Jasa dan budi baik seorang ibu kepada anaknya sangat besar. Seorang ibu telah melahirkan dalam kepayahan, memberikan air susu dengan ketulusan, membesarkan dengan kasih sayang, dan mendidik dengan penuh perhatian. Pengorbanannya sungguh besar. Nyawanya dipertaruhkan untuk anaknya. Maka, siapakah anak yang mampu membalas jasa ibunya.
Dari Abi Burdah, ia melihat Ibnu Umar dan seorang penduduk Yaman yang sedang Thawaf di sekitar Ka’bah sambil menggendong ibunya di punggungnya. Orang itu bersenandung,
“Sesungguhnya diriku adalah tunggangan ibu yang sangat patuhOrang itu lalu berkata, “Wahai Ibnu Umar, apakah aku telah membalas budi kepadanya (ibunya)?
Apabila tunggangan yang lain lari, maka aku tidak akan lari”
Ibnu Umar menjawab, “Belum, walaupun setarik napas yang ia keluarkan ketika melahirkan.”
Ulama salaf sangat memperhatikan hak ibunya. Mereka senantiasa memenuhi segala kebutuhan, menjaga perasaan, membuat senang, dan tenteram ibunya. Karena mereka tahu, seorang ibu mempunyai hak yang harus ditunaikan oleh anaknya. Dan dosa durhaka kepada ibu sangatlah besar.
Usamah bin Zaid pernah menebang sebatang pohon kurma untuk diambil umbutnya (bagian ujung pokok kurma yang bisa dimakan). Padahal, saat itu harga sebatang kurma mencapai seribu dirham. Ketika orang-orang bertanya kepadanya, ia menjawab, “Ibuku menghendakinya. Setiap ibuku menginginkan sesuatu yang mampu kudapatkan, aku pasti memberikannya.”
Berbakti kepada Ibu bisa dilakukan dengan melayani keperluannya dan memperhatikan kesehatannya.
Suatu malam, Muhammad bin Al-Munkadir pernah memijiti kaki ibunya, sedangkan saudaranya melakukan shalat malam. Muhammad bin Al-Munkadir memilih untuk memijiti kaki ibunya daripada shalat sunnah semalaman. Ia berkata, “Umar (saudaranya) suatu malam melakukan shalat, sementara aku memijit-mijit kaki ibuku. Aku tidak ingin kalau malamku kugunakan seperti malamnya (yaitu digunakan untuk shalat).”
Berbakti kepada ibu dapat ditunjukkan dengan selalu berbicara yang lembut, tidak keras, dan menyenangkan hati kepada ibunya. Berkata, “Ah,” saja tidak diperbolehkan sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran.
Muhammad bin Sirin biasa bertutur lembut kepada ibunya. Ia tidak berani berbicara dengan suara lebih keras dari suara ibunya. Hingga orang-orang yang tidak mengenal Ibnu Sirin bertanya-tanya apakah ia sedang sakit karena suaranya sangat pelan. Orang-orang yang sudah mengenal Ibnu Sirin pun menjawab, “Tidak, tetapi demikianlah dia bila berada di rumah ibunya.”
Ibnu Aun pernah menyahut panggilan ibunya dengan suara yang lebih keras. Ia sangat menyesali hal tersebut. Sebagai tebusannya, ia membebaskan dua orang budak dengan harapan agar perbuatanya itu dapat diampuni.
Berbuat baik kepada ibu harus didahulukan daripada berbuat baik kepada istri. Hal ini ditunjukkan oleh Hudzail bin Hafshah. Ia biasa mengumpulkan kayu bakar pada musim panas. Pada musim dingin, ia membawakan tungku dan meletakkannya di dekat ibunya. Ia duduk; membakar kayu bakar, dan berusaha agar asapnya tidak mengganggu ibunya. Dengan begitu ibunya bisa merasa hangat pada musim dingin.
Ibunya menceritakan, “Sebenarnya ada orang yang bisa menggantikannya melakukan itu, kalau ia mau. Bahkan, ingin kukatakan padanya, ‘Wahai anakku, kamu bisa pulang ke rumah istrimu.’ Tapi kemudian aku teringat apa yang diinginkannya (yaitu berbakti kepada ibunya), maka aku membiarkannya.”
Selain itu, Hudzail bin Hafshah juga biasa mengantarkan susu perasan unta setiap pagi.
Tak lupa, mendoakan ibu merupakan kewajiban seorang anak. Doa anak yang shalih akan dikabulkan oleh Allah. Seorang ibu yang telah mendidik anaknya hingga anaknya menjadi orang yang saleh dan senantiasa mendoakannya, hal itu menjadi amal jariyah bagi sang ibu tersebut.
***
Referensi:
Aina Nahnu min Akhlaq As-Salaf. Abdul Aziz bin Nashir Al-Julayyil & Baha’udin bin Fatih Uqail. (Terjemahan: Meneladani Akhlak Generasi Terbaik. 2011. Jakarta: Penerbit Darul Haq)
Muhammad Abduh Tuasikal. “Sambil Menggendongnya, Tidak Bisa Membalas Budi Baik Orang Tua” dalam http://rumasyo.com
***
Sukrisno Santoso
Ditulis pada pagi yang cerah, hari Jumat, 18 April 2014, di rumah, Kota Sukoharjo
0 komentar:
Posting Komentar