Ulama terdahulu sangat bersemangat dalam menuntut ilmu. Mereka mengetahui keutamaan ilmu dan keutamaan orang yang menuntut ilmu, serta keutamaan orang yang berilmu.
- Imam Syafi’i berkata, “Siapa yang tidak mencintai ilmu, tidak ada kebaikan padanya.”
- Ibnu Abbas berkata, “Mengulang ilmu dalam satu malam lebih baik bagiku daripada menghidupkan malam tersebut dengan ibadah.”
- Abu Darda berkata, “Mempelajari satu masalah lebih kucintai dari qiyamullail.
Atas dasar cinta ilmu, mereka berjalan berbulan-bulan, menempuh jarak yang jauh, menahan cuaca yang dingin menusuk atau panas yang menyengat.
- Ibnu Mandah pergi menuntut ilmu pada usia 20 tahun dan ia pulang dalam usia 65 tahun. Ia menghabiskan perjalanan menuntut ilmu selama 45 tahun.
- Ya’kub bin Sufyan mengembara selama 30 tahun untuk menuntut ilmu.
- Ibnu Najjar melakukan perjalanan menuntut ilmu selama 27 tahun.
- Jabir bin Abdillah berjalan selama satu bulan untuk mencari satu hadits.
Mampukah kita menapak jejak para ulama dalam menuntut ilmu? Dalam menuntut ilmu dibutuhkan semangat yang membakar; motivasi yang tinggi; pikiran yang cemerlang; hati yang bersih; pemahaman yang mendalam; ketekunan dan ketelitian.
Bakr bin Abdullah Abu Zaid memberikan nasehat kepada para penuntut ilmu, “Milikilah sifat tekun dan teliti, terutama dalam menghadapi musibah dan tugas. Di antaranya adalah tekun dan sabar dalam belajar dan menjalani waktu demi waktu untuk belajar kepada guru. Karena. ‘Siapa yang tekun niscaya akan tumbuh’.
Agar tercapai kepemahaman ilmu, perlu kiat-kiat dalam menuntut ilmu. Aidh Al-Qarni menyebutkan beberapa seni menuntut ilmu dalam kitabnya yang bagus, Hada’iq Dzatu Bahjah. Ia menghimpun kaidah-kaidah cara dan adab dalam menuntut ilmu.
1. Semangat untuk menuntut ilmu akan membuat yang sulit menjadi mudah; siksa menjadi nikmat; jiwa akan memancar laksana api yang berkobar dan berlalu laksana awan.
2. Senantiasa menyibukkan diri dengannya siang dan malam; baik diam-diam atau secara terang-terangan dan selalu bersahabat dengannya.
3. Mengulang-ulang dan mempelajarinya pagi dan petang. Membahasnya dengan para ahli ilmu, baik yang tua maupun yang muda. Bertanya kepada mereka untuk lebih memperdalam.
4. Selalu melihat kualitas, bukan kuantitas. Memulainya dengan yang paling penting lalu yang penting. Mempelajari dengan sebaik-baiknya hingga tamat. Memiliki disiplin ilmu yang paling berfaedah dan paling umum.
5. Mempelajari yang panjang-panjang karena banyak faedah dan manfaat, memuaskan otak dengan bahasan panjang dan mengokohkan ilmu dengan cara mengulang-ulanginya.
6. Menjauhi matan-matan (teks) yang terlalu ringkas laksana teka-teki, sebab ia hanya melelahkan otak dan pikiran serta menyia-nyiakan waktu.
7. Memilih disiplin ilmu yang disukai jiwa, sebab ia akan merasuk ke kedalamannya. Dengan kecenderungan itu, ketidakjelasan akan menjadi sirna. Pemahaman akan semakin mendalam karena seringnya belajar.
8. Tidak tenggelam dalam sarana-sarana dengan mengabaikan tujuan dan maksud. Jangan sekali-kali berpaling dari ilmu walaupun hambatannya besar. Hendaknya senantiasa mengingat keutamaan seorang alim atas seorang ahli ibadah; dan bahwa orang yang menuntut ilmu itu sama dengan mujahid.
9. Perbanyaklah membaca istighfar agar awan-awan mencurahkan air laksana hujan yang deras. Dan setiap melakukan dosa maka segeralah bertaubat.
10. Keyakinan bahwa sesungguhnya ilmu itu adalah kekayaan paling berharga, teman duduk paling mulia, dan teman berjalan paling manis. Ia adalah pedang jika terjadi pedang, dan ia adalah simpanan saat kantong kempis.
11. Keindahan ilmu itu adalah memberikan perlindungan dan buahnya adalah mantapnya agama. Mahkotanya adalah amanah, dan mengamalkannya adalah seagung-agung bantuan. Sementara maksiat akan tunduk dan luluh dihadapannya.
12. Ilmu tidak akan kokoh mengakar kecuali dengan diajarkan, dan tidak akan bermanfaat kecuali dengan pelurusan terus-menerus. Barangsiapa yang tidak mengagungkannya maka ia tidak akan mendapat penghargaan.
13. Maksud dari ilmu adalah untuk taat kepada Sang Maha Rahman. Penyakitnya adalah lupa. Kegetirannya adalah iri pada teman, dan kegelapannya adalah kebohongan dan kedustaan.
14. Buku-buku orang-orang terdahulu lebih bermanfaat dan buku-buku yang bahasanya gampang akan lebih menancap dalam pemahaman. Karya-karya para imam lebih inovatif, tulisan-tulisan mengenai syariah lebih indah, lebih tinggi, dan lebih konprenhensif.
15. Buku-buku tentang filsafat itu rumit, orang yang pandai tentangnya tidak bisa memberi manfaat. Filsafat tidak memberi manfaat kepada orang-orang bodoh. Ia ditulis oleh orang-orang yang mengada-ada. Semuanya asing dan jauh dari wahyu.
16. Ambillah dari tafsir, kitab yang menerangkan makna dan maksud ayat, memperjelas kalimat-kalimat yang sulit , dan menunjukkan isyarat yang terdapat di dalamnya.
17. Wajib bagimu untuk mempelahari hadits sang musthafa Rasulullah, sebab ia akan mengantarkanmu pada keselamatan. Dia menjadi tujuan orang-orang yang memenuhi janji, memenuhi impian orang-orang yang bersih suci. Di dalamnya ada obat, ada kesenangan, dan kesembuhan jiwa.
18. Buku fikih yang paling baik adalah buku fikih yang dikuatkan dengan dalil, jauh dari perkataan omong kosong, selamat dari pendapat yang terlalu berat, dan ditulis dengan kalimat-kalimat yang indah.
19. Kebanyakan buku ushul fikih penuh dengan sesuatu yang membosankan dan menjemukan. Oleh karena itu, ambillah buku A’lam Al-Muwaqqi’in, Al-Muwafaqat, dan Ar-Risalah, karena pembahasannya meski mendalam namun gampang, jelas, dan lengkap.
20. Para penuntut ilmu itu akan menemukan demikian banyak disiplin ilmu. Dan ilmu hadits memiliki ujian kepedihannya sendiri. Jika orang yang menuntutnya tidak memiliki pengertian kecuali pengertian umum dari kandungan isinya, maka akan tercela tatkala ditanya mengenai disiplin ilmu yang lain, lalu ia mengatakan, “Usir dan janganlah kalian berbicara mengenainya.”
21. Jika seorang penuntut ilmu telah merasa pantas untuk menulis, maka hendaknya ia berhati-hati dalam tulisannya dengan memilih lafaz yang lembut dan makna yang mulia. Jangan terlalu mengambang, antara banyak dan sedikit.
22. Perbanyaklah berteman dengan kitab. Janganlah makanan dan minuman menyibukkannya, tidak juga keluarga dan sahabat. Dengan itu, ia akan memetik buah ilmu yang indah dan lezat. Jangan lupa, infakkan sebagian harta untuk membeli kitab.
23. Jangan tenggelam dalam mendalami sebuah disiplin ilmu yang tidak memberi banyak manfaat, seperti seseorang yang menghabiskan umurnya untuk mendalami ilmu nahwu yang berat, atau ilmu ‘arudh-nya Al-Khalil, atau syair yang kotor, atau kisah-kisah yang tidak memiliki sumber dan dasar.
24. Ketahuilah bahwa keunggulan itu ada pada akal yang sehat, hafalan nan indah, lisan yang fasih. Pemahaman tanpa hafalan laksana wajah yang terluka, hafalan tanpa pemahaman laksana orang yang pincang, sedangkan hafalan dan pemahaman tanpa fashahah laksanan jasad yang dilempar.
***
Referensi:
Bakr bin Abdullah Abu Zaid. Hilyah Thalibil 'Ilmi. (terjemah: Perhiasan Penuntut Ilmu. 2014. Surakarta: Penerbit Al-Qowam
Bakr bin Abdullah Abu Zaid memberikan nasehat kepada para penuntut ilmu, “Milikilah sifat tekun dan teliti, terutama dalam menghadapi musibah dan tugas. Di antaranya adalah tekun dan sabar dalam belajar dan menjalani waktu demi waktu untuk belajar kepada guru. Karena. ‘Siapa yang tekun niscaya akan tumbuh’.
Agar tercapai kepemahaman ilmu, perlu kiat-kiat dalam menuntut ilmu. Aidh Al-Qarni menyebutkan beberapa seni menuntut ilmu dalam kitabnya yang bagus, Hada’iq Dzatu Bahjah. Ia menghimpun kaidah-kaidah cara dan adab dalam menuntut ilmu.
1. Semangat untuk menuntut ilmu akan membuat yang sulit menjadi mudah; siksa menjadi nikmat; jiwa akan memancar laksana api yang berkobar dan berlalu laksana awan.
2. Senantiasa menyibukkan diri dengannya siang dan malam; baik diam-diam atau secara terang-terangan dan selalu bersahabat dengannya.
3. Mengulang-ulang dan mempelajarinya pagi dan petang. Membahasnya dengan para ahli ilmu, baik yang tua maupun yang muda. Bertanya kepada mereka untuk lebih memperdalam.
4. Selalu melihat kualitas, bukan kuantitas. Memulainya dengan yang paling penting lalu yang penting. Mempelajari dengan sebaik-baiknya hingga tamat. Memiliki disiplin ilmu yang paling berfaedah dan paling umum.
5. Mempelajari yang panjang-panjang karena banyak faedah dan manfaat, memuaskan otak dengan bahasan panjang dan mengokohkan ilmu dengan cara mengulang-ulanginya.
6. Menjauhi matan-matan (teks) yang terlalu ringkas laksana teka-teki, sebab ia hanya melelahkan otak dan pikiran serta menyia-nyiakan waktu.
7. Memilih disiplin ilmu yang disukai jiwa, sebab ia akan merasuk ke kedalamannya. Dengan kecenderungan itu, ketidakjelasan akan menjadi sirna. Pemahaman akan semakin mendalam karena seringnya belajar.
8. Tidak tenggelam dalam sarana-sarana dengan mengabaikan tujuan dan maksud. Jangan sekali-kali berpaling dari ilmu walaupun hambatannya besar. Hendaknya senantiasa mengingat keutamaan seorang alim atas seorang ahli ibadah; dan bahwa orang yang menuntut ilmu itu sama dengan mujahid.
9. Perbanyaklah membaca istighfar agar awan-awan mencurahkan air laksana hujan yang deras. Dan setiap melakukan dosa maka segeralah bertaubat.
10. Keyakinan bahwa sesungguhnya ilmu itu adalah kekayaan paling berharga, teman duduk paling mulia, dan teman berjalan paling manis. Ia adalah pedang jika terjadi pedang, dan ia adalah simpanan saat kantong kempis.
11. Keindahan ilmu itu adalah memberikan perlindungan dan buahnya adalah mantapnya agama. Mahkotanya adalah amanah, dan mengamalkannya adalah seagung-agung bantuan. Sementara maksiat akan tunduk dan luluh dihadapannya.
12. Ilmu tidak akan kokoh mengakar kecuali dengan diajarkan, dan tidak akan bermanfaat kecuali dengan pelurusan terus-menerus. Barangsiapa yang tidak mengagungkannya maka ia tidak akan mendapat penghargaan.
13. Maksud dari ilmu adalah untuk taat kepada Sang Maha Rahman. Penyakitnya adalah lupa. Kegetirannya adalah iri pada teman, dan kegelapannya adalah kebohongan dan kedustaan.
14. Buku-buku orang-orang terdahulu lebih bermanfaat dan buku-buku yang bahasanya gampang akan lebih menancap dalam pemahaman. Karya-karya para imam lebih inovatif, tulisan-tulisan mengenai syariah lebih indah, lebih tinggi, dan lebih konprenhensif.
15. Buku-buku tentang filsafat itu rumit, orang yang pandai tentangnya tidak bisa memberi manfaat. Filsafat tidak memberi manfaat kepada orang-orang bodoh. Ia ditulis oleh orang-orang yang mengada-ada. Semuanya asing dan jauh dari wahyu.
16. Ambillah dari tafsir, kitab yang menerangkan makna dan maksud ayat, memperjelas kalimat-kalimat yang sulit , dan menunjukkan isyarat yang terdapat di dalamnya.
17. Wajib bagimu untuk mempelahari hadits sang musthafa Rasulullah, sebab ia akan mengantarkanmu pada keselamatan. Dia menjadi tujuan orang-orang yang memenuhi janji, memenuhi impian orang-orang yang bersih suci. Di dalamnya ada obat, ada kesenangan, dan kesembuhan jiwa.
18. Buku fikih yang paling baik adalah buku fikih yang dikuatkan dengan dalil, jauh dari perkataan omong kosong, selamat dari pendapat yang terlalu berat, dan ditulis dengan kalimat-kalimat yang indah.
19. Kebanyakan buku ushul fikih penuh dengan sesuatu yang membosankan dan menjemukan. Oleh karena itu, ambillah buku A’lam Al-Muwaqqi’in, Al-Muwafaqat, dan Ar-Risalah, karena pembahasannya meski mendalam namun gampang, jelas, dan lengkap.
20. Para penuntut ilmu itu akan menemukan demikian banyak disiplin ilmu. Dan ilmu hadits memiliki ujian kepedihannya sendiri. Jika orang yang menuntutnya tidak memiliki pengertian kecuali pengertian umum dari kandungan isinya, maka akan tercela tatkala ditanya mengenai disiplin ilmu yang lain, lalu ia mengatakan, “Usir dan janganlah kalian berbicara mengenainya.”
21. Jika seorang penuntut ilmu telah merasa pantas untuk menulis, maka hendaknya ia berhati-hati dalam tulisannya dengan memilih lafaz yang lembut dan makna yang mulia. Jangan terlalu mengambang, antara banyak dan sedikit.
22. Perbanyaklah berteman dengan kitab. Janganlah makanan dan minuman menyibukkannya, tidak juga keluarga dan sahabat. Dengan itu, ia akan memetik buah ilmu yang indah dan lezat. Jangan lupa, infakkan sebagian harta untuk membeli kitab.
23. Jangan tenggelam dalam mendalami sebuah disiplin ilmu yang tidak memberi banyak manfaat, seperti seseorang yang menghabiskan umurnya untuk mendalami ilmu nahwu yang berat, atau ilmu ‘arudh-nya Al-Khalil, atau syair yang kotor, atau kisah-kisah yang tidak memiliki sumber dan dasar.
24. Ketahuilah bahwa keunggulan itu ada pada akal yang sehat, hafalan nan indah, lisan yang fasih. Pemahaman tanpa hafalan laksana wajah yang terluka, hafalan tanpa pemahaman laksana orang yang pincang, sedangkan hafalan dan pemahaman tanpa fashahah laksanan jasad yang dilempar.
***
Referensi:
Bakr bin Abdullah Abu Zaid. Hilyah Thalibil 'Ilmi. (terjemah: Perhiasan Penuntut Ilmu. 2014. Surakarta: Penerbit Al-Qowam
Aidh Abdullah Al-Qarni. Hada’iq Dzatu Bahjah. (Terjemahan: Berbahagialah. 2004. Jakarta: Penerbit Pustaka Al-Kautsar)
Abu Anas Majid Al-Bankani. Rihlatul Ulama fi Thalabil Ilmi. (Terjemahan: Perjalanan Ulama Menuntut Ilmu. 2012. Bekasi: Penerbit Darul Falah)
***
Sukrisno Santoso
Ditulis pada hari Sabtu, 19 April 2014, di rumah, Kota Sukoharjo
***
Sukrisno Santoso
Ditulis pada hari Sabtu, 19 April 2014, di rumah, Kota Sukoharjo
0 komentar:
Posting Komentar