljabar hingga dia dijuluki Bapak Aljabar. Al-Farabi, seseorang yang ahli dalam Filsafat dan Matematika. Ibnu Hayyan, sang ilmuwan kimia, yang penemuannya menjadi pijakan keilmuan dalam bidang kimia.
Al-Mawardi yang menulis kitab Al-Ahkam Al-Sulthaniyah (tentang tata pemerintahan), Qanun Al-Wazarah (tentang kementerian), dan Nasihat Al-Mulk (nasehat kepada penguasa). Ibnu Khaldun dengan kitabnya yang monumental, Muqaddimah. Ia seorang yang ahli sejarah, sosiologi, dan ekonomi.
Sungguh sangat besar sumbangan para ilmuwan muslim bagi kemajuan keilmuan dunia. Mereka menjadi menara ilmu yang hasil karyanya dinikmati oleh seluruh umat di dunia. Mereka adalah ilmuwan yang ahli agama. Atau ulama yang ahli ilmu. Mereka mendalami semua ilmu yang bermanfaat.
Pada masa sekarang kita mendapati nama-nama ulama yang juga mempelajari ilmu-ilmu sarana yang lain.
- Syaikh Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim, seorang ulama dengan kitab terbaiknya Shahih Fiqh Sunnah, adalah seorang sarjana engineering.
- Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid, ulama masa kini yang lulusan Bachelor Manajemen Industri.
- Syaikh Musthafa Al-‘Adawi, ulama dari Mesir, seorang sarjana Teknik Mesin.
- Syaikh Amru bin Abdul Mun’im bin Abdul Ali Alu Salim, ulama dari Mesir juga, yang lulusan ilmu komputer.
Sesungguhnya, semua ilmu adalah sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah. Mereka, para ilmuwan muslim, berpijak pada ajaran-ajaran Islam untuk mengembangkan ilmu-ilmu teknologi, sains, sosial, humaniora, ekonomi, dan lain-lain. Hingga Allah pun mengangkat dan mengabadikan nama mereka.
Dikotomi “ilmu dunia” dan “ilmu akhirat” hanyalah sesuatu yang semu. Sesuatu yang dibuat-buat untuk menjauhkan umat Islam dari ilmu-ilmu yang sangat bermanfaat jika dipelajari. Saat ini umat Islam membutuhkan orang-orang yang pandai dalam agama dan menguasai bidang ilmu yang bermanfaat untuk umat. Misalnya, seorang ahli ekonomi yang akan menggunakan keahliannya untuk membangun ekonomi umat. Seorang ahli kedokteran yang akan memberikan pengobatan yang halal bagi umat Islam. Seorang ahli teknologi yang akan mengembangkan teknologi untuk kemajuan umat Islam.
Wallahu ‘alam
***
Tulisan ini terinspirasi dari artikel “Ilmuwan yang Menjadi Ulama” yang ditulis oleh Muhammad Abduh Tuasikal, M.Sc. dalam rumasyo.com.
Muhammad Abduh Tuasikal, M.Sc. mengenyam pendidikan S1 di Teknik Kimia UGM Yogyakarta dan S2 Polymer Engineering di King Saud University Riyadh. Pernah menimba ilmu kepada beberapa ulama; Syaikh Shalih Al-Fauzan, Syaikh Sa’ad Al-Asy Syatsri, dan Syaikh Shalih Al-Ushoimi. Saat ini menjadi Pimpinan Pondok Pesantren Darush Sholihin, Gunungkidul.
***
Referensi:
“Ilmuwan yang Menjadi Ulama”. 2012. Muhammad Abduh Tuasikal, M.Sc. dalam rumasyo.com
“Tokoh Islam” dalam http://alsofwah.or.id. Ebook oleh La Adri At Tilmidz
“Ilmuwan Islam Dunia”. Dalam id.wikipedia.org
***
Sukrisno Santoso
Ditulis pada hari Minggu, 6 April 2014, di rumah, Kota Sukoharjo
***
Referensi:
“Ilmuwan yang Menjadi Ulama”. 2012. Muhammad Abduh Tuasikal, M.Sc. dalam rumasyo.com
“Tokoh Islam” dalam http://alsofwah.or.id. Ebook oleh La Adri At Tilmidz
“Ilmuwan Islam Dunia”. Dalam id.wikipedia.org
***
Sukrisno Santoso
Ditulis pada hari Minggu, 6 April 2014, di rumah, Kota Sukoharjo
0 komentar:
Posting Komentar